Rabu, 1 Mei 24

Taman Pasir Jeen Womom Surga Bagi Penyu Belimbing

Taman Pasir Jeen Womom Surga Bagi Penyu Belimbing
* Taman Pasir Jeen Womom di Distrik Abun, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. (Foto: Kemenpar)

Tambrauw, Obsessionnews.com – Kementerian Pariwisata (Kemenpar)  menargetkan kunjungan wisatawan manacanegara (wisman) ke Indonesia sebanyak 20 juta orang pada 2019. Untuk itu pemerintah gencar sekali mempromosikan objek wisata di berbagai daerah. Salah satu di antaranya adalah Taman Pasir Jeen Womom di Distrik Abun, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.

Baca juga:

Melepas Penat di Alam Tambrauw

Tambrauw Terapkan Segudang Strategi untuk Jadi Destinasi Wisata Unggulan

Menteri Susi Dorong Ekspor Perikanan di Papua Barat

 

Dikutip obsessionnews.com dari siaran pers Kemenpar disebutkan Taman Pasir Jeen Womom konon menyimpan semacam daya tarik magis yang membuat siapa pun betah untuk tinggal.

Tak terkecuali bagi para induk salah satu binatang terlangka di dunia, penyu belimbing (Dermochelys coriacedi). Bagi hewan yang tercatat oleh World Fund For Nature (WWF) jumlahnya hanya 1.240 di dunia sepanjang 2017 itu, pesisir pantai Jeen Womom adalah surga dan rumah tempat mereka berserah diri memanjangkan keturunannya.

Faktanya kini Taman Pasir Jeen Womom yang melingkupi pesisir Jamursba Medi (Jeen Yessa) dan Warmon (Jeen Syuab) merupakan satu-satunya lokasi tempat penyu belimbing bertelur.

Jeen Womom memang menduduki posisi ketiga di dunia sebagai lokasi yang dihuni penyu belimbing terbanyak setelah Papua New Guinea dan Costarica. Namun, penyu belimbing di Jeen Womom kabarnya hanya berjenis kelamin betina. Konon penyu betina itu memilih Tambrauw sebagai lokasi bertelurnya karena memiliki pasir yang lembut.

Sebuah batu karang raksasa yang disebut Batu Penyu di dalamnya menandai habitat penyu belimbing itu. Uniknya batu tersebut memang menyerupai penyu. Bentuknya layaknya hewan bercangkang. Bagian tengah batu karang raksasa ini melengkung, mirip dengan punggung penyu. Sedangkan di bagian paling muka yang menghadap langsung ke laut, batu itu memiliki ujung layaknya kepala kura-kura raksasa.

Batu penyu menjadi ikon mitos Jeen Womom. Keberadaannya menuai beragam tafsir. Ada yang menganggap batu Penyu adalah jelmaan, ada juga yang beranggapan ini alamiah terjadi karena kikisan air laut. Namun, batu ini adalah anugerah karena keberadaannya memberi kesan lain pada pantai tersebut. Batu itu ialah penanda dan saksi bisu lahirnya ratusan tukik belimbing dari perut pasir menuju habitat mereka; laut.

Penyu yang bertelur di Jeen Womom berjumlah lebih dari 200 ekor dalam kurun waktu setahun. Biasanya mereka berusia 15 – 30 tahun dan membutuhkan waktu 6 bulan untuk melepas para tukik.

Ada cerita lain. Sebelum dilepas, induk penyu akan menggali lubang besar dengan kedalaman mencapai 1 meter. Di sanalah, mereka menyembunyikan para tukik dari serangan predator.

Setelah itu induk penyu akan kembali ke lautan Pasifik untuk berburu makanan serta bereproduksi. Induk penyu akan kembali ke perairan Tambrauw dalam keadaan hamil. Dibutuhkan waktu 6 bulan bagi induk penyu berenang ke Tambrauw.

Dan untuk menyaksikan atraksi yang tak mungkin didapat di tempat lain ini, wisatawan perlu membayar Rp50.000.

Jejak Misionaris di Pulau Dua

Masih dari tepi pantai tepatnya di Pulau Dua, Distrik Werbes,. Sebuah peninggalan sejarah kembali membawa pengalaman lain bagi wisatawan.

Pulau Dua merupakan sebuah pulau tidak berpenghuni yang pernah menjadi lokasi petilasan misionaris bernama Yonas Nandisa. Dia adalah seorang guru Injil yang mendarat pada 12 Agustus 1912 di Pulau Dua. Yonas adalah pembawa kabar Kristen pertama yang menginjakan kaki di Tambrauw.

Prasasti petilasan Kristen Injil di perkampungan Pulau Dua mencatat, Yonas merupakan salah satu penyebar agama Kristen di sana. Bisa dibilang pengaruh Yonas dan para pengikutnyalah yang memuat 90 persen masyarakat Tambrauw menganut agama Kristen.

Untuk mengenang petilasan Yonas, didirikan sebuah tugu. Dulu, di dekatnya ada sebuah gereja. Namun, bangunan gereja itu rusak, perkakasnya dicuri diduga oleh para awak kapal yang mendarat. Akhirnya hanya ditemukan bekas bangunan gereja. Gereja mulai koyak pada Perang Dunia II.

Ketika itu Pulau Dua menjadi salah satu lokasi petarungan para tentara. Pada masa itu, para warga diungsikan ke Bika. Karena tak bertuan, pencuri pun lelusa membawa perkakas gereja. Hingga kini, masyarakat Kristen di Tambrauw merayakan petilasan tersebut setiap Agustus.

Untuk mencapai Pulau Dua wisatawan harus mengendarai speedboat dari Pelabuhan Sausapor, dengan waktu tempuh 15 menit. Selain melakukan wisata sejarah, wisatawan juga bisa menyelam kapal dan pesawat yang ditenggelamkan pada masa Perang Dunia II. Sementara untuk sampai ke Sausapor, wisatawan bisa menggunakan akses udara dengan Susi Air seharga Rp270.000, beroperasi tiap hari Selasa hingga Jumat.

Wisatawan yang datang ke Pulau Dua umumnya akan terkesima dengan keindahannya. Warna pasirnya bak kristal, begitu lembut. Bersama itu wisatawan juga bisa menikmati air laut yang bening dan bergradasi toska, biru tua dan biru muda.

Tak kalah elok ada juga ikan warna-warni yang melintas di antaranya juga terdapat ikan yang bahkan belum pernah dilihat di tempat lain, tubuh ikan tersebut dipenuhi bercak berwarna hijau, biru, merah, dan kuning. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.