Selasa, 30 April 24

Strategi Percepatan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS)

Strategi Percepatan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS)
* MenteriLingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya.

Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jumat, 19 Januari 2018. Sebagai  rangkaian akhir diskusi Environmental Outlook 2018, dibahas outlook dengan  tema “Strategi Percepatan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS)”.

“Langkah percepatan perlu kita lakukan, kegiatan utamanya pada kegiatan verifikasi lapangan. Yang penting disini berarti kerja lapangannya dan diantaranya terkait juga dukungan daerah dan lapangan melalui Pokja PS, dst. Konsep kebijakan   Perhutanan Sosial  atau PS yang ditegaskan bapak Presiden pada Rataskab tanggal 21 September 2016 pertanda ditetapkan kebijakan tersebut sebagai bagian dari langkah penataan ekononi secara berkeadilan. Sasaran akhir kebijakan Perhutanan Sosial adalah untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan,” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.

Lebih jauh Menteri Siti menjelaskan bahwa indikatornya adalah gross margin yang diterima oleh petani per KK  sebagai contoh dan dalam excercise analisis misalnya sedikitnya sekitar  Rp 2 sampai Rp 2,4 juta per bulan. Indikator lain tersedianya lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja, dan dengan Perhutanan Sosial  secara  cluster ekonomi  akan hadir dan berkembang  pusat-pusat ekonomi domestik sehingga ada pertumbuhan ekonomi wilayah.

Untuk mewujudkan hal tersebut, yang menjadi instrumennya yaitu akses kawasan berupa perizinan dan kemitraan, pembinaan kelompok tani/masyarakat, investasi, serta akses fasilitasi pendampingan berupa bibit dan kredit dan lain-lain.

Menteri Siti Nurbaya menyampaikan bahwa target 12,7 juta Ha program Perhutanan Sosial, dari usulan semula 30 juta Ha, merupakan target yang diproyeksikan menyeluruh untuk bisa  mencapai keadilan.

“Apabila hitungan 12,7 juta Ha tercapai, maka jumlah tersebut merupakan 31% dari total konfigurasi  alokasi izin kawasan hutan antara izin untuk korporat dan izin untuk rakyat. Kita akan angkat porporsi untuk rakyat  dan di sisi lain bisnis korporat bisa berjalan bergandengan, karena korporat bisa menjadi bagian dari usaha hutan sosial yaitu sebagai offtaker. Disinilah konfigurasi  bisnis barunya yang sudah sejak Oktober selalu saya berikan gambarannya kepada dunia usaha. Hingga pertengahan Januari 2018 sudah 1,4 juta ha atau kira-kira 7% dari konfigurasi alokasi perizinan kawasan hutan dari posisi awal hanya 4 %. Kalau target realistis  sampai dengan tahun 2019 seluas 4,3 sd 5,2 juta hektar bisa dipenuhi maka komposisi itu akan lebih bagus lagi untuk rakyat yaitu  sekitar 13%,” tuturnya.

Menteri Siti Nurbaya juga menyampaikan pentingnya pembinaan dan pendampingan ekonomi lokal dan domestik dalam program Perhutanan Sosial.

“Kemitraan tidak mudah dalam implementasinya. Sampai dengan sekarang setidaknya saya sudah melihat dan menemui 70 an lokasi  atau bahkan bisa 100 an.  Pada pengamatan di 26 spot  saat program ini dirancang, jelas memerlukan pendampingan aktivis dalam kurun waktu yg cukup panjang. Ada 8 tahun, hingga 10 tahun pendampingan.”

Pendampingan yang utama dalam pembentukan dan penguatan kelembagaan serta menjembatani antara kebutuhan rakyat dan fasilitasi pemerintah. Pendampingan kelembagaan bahkan begitu maju dalam bentuk upaya kelompok membangun aturan main sendiri dengan kearifan lokal yang dimiliki.

Disampaikan Siti Nurbaya bahwa KLHK akan melakukan percepatan realisasi perizinan hutan sosial dimana saat ini kecepatan realisasi lebih kurang 120.000 ha per bulan untuk dipercepat hingga mencapai 170.000 hektar per tahun tanpa mengabaikan aspek pendampingan. Untuk percepatan  itu akan dilakukan detasering  dan perlu dipertimbangkan untuk penguatan koordinasi dalam dukungan berbagai aspek melalui  wadah koordinasi lintas  Dirjen di K/L.

Dari hasil diskusi dan paparan narasumber, dihasilkan sejumlah rekomendasi upaya percepatan pencapaian target Perhutanan Sosial. Diantaranya perlu disusun instrumen kebijakan perencanaan dan penganggaran percepatan perhutanan sosial yang dianggarkan melalui APBD Provinsi. Disamping itu, perlu ada dorongan instrumen fiskal daerah sebagai sumber pendanaan bagi pemerintah provinsi untuk melaksanakan kegiatan perhutanan sosial yang dilaksanakan pemerintah provinsi hingga ke daerah kabupaten/kota. Pemerintah juga perlu memperluas cakupan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) sub bidang kehutanan untuk penyediaan fasilitas kegiatan pendampingan dan pengembangan perhutanan sosial.

Selain itu, Perhutanan Sosial dapat bersinergi dengan program dan kegiatan di K/L terkait lainnya sehingga pendanaan dan implementasinya bisa dipercepat. Begitu juga dengan pemerintahan desa yang di danai melalui Dana Desa (DD) untuk kebutuhan memfasilitasi penyiapan areal dan pengembangan hutan desa.

Dan yang tidak kalah penting yaitu mengoptimalkan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan Perhutanan Sosial, mulai dari penyiapan, proses izin hingga pasca izin, serta akses pembiayaan dan akses pasar.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Prof. Muchtar Effendy Harahap (Akademisi), Siti Nurbaya menegaskan dan konfirmasi bahwa kebijakan Perhutanan Sosial memiliki 5 values (nilai), yaitu pertama pemanfaatan untuk kesejahteraan, apakah itu hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan; partisipasi masyarakat; respect to ecology and function of nature (respek terhadap ekologi dan fungsi alam); konservasi dan perlindungan hutan, suksesi keseimbangan/homeostasis;  serta kesadaran untuk preservasi, restorasi dan rehabilitasi.

Tidak lupa dalam kesempatan ini, Menteri Siti Nurbaya juga menyampaikan apresiasinya kepada para aktivis dan semua pihak yang telah mendukung program Perhutanan Sosial. Pada diskusi outlook tersebut Siti Nurbaya juga menyampaikan apresiasi kepada narasumber, jurnalis, dan semua yang hadir.

Pada kesempatan tersebut, delapan orang narasumber menyampaikan materi mengenai RAPS sesuai dengan latar belakang masing-masing. Diantaranya yaitu Prof. Dr. San Afri Awang (Akademisi), Prof. Muchtar Efendi Harahap (Akademisi), Nur Amalia (Pokja RAPS), Siti Fikriya (SEKBER PS), Dahniar Andriani (HUMA), Gunawan Wijaya (Indonesia Light Wood Association), Dede Purwansyah (Sampan Borneo), Herman Supriyanto (Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan). (Humas Kementerian LHK)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.