Taufiq Ismail Penyair Lansia yang Masih Produktif Berkarya

Obsessionnews.com - Tanggal 29 Mei diperingati sebagai Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN). Hal ini merupakan upaya penghargaan dan kepedulian terhadap orang lanjut usia (lansia) yang tinggal di Indonesia.Salah seorang lansia Indonesia yang masih produktif berkarya adalah budayawan Taufiq Ismail. Penyair terkenal ini pada Juni mendatang akan berusia 88 tahun. Ia dilahirkan di Fort de Kock, Sumatra Barat, 25 Juni 1935. Taufiq buah hati pasangan A. Gaffar Ismail dan Sitti Nur Muhammad Nur. Baca juga:Puisi Taufiq Ismail: Hakim Jangan Ragu Hukum Penista Qur’anFOTO Taufiq Ismail Bacakan Puisi di Sela Sidang AhokParmusi Gelar Orasi Budaya Taufiq Ismail ‘Penjarakan Penista Agama’ Di usianya yang senja Taufiq Ismail bersama D. Zawawi Imron tampil di acara “Parade Baca Puisi” dengan tema “Kebangkitan Bangsa Bebas dari Korupsi” dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2023 di Tower UNUSA Kampus B (Auditorium Lt. 9) Surabaya, Senin, 29 Mei 2023.Taufiq menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Ia tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tetapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.Semasa kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).Di Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang pendiri Horison (1966), ikut mendirikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan jadi pimpinannya, Pj. Direktur Taman Ismail Marzuki (TIM), Rektor (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957). Taufiq terpilih menjadi anggota Board of Trustees AFS di New York, 1974-1976.Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh, dan lain-lain.Banyak puisinya dinyanyikan Bimbo pimpinan Samsudin Hardjakusumah, atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap. Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih luas.Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di tiga tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, Tiongkok, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.Bosan dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow: Humanitary, 2004.). Di deretan jejak langkah Taufiq yang panjang tersebut, penyair dan kritikus sastra Indonesia Saut Situmorang memberitakan dalam media sastra yang diempunya bersama Katrin Bandel, Boemipoetra, bahwa Taufiq melakukan aksi plagiarisme atas karya penyair Amerika bernama Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever You Are.