Lika-liku Maqdir Ismail

Obsessionnews.com - Maqdir Ismail nampak gelisah ketika ditemui di kantornya belum lama ini. Dia khawatir penegakkan hukum di Republik semakin sewenang-wenang. Pemicunya hanya dua: aparatur yang tidak profesional dan tingginya kepentingan politik. Kepedulian Maqdir terhadap perkembangan hukum boleh jadi dipicu dari pengalaman getir. Maqdir yang memiliki rekam jejak aktivis merasakan betul betapa menakutkannya hukum kalau dijadikan alat kepentingan penguasa. Baca juga: Maqdir Ismail Sebut Kasus Wahyu Perbedaan Tafsir KPU Atas Putusan MA Sewaktu menjadi aktivis di Yogyakarta, Maqdir sempat ditahan lantaran memimpin demonstrasi. Ketika bergabung dalam Petisi 50, teror hingga dikucilkan karena kepentingan rezim turut dirasakan Maqdir. "Ketika mahasiswa saya juga sempat mengalami proses hukum itu, sehingga saya bisa merasakan dan bisa melihat bagaimana hukum ditegakkan," kata Maqdir, ketika ditemui Obsessionnews.com akhir Juni 2024. Memulai karier advokat dengan menjadi pengacara publik pada 1980, Maqdir merasa penegakkan hukum sekarang ini menunjukkan gejala kembali pada era orde baru. Hak asasi manusia (HAM) tak lagi diperhitungkan. Maqdir menjadikan kasus penggeledahan dan penyitaan yang dialami Kusnadi, staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sebagai salah satu contohnya. Cara penyidik KPK menggeledah Kusnadi hingga menyita dua unit ponsel milik Hasto dan sebuah buku catatan tak ubahnya zaman Kopkamtib bercokol pada era orde baru. Baca juga:Staf Minta Perlindungan LPSK, Hasto Siap Diperiksa KPK Lagi Dia mempertanyakan mengapa KPK bisa memeriksa Hasto sebagai saksi namun diperlakukan seperti tersangka. Mengapa Kusnadi yang mendampingi Hasto harus digeledah dengan cara tak wajar dengan menjebak. "Sepertinya (hukum) sama buruknya dengan zaman dulu, waktu masih ada Kopkamtib, ada Laksus zaman dulu. Kita kan enggak mau kembali ke situ. Kita ini kan mestinya ada progres ke depan," keluhnya. "Apapun kegunaan KPK misalnya, mereka itu kan adalah untuk menegakkan hukum, bukan untuk melanggar hak orang. Ini yang harus kita lihat ke depan. Apalagi, misalnya, berkenaan dengan penegakkan hak-hak politik," lanjutnya. Penegakkan HAM Kepedulian Maqdir terhadap masa depan hukum Indonesia bukan hanya diketahui dari kegigihannya dalam mengawal banyak perkara. Mulai dari kasus kriminalisasi Antasari Azhar, menangani perkara persilihan suara di Mahkamah Konstitusi (MK), maupun banyak kasus korupsi yang ditangani KPK maupun kejaksaan. Maqdir ingin politik-hukum di Indonesia dibangun dengan memerhatikan perkembangan zaman. Keinginan ini diwujudkan dengan langkahnya maju Pileg 2024 dari PDIP. Dia berlaga Dapil DKI Jakarta III yang meliputi Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Maqdir memiliki misi khusus ke Senayan memantau pembahasan Rancangan KUHAP (R-KUHAP) yang perlu dibahas secara matang, setelah DPR mengundangkan Rancangan KUHP. Dia menilai banyak poin krusial yang perlu dipelototi dari R-KUHAP. Baca juga: Saksi Ahli Sebut OTT Tak Diatur dalam KUHAP di Persidangan I Nyoman Dhamantra Menurutnya, R-KUHAP harus membatasi ruang penegak hukum agar tidak sewenang-wenang. Tujuannya untuk menegakkan HAM. Hukum acara harus disusun untuk menutup cara-cara aparat melakukan praktik-praktik lancung. Singkatnya, penyidik jangan mudah menersangkakan orang. Sikap Maqdir yang demikian, selaras dengan adagium hukum populer, "Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah". Artinya cara-cara atau proses penegakkan hukum tidak boleh mencederai asas hukum itu sendiri. Maqdir memiliki usul yang mungkin terdengar kontroversial. Dia meminta syarat subjektif penyidik dalam melakukan penahanan dihapus. Penahanan bisa dilakukan hanya untuk perkara-perkara tertentu dalam kejahatan yang brutal. Sesuai dengan aturan KUHAP, penyidik memiliki syarat subjektif melakukan penahanan dengan alasan agar tersangka tidak lari, tidak menghilangkan alat bukti dan mengulangi kejahatan. "Hukum acara itu adalah aturan yang mengurangi kewenangan mereka (aparat penegak hukum)," kata dia. Maqdir meminta penahanan lebih baik dilakukan berdasarkan putusan hakim, setelah tersangka dinyatakan terbukti melanggar pidana. Dia merujuk pada sistem hukum di Belanda. "Orang sudah menjadi tersangka saja sebagian haknya itu sudah hilang. Apalagi sudah ditahan. Dan nanti belum tentu bersalah kan? Cukup banyak orang yang kemudian dibebaskan tetapi sudah ditahan terlebih dahulu," ujarnya. Rupanya untuk menuju Senayan tidak mudah. Dari sekian banyak advokat yang berlaga pada Pileg 2024 di DKI, hanya satu nama saja lolos ke parlemen. Maqdir harus gigit jari dan merasakan betul sulitnya meyakinkan rakyat untuk memilih. "Saya datang siang, malamnya langsung bersih," tuturnya mengeluhkan praktik kecurangan kampanye. Langkahnya menuju Senayan bolah saja kandas. Namun Maqdir masih bisa fokus mengawal proses hukum sebagai advokat. Karena hukum harus ditegakkan sekalipun langit runtuh. Fiat justitia ruat coelum. (Erwin)