Jumat, 26 April 24

Siswa STM Turun ke Jalan ‘Lindungi’ Mahasiswa

Siswa STM Turun ke Jalan ‘Lindungi’ Mahasiswa
* Para mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Para demonstran menolak revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dan lain-lain. (Foto: Edwin B/OMG)

Jakarta, Obsessionnews.com – Para siswa Sekolah Teknik Menengah (STM) mendadak menjadi viral di media sosial dalam tiga hari terakhir. Hal ini karena keterlibatan mereka bersama mahasiswa berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). Para demonstran menolak revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dan lain-lain.

 

Baca juga:

LBH Terima Laporan 50 Mahasiswa Hilang Pasca Aksi Kerusuhan di DPR

FOTO Mahasiswa Bali Tolak Revisi UU KPK

Enam Ciri Gerakan Murni Mahasiswa di Depan Gedung DPR

 

Keesokan harinya para siswa STM kembali turun ke jalan di sekitar Gedung Parlemen, dan masih menyuarakan isu yang sama.

Manuver para pelajar STM tersebut menjadi trending topic di Twitter dengan tagar #AnakSTM sejak Selasa (24/9) malam. Kemudian disusul tagar #stmmahasiswabersatu, #DennySiregarDicariAnakSTM, dan lain-lain.

Pengkaji geopolitik Hendrajit mengatakan kiprah para pelajar STM tersebut adalah bukti nyata pandangan bapak psikologi massa Gustave Le Bon dalam buku The Psychology of Revolution. Bahwa apa yang dipersiapkan dan dirancang secara rasional untuk memantik pergerakan sosial, atau bahkan revolusi, pada perkembangannya justru ditentukan faktor lain. Yaitu dorongan dari sesuatu yang tidak kasat mata. Keyakinan yang bertumbuh di alam bawah sadar.

Hendrajit, pengkaji geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI). (Foto: dok. pribadi)

“Itulah kekuatan kemauan yang menggerakkan para siswa STM turun ke jalan. Di atas permukaan atau penglihatan kasat mata, anak- anak kita ini hanya melampiaskan hasrat tawuran dengan dalih membela dan melindungi abang-abangnya dalam aksi mahasiswa,” tutur Hendrajit dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/9).

Namun, lanjutnya, di batin bawah sadarnya, merupakan panggilan nuraninya untuk merespons keadaan yang dirasakannya ada yang tidak pas.

“Inilah situasi revolusioner yang sering kali gagal dibaca secara tepat oleh cendekiawan dan sejarawan,” tandas Hendrajit.

Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) ini mengemukakan, revolusi Prancis yang semula dirancang secara rasional dan intelektual oleh Montesque dan Roussou, akhirnya bergulir melahirkan Robespiere, Danton dan Marat. Dan akhirnya Napoleon Bonaparte.

“Mengapa bisa begitu? Simpel. Begitu suasana pergolakan bangsa mulai manggung, keyakinan yang tertanam di bawah sadar kolektif bangsa, secara spontan menjadi kekuatan yang memotivasi tindakan,” ujar Hendrajit.

Alhasil, tambahnya, kalaupun ada sebuah skenario yang awalnya bermaksud menyeting situasi untuk memandulkan gerakan mahasiswa, seperti mengubah gerakan damai jadi rusuh sosial, terlihat skenarionya mulai keluar kendali.

“Betapa tawuran pelajar kali ini tampil dimaknai sebagai sebuah kesadaran baru yang heroik. Karena tanpa mereka sadari, hadirnya para siswa STM itu mewakili ketidakpuasan, kekecewaan dan rasa tidak adil dari masyarakat kelas menengah bawah. Yang dialamatkan terhadap para elite mapan. Dan simbol dari elite mapan itu adalah aparat keamanan dan para anggota DPR. Setiap orang ada masanya. Dan setiap masa ada orangnya,” tegas Hendrajit. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.