Tidak Shalat Selama Bertahun-tahun, Apakah Harus Mengganti?

Oleh: Ustadz dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D., Pengemban Dakwah Seseorang pernah tidak shalat sama sekali selama tiga tahun, karena dia berada dalam kondisi akhlak yang paling bejat ketika itu. Belum lama ini, Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya kepada dirinya untuk bertaubat, dan dia berharap ini adalah taubat nasuha. Orang itu pun mulai shalat berjamaah di masjid, dan dia tinggalkan semua hal yang bisa merusak agamaku, serta semua hal yang bisa merusak akhlak dan perilakuku. Untuk shalat yang tidak dia kerjakan selama tiga tahun tersebut, apakah dirinya harus menggantinya (qadha’)? Lalu, bagaimanakah (qadha’-nya)? Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala. Tidak ada kewajiban qadha’ untuk orang tersebut dengan dua alasan: Pertama: Meninggalkan shalat adalah perbuatan yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam, sehingga status orang tersebut adalah kafir, menurut pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Pendapat ini didukung oleh dalil-dalil tegas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berdasarkan hal ini, kembalinya dirimu ke dalam Islam (dengan melaksanakan shalat, pen.), telah menghapus (dosa) yang telah lalu, sesuai dengan firman Allah Ta’ala, قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu” (QS. Al-Anfal [8]: 38). Kedua: Barangsiapa yang meninggalkan satu jenis ibadah yang sudah ditentukan waktunya, sampai keluar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut (sampai batas waktunya berahir, pen.), tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan oleh syariat (tanpa udzur syar’i), kemudian dia bertaubat, maka dia tidak perlu meng-qadha’ ibadah yang telah dia tinggalkan tersebut. Hal ini karena ibadah yang ditentukan waktunya tersebut, sudah dibatasi waktu awal dan waktu akhir untuk melaksanakannya. Telah valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718). Hal ini juga tidak bisa disanggah dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا “Barangsiapa yang lupa (tidak) mengerjakan shalat (sampai waktunya habis, pen.), maka shalatlah ketika sudah ingat” (HR. Bukhari no. 597). (Tidak pula bisa disanggah) dengan firman Allah Ta’ala, وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185). Karena penundaan (qadha’) pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut (sehingga dilaksanakan di luar waktu yang sudah ditentukan, pen.) adalah karena udzur syar’i. Mengganti (qadha’) ibadah di luar waktunya karena ada udzur syar’i itu dinilai sama dengan melaksanakan ibadah tersebut pada waktunya dalam hal ganjaran dan pahala. Berdasarkan penjelasan ini, Engkau tidak perlu mengganti shalat yang telah ditinggalkan selama tiga tahun tersebut, sebagaimana yang telah Engkau sebutkan. ***