MK Hapus Presidential Threshold, Bagaimana Nasib Partai Koalisi Pemerintah?

MK Hapus Presidential Threshold, Bagaimana Nasib Partai Koalisi Pemerintah?
Presiden Prabowo Subianto bersama para ketum partai koalisi pemerintah. (Istimewa)


Obsessionnews.com - Putusan progresif Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) diyakini bakal membawa dampak pada soliditas partai pemerintah. Khususnya menjelang pelaksanaan Pemilu 2029 mendatang.

Profesor riset BRIN Lili Romli menilai, konstelasi koalisi sekarang ini setelah putusan MK tidak akan mengalami perubahan. Namun dalam perkembangan ke depan, partai-partai bakal bermanuver karena tidak dibatasi ambang batas dalam mengusung capres-cawapres.

Baca Juga:
Pemerintah Hormati Putusan MK yang Menghapus Presidential Threshold

"Dalam perkembangan nanti masing-masing partai akan ambil ancang-ancang mengelus jagoannya karena memiliki kesempatan yang sama untuk maju atau mencalonkan kandidatnya," kata Romli, kepada Obsessionnews, di Jakarta, Jumat (3/1).

Dia menilai, partai politik tidak akan melepas kesempatan mengusung capres. "Tentu ini menjadi kesempatan yang baik bagi partai untuk bisa mengajukan kandidatnya tanpa lagi tergantung pada partai lain," tuturnya.

Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Anwar Usman Beda Pendapat

Pemerintah melalui Menko Hukum Yusril Ihza Mahendra menyatakan menghormati putusan MK tersebut. Yusril bahkan mencatat ketentuan presidential threshold sudah 30 kali diuji di MK dan baru kali ini dikabulkan.

Pemerintah tak mau berpolemik mengenai putusan MK tersebut, karena menghormati sifat final dan mengikat. Yusril yang juga mantan Ketum PBB menyebut, MK memiliki wewenang menguji norma serta memutus bertentangan dengan UUD 1945 atau tak memiliki hukum mengikat.

Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Usung Capres-cawapres

Menurut Romli, putusan MK bakal menjadi tantangan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan. Jelang pemilu, maunuver partai-partai bisa mengganggu soliditas internal koalisi.

"Akan menjadi tantangan atau gangguan juga bagi Prabowo dalam pencalonan ke depan. Jika tidak populer di mata publik, karena kebijakannya tidak berpihak pada rakyat, maka para pemilihnya bisa pindah ke kandidat lain, yang dianggap lebih populer atau populis," kata Romli.

"Begitu juga dengan partai-partai pendukungnya. Oleh karena dalam masa kepemimpinan sekarang harus menjaga popularitas dan tingkat kepuasan publik," tambah Romli. (Erwin)