HNW Kritik Pernyataan Yaqut Berpotensi Memecah Belah Ormas-ormas Islam di Indonesia

HNW Kritik Pernyataan Yaqut Berpotensi Memecah Belah Ormas-ormas Islam di Indonesia

Jakarta, obsessionnews.com- Yaqut Cholil Qoumas adalah kader Nahdlatul Ulama (NU). Ia bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai politik yang kelahirannya dibidani oleh NU. Pada Pemilu 2019 melalui kendaraan PKB dia terpilih menjadi anggota DPR RI masa bakti 2019-2024.

Pada 23 Desember 2020 Yaqut diberi kepercayaan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Menteri Agama (Menag) di Kabinet Indonesia Maju. Yaqut menggantikan posisi Fachrul Razi.

Saat ini Yaqut tengah menjadi sorotan publik terkait pernyataannya bahwa Kementerian Agama (Kemenag) hadiah untuk NU. (Baca: Menghebohkan! Menteri Yaqut Sebut Kemenag Hadiah untuk NU)

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) prihatin dengan wacana mengklaim atau malah membubarkan Kemenag akibat dari pernyataan dari  Yaqut.

Baca juga:

PBNU Nilai Menteri Yaqut Tidak Bijaksana Tentang Kemenag Hadiah untuk NU

Ini Klarifikasi Yaqut tentang Kemenag Hadiah untuk NU

Ini Klarifikasi Yaqut tentang Kemenag Hadiah untuk NU

Ketua Umum PAN Kritik Menag Yaqut Soal Kemenag Hadiah untuk NU

Menag Yaqut dan Kemenag Hadiah untuk NU

Halaman selanjutnya

HNW mengingatkan agar para pejabat dan umat termasuk kalangan santri mengkaji lebih dalam sejarah dan peran serta para ulama pejuang dan bapak-bapak bangsa, termasuk yang terkait dengan latar belakang berdirinya Departemen Agama, yang kemudian menjadi Kementerian Agama. Dan dengan informasi sejarah yang itulah para santri dimotivasi. Fakta sejarahnya Kemenag yang semula ditolak, kemudian disetujui itu diperjuangkan oleh tokoh-tokoh bangsa dari beragam latar belakang, untuk mengurusi agama secara spesifik, dan untuk menjadi milik bangsa Indonesia secara umum. Dan merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan para pendiri bangsa, bahwa finalnya Pancasila adalah dengan menerima kompromi sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal ini disampaikannya untuk mengkritisi pernyataan Yaqut beserta klarifikasinya dan polemik yang berkembang, terkait pernyataan kontroversialny bahwa keberadaan Kemenag adalah hadiah untuk NU, bukan untuk umumnya umat Islam.

Halaman selanjutnya

HNW mengatakan, pernyataan Yaqut tersebut sekalipun  dilakukan dalam forum internal, tapi dipublikasikan, tidak sejalan dengan spirit inklusivitas dan moderasi Islam yang selalu disuarakan oleh Yaqut. Juga tidak sesuai dengan semangat pernyataan bahwa dirinya bukan Menteri Agama Islam, tapi menteri untuk semua agama. Karena klarifikasi dari pernyataan tersebut tidak cukup memadai untuk mengoreksi dampak potensi terjadinya eksklusivitas yang bisa mengarah kepada laku yang tidak moderat, dan berpotensi memecah belah ormas-ormas Islam di Indonesia yang tokoh-tokohnya dahulu juga terlibat dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan(BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terkait Piagam Jakarta, juga persidangan di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).  Seperti KH Soleh Suaidy (Al-Irsyad/Masyumi), KH Abu Dardiri (Muhammadiyah/Masyumi) dari KNI Banyumas yang usulannya untuk menghadirkan Kemenag didukung olh M Natsir (Persis/Masyumi), Dr Mawardi, M Karto Soedarmono (KNIP). Usulan mereka bisa mengalahkan argumentasi J Latuharhari dan Ki Hajardewantoro, dan lain-lain yang menolak adanya kementerian yang khusus mengurusi agama.

Halaman selanjutnya

Menurut HNW, mestinya inilah yang disampaikan kepada para santri untuk memotivasi mereka, bahwa sikap gigih memperjuangkan hadirnya Kemenag, serta kenegarawanan dan sikap inklusif dari tokoh-tokoh NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, maupun dari partai Islam Masyumi, membuat mereka bisa berjuang bersama, sehingga Presiden Soekarno pun akhirnya menyetujui diadakannya Departemen (Kementerian) Agama.

Sikap kenegarawan, inklusivitas dan ukhuwah, toleransi, serta kemampuan untuk sukses bekerja sama seperti ini, yang mestinya diajarkan dan disampaikan kepada para santri, baik yang bacaannya kitab kuning maupun kitab  putih, baik dalam forum internal maupun eksternal. Karenanya wajar kalau pernyataan kontroversial Yaqut tersebut dikoreksi oleh pimpinan dan sesepuh NU, dan lain-lain.

Halaman selanjutnya

“Sekjen PBNU KH Helmi Faishal Zaini dan Ketua MUI berlatar belakang NU, yakni KH Chalil Nafis, secara terbuka sudah mengoreksi statemen bahwa Kemenag sebagai hadiah untuk NU tersebut. Reaksi kritis juga disampaikan oleh tokoh-tokoh dari MUI, Muhammadiyah dan omas-omas Islam lainnya, juga dari kampus dan dari Partai-Partai, seperti PPP, Gerindra dan PKS,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (26/10/2021).

