UMKM Sepatu Durachy Tumbuh di Era Digital, Berkat Inovasi dan Ekosistem E-commerce

UMKM Sepatu Durachy Tumbuh di Era Digital, Berkat Inovasi dan Ekosistem E-commerce
Produksi sepatu Durachy masih dikerjakan secara manual, menunjukkan peran penting tenaga kerja lokal di tengah transformasi digital UMKM (Dok. Shopee)

Inovasi digital terus mengubah lanskap bisnis fesyen lokal. Kehadiran platform e-commerce membuka akses lebih luas bagi UMKM, sekaligus menguji kemampuan mereka untuk bersaing di tengah pasar yang semakin padat. Salah satu yang menarik perhatian adalah Durachy, merek sepatu perempuan asal Mojokerto yang berdiri pada 2022 dan kini mencatat pertumbuhan signifikan.

Durachy didirikan oleh M. Najiyulloh Ainur Rofiq atau Aji, yang memulai usahanya pada usia 19 tahun dengan modal terbatas. Ia berangkat dari keresahan sederhana: sulitnya menemukan sepatu perempuan yang menggabungkan kenyamanan, desain modern, dan harga terjangkau. Dari penjualan skala kecil di lingkaran pertemanan, produknya berkembang hingga masuk ke platform besar.

“Saya memulai Durachy di usia 19 tahun dengan modal seadanya, bahkan banyak orang di sekitar saya ragu apakah produk ini bisa bertahan. Namun, keresahan saya sederhana, mengapa perempuan muda harus memilih antara sepatu yang nyaman atau harga yang terjangkau? Dari situ saya mulai belajar semuanya sendiri, produksi, pemasaran, sampai membangun tim. Saat akhirnya memutuskan untuk bergabung ke ekosistem digital, pertumbuhan bisnis saya pun semakin meningkat signifikan. Sejak awal bergabung hingga tahun ini, penjualan meningkat hingga 10 kali lipat, brand semakin dikenal masyarakat luas, dan yang paling membanggakan adalah kesempatan untuk memberdayakan para pengrajin lokal di Mojokerto,”ujar Aji, Founder Durachy.

Meski lahir dari keterbatasan, Durachy mengandalkan diferensiasi produk melalui desain timeless, penggunaan material lokal seperti kulit sintetis premium, dan kenyamanan pemakaian jangka panjang. Faktor ini menjadi nilai jual utama di pasar yang didominasi oleh produk impor massal. Aji juga melibatkan pengrajin Mojokerto yang berpengalaman, menambah dimensi pemberdayaan komunitas lokal dalam rantai produksinya.

 

Pengrajin lokal di Mojokerto merampungkan produksi sepatu Durachy

 

Strategi ini menunjukkan integrasi dengan platform digital dapat mempercepat akselerasi brand lokal, sekaligus menciptakan ketergantungan baru pada kanal distribusi tunggal. Kinerja Durachy juga menggambarkan pola baru UMKM digital di Indonesia: fokus pada segmen usia muda 18–35 tahun, pemanfaatan konten kreatif berbasis video, serta pengembangan komunitas konsumen melalui interaksi langsung. Namun, ketergantungan pada satu platform besar tetap menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan jangka panjang. Risiko perubahan algoritma, persaingan harga, hingga dominasi kampanye platform berpotensi menekan margin pelaku kecil seperti Durachy.

Ke depan, Durachy menargetkan ekspansi ke pasar internasional melalui program ekspor yang difasilitasi e-commerce Shopee, sekaligus merambah kategori baru seperti tas dan aksesori. Ambisi ini sejalan dengan tren fesyen global menuju gaya praktis dan fleksibel. Meski begitu, langkah ekspansi tetap akan diuji oleh faktor daya saing produk lokal di pasar global yang ketat, terutama terkait kualitas, sertifikasi, dan logistik.

Kisah Durachy memberi gambaran bagaimana UMKM muda memanfaatkan celah digital untuk bertumbuh cepat. Namun, keberhasilan ini juga menegaskan tantangan yang lebih luas: apakah strategi berbasis platform tunggal mampu membawa keberlanjutan, atau justru menciptakan ketergantungan baru yang rawan gejolak? (NJ)