Tegas! Syarief Hasan Minta Pemerintah Harus Beri Perlindungan terhadap WNI di Luar Negeri

Jakarta, obsessionnews.com - Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan atau yang populer dengan nama Syarief Hasan dengan tegas meminta kepada pemerintah untuk memberi perhatian dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang di luar negeri secara maksimal. Perlindungan kepada WNI di luar negeri bukan hanya pada para TKI, tetapi juga perlindungan terhadap WNI yang mendapat perlakuan rasisme di luar negeri. Baca juga:Kuatkan Demokrasi Indonesia, Syarief Hasan Sabet Penghargaan Tokoh Reformasi ParlemenSyarief Hasan Mengaku Beruntung Dibimbing SBYSyarief Hasan Sebut Nama-nama yang Terlibat dalam Isu Kudeta AHY “Dalam alinea keempat konstitusi kita sudah ditegaskan bahwa pemerintah harus melindungi seluruh bangsa dan negara Republik Indonesia. Karena itu di mana pun WNI berada harus mendapat perlindungan dari pemerintah secara maksimal,” kata Syarief dalam Diskusi Empat Pilar MPR yang mengangkat tema “Sentimen Rasisme di Amerika Serikat. Bagaimana Nasib Warga Negara Indonesia di Amerika Serikat” di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (29/3/2021), seperti dikutip dari situs MPR RI. Diskusi ini juga menghadirkan narasumber anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Christina Aryani. Halaman selanjutnya Pekan lalu dua WNI di Philadelphia, Amerika Serikat, menjadi korban aksi penyerangan dari lima orang tak dikenal. Aksi ini dipicu motif rasisme anti-Asia di negara adidaya itu. Perlakuan rasis terhadap warga Asia di AS makin membesar. Ini diawali dengan stigma bahwa kelompok Asia yang membawa dan menyebarkan Covid-19. Terakhir terjadi aksi penembakan di beberapa spa Asia di Atlanta yang menewaskan 8 orang. Syarief mengungkapkan, sejak tahun 2011 sudah terjadi puluhan ribu aksi rasis terhadap orang Asia. Dalam kasus WNI penanganan aksi rasis itu hanya mencapai 68 sampai 73%. Artinya, tidak semua kasus rasisme dapat ditangani dengan baik. Sebenarnya sudah ada tindaklanjut secara bilateral maupun multilateral yang diatur dalam banyak UU seperti UU No. 1 Tahun 1982 tentang Konvensi Wina, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Luar Negeri. “Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya supaya pemerintah kita bisa melindungi WNI yang berada di luar negeri. Kita sering mengidentikan perlindungan WNI dengan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri. Sebenarnya bukan hanya TKI. Seharusnya perlakuan negara-negara tertentu kepada WNI juga harus mendapat perhatian,” papar politisi Partai Demokrat ini. Halaman selanjutnya Untuk itu dia mendorong para duta besar (Dubes) untuk memahami kondisi, sejarah, geografis, dan masyarakat di negara tempat bertugas. Sehingga Dubes bisa memahami dan tidak hanya memberi perhatian pada masalah ekonomi dan diplomatik, tetapi juga peduli pada perlindungan WNI. “Kita memberikan tugas tambahan kepada dubes-dubes untuk memberi jaminan keselamatan WNI di negara bersangkutan,” tegasnya. Selain itu Syarief juga akan menyuarakan untuk menaikkan anggaran Kementerian Luar Negeri. “Persoalan ini juga menyangkut masalah anggaran. Anggaran kita sangat terbatas. Kelemahan di kedubes-kedubes kita adalah menyangkut anggaran. Kita selalu menyuarakan agar anggaran Kementerian Luar Negeri dinaikkan sehingga bisa memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri secara adil. Soal anggaran ini juga harus menjadi perhatian,” tuturnya. Syarief mengakui perlakuan rasisme memang sering terjadi di sebuah negara. “Tetapi, yang penting adalah bagaimana kita bisa melindungi warga negara kita. Ini harus menjadi perhatian,” ucapnya. Halaman selanjutnya Sementara itu anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Christina Aryani menyebukan aksi rasisme di AS telah menimbulkan ketakutan. Aksi rasisme itu tidak hanya dialami WNI tetapi warga keturunan Asia lainnya. “Sentimen rasisme sebenarnya bukan hal baru yang terjadi di AS. Sejak tahun 1800 rasisme sudah ada,” ujarnya. Christina memaparkan rasisme terhadap warga Asia sudah ada sejak pembangunan rel kereta api yang mempekerjakan orang-orang dari Tiongkok. Sejak itu muncul ketidaksukaan terhadap orang Tiongkok. Bahkan sempat terjadi 150 kali kerusuhan dan pembakaran pemukiman warga Tiongkok. “Ini tidak pernah hilang. Dan sentimen itu muncul kembali saat Presiden Donald Trump menyebutkan Covid-19 sebagai Chinese Viruses. Secara tidak langsung pernyataan ini kembali membangkitkan sentimen rasisme terhadap warga Asia khususnya Tiongkok,” ujarnya. Untuk memberi perlindungan terhadap WNI di luar negeri, Christina mengatakan perlunya diplomasi perlindungan. “Dalam fit and proper test dubes, diplomasi perlindungan terhadap WNI juga menjadi perhatian Komisi I. Kita menjadi pengawas apa yang dilakukan Kemenlu,” kata anggota Komisi I DPR ini. (mpr/red/arh)