HNW menjelaskan apabila merujuk ke beberapa literatur sejarah, Presiden Soekarno memang pernah menunjuk KH Wahid Hasyim dari NU sebagai Menteri Negara urusan Agama pada 19 Agustus 1945 hingga 14 November 1945.

“Tapi dalam periode itu Departemen yang khusus mengurusi agama belum ada, karena masih ditolak oleh beberapa pihak seperti J Latuharhari maupun  Ki Hajar Dewantara. Tapi kemudian Presiden Soekarno menyetujui adanya Departemen Agama, setelah diperjuangkan oleh beberapa anggota KNIP dari Partai Masyumi dan dari ormas Al Irsyad, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain,” kata HNW.

Halaman selanjutnya

Pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No. 1/S.D. pada 3 Januari 1946 yang memutuskan mengadakan  Departemen (nanti menjadi menjadi Kementerian) Agama dan mengangkat HM Rasyidi, yang dikenal sebagai tokoh dari Muhammadiyah, sebagai Menteri Agama yang pertama sesudah diresmikannya Departemen Agama. Hari itulah, 3/1/1946, yang ditetapkan menjadi hari lahir Departemen (Kementerian) Agama, yang setiap tahunnya diperingati di Kemenag.

HNW mnerangkan,a Presiden Soekarno yang membuat Ketetapan adanya Departenen Agam, maupun para pengusulnya di KNIP, serta HM Rasyidi tokoh Muhammadiyah yang diangkat Presiden Soekarno sebagai Menag.  Bahkan KH Wahid Hasyim yang sebelum didirikannya Departemen Agama diangkat oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Negara urusan Agama, tidak pernah mengklaim baik dalam forum tertutup maupun terbuka, bahwa Departemen Agama adalah hadiah khusus untuk ormas tertentu, dan bukan untuk umumnya umat Islam. - Namun, mereka memperjuangkan dan menyepakati adanya Departemen Agama, agar agama dan umat beragama di Indonesia dapat diurusi oleh departemen/kementerian secara tersendiri.

“Jadi yang paling utama adalah merelasasikan tujuan dihadirkannya Departemen Agama bukan klaim hadiah khusus untuk ormas tertentu yang memantik tuntutan agar Kemenag dibubarkan saja. Kenegarawanan para bapak bangsa dan para menteri agama pada zaman perjuangan itulah yang menghadirkan sikap negarawan inklusif, toleran, moderat dan berukhuwah," tegas HNW.

Halaman selanjutnya

Terbukti, lanjutnya, bahwa parauUlama dan santri dari beragam ormas dan orpol Islam bisa menerima latar belakang Menteri Agama yang juga beragam, tidak khusus dari ormas tertentu saja. Ada dari Muhammadiyah, NU, Syarikat Islam, bahkan dari partai politik seperti Masyumi. Belakangan bahkan juga ada dari intelektual kampus, juga yang dari TNI. Mereka bisa saling menghormati, bukan saling mengklaim atau menegasikan.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, sangat jelas dan diakui peran tokoh-tokoh NU memang sangat besar dalam pembentukan Indonesia Merdeka, dengan Pancasila, UUD NRI 1945, maupun NKRI-nya. Namun, HNW menegaskan, tokoh NU yang aktif dalam rapat-rapat di BPUPK, Panitia 9 yg menghadirkan Piagam Jakarta, maupun PPKI yag menyepakati rumusan final Pancasila (18/8/1945) adalah KH Wahid Hasyim, putra Hadhratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari, bukan KH Wahab Hasbullah sebagaimana disebutkan oleh Menag Yaqut.

Halaman selanjutnya

“Saya sering kali menyampaikan ini dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, bahwa peran ulama dari NU sangat diakui;termasuk KH Wahid Hasyim, dan KH Hasyim Asyari serta KH Wahab HasbuLlah, beserta tokoh Islam dari Ormas lainnya seperti, KH Kahar Mudzakkir, Ki Bagus Hadikusumo atau Kasman Singodimedjo(Muhammadiyah), H Agus Salim, H Abikusno Cokrosuyoso, M Natsir(Partai Masyumi) dan tokoh nasional atau bapak-bapak bangsa lainnya. Mereka sekalipun berlatar belakang ormas Islam dan parpol Islam berbeda, bisa bahu-membahu memperjuangkan diadakannya Departemen Agama. Itu juga pelaksanaan terhadap penerimaan umat bahwa sila pertama dari Pancasila yang merupakan dasar negara yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” tandas HNW.

Halaman selanjutnya

Dia menambahkan, para tokoh nasional itu sudah berhasil, dan mestinya para santri dicerahkan dengan sejarah ini. Dan para pejabat, termasuk Menag, menjadi teladan untuk melaksanakannya, baik dalam ungkapan maupun dalam kebijakan. Agar kehadiran Kementerian Agama betul-betul bisa merealisasikan tujuan kehadirannya.

“Sehingga membawa manfaat yang luas dan mendasar untuk semua agama dan umat beragama, agar berkontribusi maksimal realisasikan cita-cita proklamasi dan reformasi. Agar tidak malah menjadi sumber kegaduhan dengan klaim dan polemik yang tidak diperlukan oleh santri, umat beragama maupun NKRI, apalagi kini juga terdampak akibat pandemi covid-19,” tutur HNW. (arh)