Beratkan Masyarakat dan Pindahkan Kemacetan, Suryadi Tolak Rencana ERP di Jakarta

Obsessionnews.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menerapkan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di 25 ruas jalan di Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Baca juga: Fauzi Minta Rencana Jalan Berbayar di Jakarta Dikaji secara MatangRencana Jalan Berbayar di Jakarta Mungkinkah Dapat Direalisasikan? Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengkritisi rencana tersebut. Dia mengatakan, seluruh jenis kendaraan bermotor akan terdampak ERP, termasuk ojek online (ojol). Sedangkan yang tidak terkena dampak ERP ini antara lain sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas, ambulan dan pemadam kebakaran serta korps diplomatik. “Penerapan ERP ini tentunya dapat berdampak pada kehidupan masyarakat, mengingat banyak orang yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ujar Suryadi dikutip dari laman resmi Fraksi PKS DPR RI, Jumat (27/1/2023). Apalagi, tambahnya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih setelah pandemi Covid-19. Belum lagi ancaman krisis global yang sering disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Oleh sebab itu kami menolak rencana penerapan ERP di Jakarta ini, sebab selain memberatkan masyarakat malah hanya akan memindahkan kemacetan saja,” tegas anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTB 1 ini. Menurutnya, seharusnya Pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu akar masalah kemacetan ini, di mana permasalahan utama adalah meningkatnya jumlah kendaraan pribadi yang tidak diikuti dengan peningkatan panjang jalan yang signifikan. “Berdasarkan data BPS, pada tahun 2021 jumlah kendaraan bermotor di Jakarta sudah mencapai 21,75 juta unit, atau tumbuh 7,6 persen dengan proporsi tertinggi adalah sepeda motor mencapai 75,92 persen. Sebaliknya pertumbuhan jalan hanya 0,01 persen per tahun. Namun, dalam 5 tahun terakhir, cakupan pelayanan transportasi publik di Jakarta sudah meningkat hampir dua kali lipat dari 42 persen menjadi 82 persen,” urai Suryadi. Dengan transportasi publik yang sudah lebih baik, imbuhnya, Pemerintah Pusat jangan malah membuat kebijakan yang akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi seperti subisidi kendaraan listrik. “Oleh karena itu kami berpendapat solusi atas masalah kemacetan adalah pembatasan kepemilikan kendaraan, peningkatan jumlah transportasi publik serta penambahan dan perbaikan sarana prasarana jalan,” tandas Suryadi. Berbagai alternatif ERP sendiri, lanjutnya, sebenarnya telah dirancang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2018 Tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Tahun 2018 -2029. Di antaranya Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di kawasan Central Bussiness District (CBD), penerapan Sistern Prioritas Bus di persimpangan, penerapan Sistem Elektronik Parkir Meter;dan pengawasan Angkutan Barang. “Selain itu permasalahan ini juga harus diselesaikan bersama-sama dengan daerah penyangga Jakarta, tidak bisa sendiri-sendiri. Mengingat banyak warga dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di Jakarta dan menggunakan kendaraan pribadi karena transportasi umumnya belum memadai. Sehingga salah satu cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah melalui revisi UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)," kata Suryadi. Namun, dia menyayangkan pembahasan revisi UU ini justru tidak dilanjutkan, padahal sangat dibutuhkan untuk dapat memperbaiki tata kelola transportasi di Indonesia. (red/arh)