Selasa, 30 April 24

Christine Hakim Banggakan Nama Bangsa di Dunia Film Internasional

Christine Hakim Banggakan Nama Bangsa di Dunia Film Internasional
* Seorang ikon dalam perfilman Indonesia Christine Hakim. (Foto: Fikar Azmy/obsessionnews.com)

Obsessionnews.com – Seorang ikon dalam perfilman Indonesia Christine Hakim semakin meraih ketenaran yang luas dalam industri film, bahkan hingga ke kancah internasional. Debutnya dalam film “Sleeping Man” pada 1996 menjadi langkah awal menuju pengakuan dunia.

Film produksi Jepang yang disutradarai oleh Kohei Oguri ini menceritakan kisah seorang pria yang berada dalam kondisi koma dan harus dirawat oleh tetangganya setiap hari. Dalam film ini, Christine beradu akting dengan aktor senior Korea Selatan, Sung-Ki Ahn, memperkuat reputasinya di mata internasional.

Tahun berikutnya, Christine memerankan karakter Suti, seorang perempuan pribumi dalam film Belanda berjudul “De Gordel van Smaragd.” Peran-peran internasionalnya terus mengukuhkan posisinya sebagai seorang aktris multibakat yang mampu beradaptasi dengan berbagai budaya dan bahasa.

Namun, salah satu puncak kariernya dalam perfilman internasional adalah perannya dalam film “Eat Pray Love.” Film ini merupakan adaptasi dari buku terkenal berjudul sama karya Elizabeth Gilbert. Christine berperan sebagai Wayan, sahabat karakter utama Elizabeth Gilbert yang diperankan oleh Julia Roberts saat Elizabeth Gilbert berkunjung ke Bali. 

Film ini menjadi sukses secara finansial dengan pendapatan lebih dari $204,6 juta atau sekitar Rp3 triliun di seluruh dunia, meskipun dibuat dengan anggaran sekitar $60 juta atau sekitar Rp890 miliar. Peran Christine dalam film ini mengukuhkan reputasinya sebagai aktris berkelas dunia.

Tidak hanya itu, Christine juga meraih apresiasi untuk perannya dalam serial “The Last of Us,” yang ditayangkan di HBO. Serial ini mengisahkan tentang wabah infeksi mematikan yang telah menghancurkan sebagian besar peradaban modern.

Dalam episode kedua dari serial ini, Christine memerankan karakter seorang profesor mikologi asal Jakarta, Indonesia, yang bernama Ratna Pertiwi. Keputusan sutradara untuk memilih Indonesia sebagai latar belakang cerita ini menjadi suatu langkah berani, dan Christine berperan dengan apik dalam membawa elemen budaya Indonesia ke dalam cerita internasional.

Christine sendiri mengungkapkan bahwa selama masa karantina di Kanada, ia menyaksikan Indonesia menerima respons positif dalam menghadapi pandemi Covid-19. Keberhasilan Indonesia dalam menangani krisis kesehatan ini mungkin juga menjadi salah satu faktor yang mendukung keputusan sutradara dalam memilih Indonesia sebagai setting cerita dalam “The Last of Us.”

Dengan berbagai peran internasionalnya yang beragam, Christine terus membanggakan nama Indonesia di kancah perfilman dunia. (Poy)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.