Jumat, 26 April 24

Berpotensi Melegalkan Perbuatan Zina, Hasan Basri Kririk Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021

Berpotensi Melegalkan Perbuatan Zina, Hasan Basri Kririk Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021
* Anggota DPD RI Hasan Basri. (Foto: Humas DPD RI)

Jakarta, obsessionnews.comMenteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah menerbitkan peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.

Aturan ini dimuat dalam Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang ditandatangani oleh Nadiem pada 3 September 2021.

 

Baca juga: Permendikbudristek Legalkan Zina?

 

Beleid tersebut menuai banyak kritikan, salah satunya kritikan keras datang dari anggota DPD RI Hasan Basri.

Senator asal Kalimantan Utara ini menilai Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 akan berpotensi melegalkan dan memfasilitasi perbuatan zina dan perilaku penyimpangan lesbian, gay, biseksual, dan, transgender (LGBT) yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia di Perguruan Tinggi.

“Adanya ketentuan tersebut tentu akan merusak standar nilai moral mahasiswa di kampus, yang semestinya perzinahan itu kejahatan malah kemudian dibiarkan,” tutur Hasan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/11/2021).

Menurutnya, salah satu poin krusial yang dikritisi dalam Permendikbudristek itu antara lain terkait paradigma seks bebas berbasis persetujuan (sexual-consent). Atau dengan kata lain jika seks dilakukan dengan persetujuan para pelaku, perbuatan tersebut bisa dibenarkan.

“Ketentuan Pasal 5 ayat (2), huruf b, f, g, h, l, dan m Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 ini sangat berbahaya, karena aktivitas seksual, standar benar dan salahnya bukan nilai agama melainkan persetujuan dari para pihak, artinya selama tidak ada pemaksaan, telah berusia dewasa dan ada persetujuan dari para pihak, maka aktivitas seksual itu menjadi halal, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah. Bukankah ini berarti membuka seks bebas? Ini tentu merupakan satu acuan peraturan yang berbahaya. Generasi muda kita seolah digiring pada satu konteks bahwa ‘dengan persetujuan suatu perilaku terkait seksual bisa dibenarkan’ . Jelas-jelas berbahaya ini,” ujarnya.

“Padahal dunia pendidikan adalah benteng terakhir dalam menjaga moralitas bangsa dari serbuan pemikiran asing yang merusak nilai-nilai Pancasila di NKRI,” lanjutnya.

Hasan juga mempertanyakan dasar hukum keluarnya Permendikbudristek ini. Karena setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Mendikbudristek harus mengacu pada Undang-Undang No. 15 tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Di dalam pasal 8 ayat 2 UU No. 15 Tahun 2019 dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi.Terbitnya Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 menjadi tidak tepat karena undang-undang yang menjadi payung hukumnya saja belum ada,” ujar Hasan

Lebih lanjut dia menyayangkan beberapa muatan dalam isi Permendikbudristek ini jauh dari nilai-nilai Pancasila dan bahkan cenderung pada nilai-nilai liberalisme.

Ia juga menyayangkan, bahwa satu peraturan yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kejahatan terkait kekerasan seksual justru sama sekali tidak memasukkan landasan norma agama di dalam prinsip Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang termuat di pasal 3.

“Di Indonesia ada tanggung jawab negara yang mengatur pergaulan antar warga negara, termasuk hubungan seks. Terlebih lagi sila Pertama Pancasila,  Ketuhanan Yang Maha Esa adalah dasar negara, dan nilai ketuhanan jelas menolak perilaku seks bebas, dengan atau tanpa persetujuan, karena kita negara Pancasila bukan negara barat yang memiliki paham seks bebas yang liberal, ada tanggung jawab negara mengaturnya, bukan semau atau sebebasnya melakukan pergaulan, ada norma hukum dari pancasila akan hal ini,” ucap Hasan.

Dia meminta kepada kementerian terkait khususnya Mendikbudristek untuk mencabut Permendikbudristek No 30 tahun 2021 atau digantikan dengan aturan baru yang sejalan dengan jiwa dan nilai-nilai Pancasila dan dalam pembahasannya melibatkan organisasi keagamaan yang juga menjadi stakeholder dalam pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia, agar setiap peraturan yang keluar dapat berlaku efektif karena telah sesuai dengan norma-norma masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila. (red/arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.