Fahira Idris: Dialog, Solusi Polemik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

Jakarta, obsessionnews.com - Peraturan Mendikbudristek atau PermendikbudristekNomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi menjadi polemik hangat di masyarakat. Pro dan kontra atas kebijakan ini harus segera dicarikan titik temu agar Permendikbudristek ini benar-benar komprehensif, tidak multitafsir, berpihak kepada hak-hak korban dan mampu menjadi solusi efektif mencegah, menangani serta menghentikan praktik kekerasan seksual di kampus. Di sisi lain Permendikbudristek ini juga diharapkan menjadi perangkat aturan yang mempunyai daya dorong kuat untuk segera menghadirkan keadilan bagi para korban atau penyintas kekerasan seksual di kampus. Baca juga:Pandangan Kritis Majelis Nasional KAHMI terhadap Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021Berpotensi Melegalkan Perbuatan Zina, Hasan Basri Kririk Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021Permendikbudristek Legalkan Zina? Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, pihak yang pro maupun kontra terhadap Permendikbudristek ini sejatinya mempunyai semangat yang sama, yaitu mencegah dan menghentikan secepat mungkin praktik kekerasan seksual di kampus dan semua korban atau penyintas segara mendapat keadilan. Oleh karena itu polemik Permendikbud PPKS harus segera dicari solusinya terutama lewat dialog ke semua pemangku kepentingan. “Dialog dengan semua pemangku kepentingan akan menjadi cara yang efektif agar terjadi titik temu atas polemik yang terjadi saat ini. Dialog juga menjadi cara yang paling baik agar Permendikbudristek ini bisa lebih komprehensif dan efektif mencegah dan menangani praktik kekerasan seksual di kampus,” ujar Fahira Idris lewat keterangan tertulisnya yang diterima obsessionnews.com, Senin (15/11/2021). Menurut Fahira, terjadinya polemik atas Permendikbudristek ini menandakan praktik kekerasan seksual di kampus sudah menjadi keresahan publik luas, sehingga semua kalangan ingin lahir aturan yang benar-benar komprehensif untuk mencegah, menangani dan menghentikan praktik kekerasan seksual. Agar aturan tersebut komprehensif dan efektif, maka dalam proses penyusunannya harus membuka selebar-lebarnya pintu partisipasi publik. Ini penting agar lahir perangkat aturan yang memenuhi unsur filosofis, sosiologis dan yuridis. “Agar menjadi perangkat aturan yang efektif maka harus dipastikan bahwa landasan Permendikbudristek PPKS ini sudah tepat dan sesuai, baik secara filosofis, sosiologis dan yuridis. Saya yakin semangat kita semua sama yaitu mencegah dan menghentikan secepat mungkin praktik kekerasan seksual di kampus dan semua korban atau penyintas segara mendapat keadilan hukum. Saya berharap Kemendikbudristek duduk bersama dan menggelar dialog dengan para pemangku kepentingan agar polemik ini segera mendapat titik temu,” ujar senator dari Jakarta ini. (arh)