PKS Nilai Pemerintah Kurang Optimal Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat

PKS Nilai Pemerintah Kurang Optimal Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat
Obsessionnews.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menilai kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2021 masih belum memuaskan, sehingga berdampak kurang optimal terhadap peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1.   Baca juga:Sri Mulyani Tegaskan Pemerintah Terus Gunakan APBN untuk Lindungi Rakyat dari Guncangan GlobalBuka Pameran Mega Build ke-19, Kementerian PUPR Minta Belanja yang Dibiayai APBN Belikan Produk Dalam Negeri     Hal itu diungkapkan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi PKS Diah Nurwitasari saat menyampaikan pendapat mini dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rangka Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I atas Hasil Pembahasan RUU tentang Pertangungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021 di gedung parlemen, Kamis (1/9/2022). Halaman selanjutnya   “Fraksi PKS berpendapat bahwa APBN menjadi wujud nyata hadirnya negara dalam perekonomian, terlebih dalam masa pandemi yang berat. Seharusnya APBN menjadi motor utama kebijakan ekonomi yang optimal untuk menjaga terwujudnya kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat konstitusi,” ujar Diah. Dikutip dari website resmi PKS, Sabtu (3/9), dalam kesempatan itu Diah menuturkan, dalam menyikapi Hasil Pembicaraan terkait Rancangan Undang-undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021, Fraksi PKS memberikan beberapa catatan. “Fraksi PKS menilai bahwa tidak tercapainya target pertumbuhan tahun 2021 semakin menjauhkan harapan untuk bisa keluar dari middle income trap lebih cepat.  Pemerintah harus memacu pertumbuhan ekonomi sebelum bonus demografi berakhir pada tahun 2036,” jelas Diah. Fraksi PKS, katanya, berpendapat risiko kesinambungan fiskal cukup tinggi yang terlihat dari masih tingginya defisit keseimbangan primer tahun 2021 yang mencapai Rp431,57 triliun atau 2,54 persen dari PDB. Halaman selanjutnya   “Fraksi PKS berpendapat bahwa kenaikan rasio utang pada 2021 menjadi sebesar 40,74 persen dari PDB menjadi sinyal kurang baik. Debt Service Ratio (DSR) Indonesia berada pada 41,4% artinya bahwa Utang saat ini telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan International Debt Relief (IDR) dengan rasio sebesar 25%- 35%,” ujar Diah. Fraksi PKS, imbuhnya, berpendapat penggunaan anggaran untuk penyertaan modal negara (PIN) sebesar Rp113,46 triliun yang sebagian besar ditujukkan untuk BURN dan program PEN tidak sesuai dengan tujuan. “Fraksi PKS menilai proses perencanaan dan realisasi program belum optimal dan cenderung buruk yang tercermin dari tingginya SiLPA dan SAL. Pada 2021 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA} sebesar Rp96,66 triliun dan akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) menjadi Rp337,78 triliun,” ucap anggota Komisi VII ini. Fraksi PKS, ujar Diah, berpendapat bahwa target penurunan kemiskinan yang ditugaskan kepada pemerintah tidak tercapai pada tahun 2021. Rakyat miskin mencapai 26,50 juta jiwa atau sebesar 9,7d persen per September 2021. Halaman selanjutnya   “Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk lebih progresif dalam menyelesaikan permasalahan ketimpangan dan kemiskinan. Fraksi PKS menilai turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional menjadi sebesar 6,49 persen pada Agustus 2021 jika dibanding tahun sebelumnya sebesar 7,07 persen belum cukup memadai, karena masih di atas rata-rata TPT sebelum pandemi di kisaran 5 persen,” tandasnya. Fraksi PKS, tegas Diah, mengingatkan pemerintah terkait ancaman serius masalah tingkat ‘pengangguran usia muda’ di Indonesia yang tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia sebanyak 16 persen. “Fraksi PKS mencatat bahwa NTP Petani Padi selalu lebih rendah dibandingkan Nilai Tukar Petani (NTP) secara umum dan Nilai Tukar Nelayan (NTN} yang masing-masing berada pada kisaran 102 hingga 104,” ujarnya. Fraksi PKS, terangnya, berpendapat bahwa penurunan rasio perpajakan yang terus terjadi hingga 2021 pada angka 9,12 persen sangat mengkhawatirkan. Halaman selanjutnya   “Fraksi PKS mencatat bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu menciptakan sumber penerimaan yang berkelanjutan. Secara historis, tren penerimaan perpajakan sangat berfluktuasi dan tidak stabil. Selama masa ledakan komoditas, penerimaan perpajakan mampu mencatatkan pertumbuhan yang signifikan hingga 2 digit, namun setelah itu pertumbuhan perpajakan tumbuh tidak menentu,” ungkap Anggota DPR Lulusan Jerman ini. Fraksi PKS senantiasa mendorong Pemerintah agar meningkatkan kualitas belanja negara agar dampak dan manfaat belanja negara dalam APBN dapat dirasakan masyarakat lebih optimal. “Fraksi PKS juga mencermati LHP pada LKPP 2021, Pemerintah mendapatkan catatan temuan oleh BPK yang merupakan kelanjutan temuan atas LKPP 2020 terkait program PC-PEN. Temuan berulang memberikan indikasi masih lemahnya pengelolaan dan optimalisasi kinerja dalam penggunaan anggaran,” tandas Diah. Halaman selanjutnya   Fraksi PKS, urainya, sangat menyesalkan adanya sisa Rp100 tFiliun pagu TKDD yang tidak terserap di tahun 2021, yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk memberi dukungan pada upaya pemulihan ekonomi rakyat di daerah. “Fraksi PKS terus mengingatkan pentingnya komitmen dan evaluasi menyeluruh terhadap 20 persen mandatory spending anggaran pendidikan terutama melalui TKDD. Fraksi PKS juga mendesak solusi konkrit atas berbagai permasalahan yang muncul dalam penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK),” kata Diah. Fraksi PKS, lanjutnya, sangat menyesalkan kejadian berulang besarnya dana yang mengendap di perbankan yang mencapai Rp113,38 triliun hingga 31 Desember 2021, meskipun nilai ini sudah turun signifikan dari bulan sebelumnya sebesar Rp203,05 triliun atau 44,41 persen dari November 2021. “Dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menerima dengan catatan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Pembicaraan Tingkat I, untuk dilanjutkan dalam tahapan pembahasan selanjutnya,” tutur Diah. (red/arh)