Jumat, 26 April 24

PBB, Publik Dunia dan Genosida Rohingya

PBB, Publik Dunia dan Genosida Rohingya

Komisaris tinggi HAM PBB menyatakan bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) harus melimpahkan kasus kejahatan yang dilakukan pemerintahan Myanmar terhadap Muslim Rohingya ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC).

Menurut Zeid Ra’ad Al Hussein, jika dugaan kuat mengenai genosida (pembunuhan besar-besaran secara berencana) terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar terbukti, maka pihak yang paling berkompeten menangani masalah tersebut adalah ICC.

Pejabat Tinggi HAM PBB ini menyerukan supaya otoritas Myanmar mengizinkan utusan khusus PBB memasuki Rakhine supaya mereka bisa meninjau dari dekat krisis yang menimpa Muslim Rohingya dan mempelajari kemungkinan ada atau tidaknya genosida (pemusnahan/di wilayah itu.

Pada 25 Agustus 2017 terjadi serangan yang dilakukan tentara bersama ekstremis Budha terhadap minoritas Muslim Rohingya di provinsi Rakhine. Dilaporkan lebih dari enam ribu orang tewas, dan delapan ribu orang terluka, serta satu juta orang mengungsi untuk menyelamatkan diri.

Konflik tersebut bukan yang pertama kali terjadi. Para pejabat tinggi PBB dan lembaga internasional juga bukan pertama kalinya menyebut aksi kekerasan terhadap Rohingya sebagai genosida dan kejahatan perang. Tapi ironisnya, para pengusung bendera HAM di dunia tidak memperdulikan berbagai laporan mengenai pelanggaran HAM tersebut. Pasalnya, hingga kini mereka masih berpangku tangan tidak mengambil tindakan signifikan untuk menghentikan berlanjutnya kejahatan terhadap Rohingya. Sikap pasif negara-negara Barat menyebabkan pemerintah Myanmar semakin arogan dalam melanjutkan kejahatannya terhadap Rohingya.

Ironisnya, negara-negara Barat, terutama AS justru berteriak keras menyerang Presiden Filipina, Rodrigo Duterte yang sedang melancarkan operasi anti-narkotika di negaranya yang dikuasai mafia. Tapi pada saat yang sama memilih diam menyikapi berlanjutnya pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.

Berkaitan dengan masalah ini, William O. Beeman selaku ketua jurusan antropologi Universitas Minnesota mengungkapkan, “Saat ini Myanmar tidak memberikan keuntungan maupun manfaat strategis bagi kekuatan ekonomi besar dunia, terutama AS. Padahal, eksplorasi minyak pertama kali dilakukan di Myanmar, tapi kini kepentingan ekonomi bagi negara ini sedikit, bahkan nyaris tidak ada.”

Oleh karena itu, Muslim Rohingya berkeyakinan bahwa OKI harus memainkan peran lebih aktif untuk menyeret pemerintah Myanmar ke pengadilan pidana internasional. Selain itu, organisasi HAM internasional perlu didorong untuk melakukan investigasi independen mengenai kondisi Muslim Rohingya di Rakhine, sekaligus menekan pemerintah Myanmar supaya memperlakukan mereka sebagai warga negara yang diakui hukum.

Ketua Organisasi Nasional Arakan, Rohingya mengatakan, “Saat ini harus dibentuk komisi independen untuk menyelidiki pembunuhan Muslim di provinsi Rakhine Myanmar. Aksi represif dilakukan militer negara ini di berbagai desa, dan pembunuhan massal Muslim Rohingya hingga kini masih berlanjut,”.

Meskipun PBB menyebut Rohingya sebagai minoritas paling tertindas di dunia, tapi tindakan serius tetap tidak diambil oleh organisasi internasional ini untuk menekan pemerintah Myanmar. Oleh karena, pemulangan pengungsi Rohingya ke tanah airnya tanpa dibarengi dengan pemulihan keadaan sama halnya dengan memberikan kesempatan terulangnya kembali kejahatan sistematis terhadap minoritas Muslim Rohingya. (goal.com)

 

ddha. (bbc.com)

Baca Juga:

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.