Mengapa Rasa Bosan Diperlukan Otak untuk Tetap Sehat

Mengapa Rasa Bosan Diperlukan Otak untuk Tetap Sehat
Bosan ternyata bisa menjadi kunci kreativitas (Dok. Istimewa)

Bosan sering dianggap hal yang harus dihindari di zaman serba cepat. Begitu ada jeda sebentar, tangan biasanya langsung meraih ponsel supaya tidak merasa “kosong.” Namun, Arthur Brooks, profesor di Harvard sekaligus penulis buku laris New York Times, melihatnya berbeda. Menurutnya, rasa bosan justru menyimpan peran penting untuk kesehatan mental. Mulai dari memberi kesempatan otak beristirahat sampai membentuk kebiasaan kecil yang bermanfaat, membiarkan diri berada dalam kondisi bosan bisa jadi salah satu kunci hidup yang lebih tenang dan bermakna.

 

1. Bosan Mengaktifkan Jaringan Otak Khusus

Saat tidak ada hal yang dikerjakan, otak memunculkan aktivitas di bagian yang disebut default mode network. Jaringan ini aktif ketika pikiran mengembara bebas. Contohnya, saat menunggu lampu merah tanpa ponsel di tangan. Justru dalam kondisi inilah ide-ide kreatif sering muncul, karena otak diberi ruang untuk berpikir di luar rutinitas.

 

2. Rasa Tidak Nyaman Itu Penting

Banyak orang lebih memilih memberi kejutan listrik kecil ke diri sendiri daripada duduk diam tanpa aktivitas selama 15 menit. Eksperimen psikolog Dan Gilbert dari Harvard menunjukkan betapa kita membenci kebosanan. Namun, rasa tidak nyaman itu sebenarnya menjadi pintu masuk untuk memikirkan hal-hal eksistensial: tujuan hidup, makna, atau arah yang ingin kita tuju.

 

3. Kurang Bosan Bisa Picu Krisis Makna

Generasi sekarang hidup dengan akses informasi tanpa henti. Hampir setiap momen kosong bisa diisi dengan ponsel, media sosial, atau hiburan instan. Akibatnya, otak jarang masuk ke mode reflektif. Brooks menyebut kondisi ini sebagai “doom loop of meaning,” lingkaran setan yang membuat orang sulit menemukan makna hidup. Inilah yang berkontribusi pada meningkatnya angka depresi dan kecemasan.

 

4. Bosan Adalah Latihan Mental

Seperti olahraga untuk tubuh, membiarkan diri merasa bosan adalah latihan untuk otak. Brooks menyarankan untuk berani melakukan aktivitas tanpa gangguan gawai: berolahraga tanpa musik, berkendara tanpa radio, atau sekadar duduk tanpa menggulir layar. Semakin sering melatih diri, semakin mudah menikmati hal-hal sederhana di sekitar, termasuk pekerjaan dan hubungan pribadi.

 

5. Ide Terbaik Sering Lahir dari Kebosanan

Siapa sangka, momen “kosong” justru bisa menjadi ruang kreatif. Banyak orang melaporkan ide paling brilian muncul saat sedang berjalan kaki, mandi, atau menunggu tanpa gangguan. Tanpa banjir informasi dari ponsel, otak punya kesempatan untuk menyusun potongan-potongan pengalaman menjadi gagasan baru yang segar.

 

6. Ritual Anti-Gadget Bisa Jadi Penyelamat

Brooks sendiri menerapkan beberapa aturan ketat di rumah, seperti tidak ada perangkat setelah pukul 7 malam, tidak tidur dengan ponsel di samping, dan bebas gawai saat makan bersama keluarga. Selain itu, ia rutin melakukan “puasa media sosial” untuk menenangkan dorongan adiktif yang selalu ingin mengecek notifikasi. Awalnya sulit, tetapi lama-lama tubuh dan pikiran terasa lebih ringan.

 

7. Kita Tidak Akan Kehilangan Apa Pun

Kekhawatiran terbesar saat meletakkan ponsel biasanya adalah takut ketinggalan informasi penting. Padahal, sebagian besar yang kita anggap “darurat” hanyalah rasa cemas palsu. Kabar di media sosial, gosip online, atau update politik detik demi detik bukanlah kebutuhan vital. Seperti kata Brooks, kakek-nenek kita dulu hidup baik-baik saja tanpa harus tahu berita terbaru setiap menit.

 

Bagaimana Memulainya?

Langkah kecil bisa dimulai dengan berani menunggu tanpa membuka layar, membatasi notifikasi hanya untuk kontak darurat, atau memberi jeda digital setidaknya satu jam sebelum tidur. Awalnya mungkin membuat gelisah, namun lama-kelamaan tubuh akan beradaptasi.

Dengan begitu, rasa bosan bukan lagi musuh, melainkan kesempatan untuk menemukan ide, refleksi, dan bahkan kebahagiaan yang lebih otentik. Bosan ternyata bukan tanda kekosongan hidup, melainkan ruang penting yang sering kita tutup dengan distraksi. Belajar menikmatinya dapat membantu otak beristirahat, menumbuhkan kreativitas, serta membawa kita pada jawaban atas pertanyaan yang lebih besar tentang tujuan hidup. (NJ)