MK Hapus Presidential Threshold, Anwar Usman Beda Pendapat

MK Hapus Presidential Threshold, Anwar Usman Beda Pendapat
Anwar Usman mengajukan dissenting opinion dalam putusan MK yang menghapus presidential threshold. (X)



Obsessionnews.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas mengusung capres-cawapres (presidential threshold/PT) diwarnai beda pendapat (dissenting opinion). Salah satunya, hakim konstitusi Anwar Usman yang juga paman dari Wapres Gibran Rakabuming.

Selain Anwar Usman, hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh juga mengajukan dissenting. "Terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).

Baca Juga:
Putusan MK Hapus Presidential Threshold, Kado Tahun Baru Terbaik

Kedua hakim konstitusi menilai pemohon yang merupakan mahasiswa mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) mengajukan gugatan. Pihak yang memiliki kedudukan hukum menguji Pasal 222 UU Pemilu yakni partai politik.

Para pemohon yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna merupakan mahasiswa mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Usung Capres-cawapres

Selain itu, kedua hakim menilai PT bukan menjadi ranah MK untuk menguji konstitusionalitasnya, karena menjadi wewenang pembentuk undang-undang (open legal policy). Terlepas sikap Anwar Usman dan Daniel Yusmic, putusan MK final dan mengikat sejak dibacakan, dengan komposisi 7 lawan 2.

Pengamat politik Adi Prayitno menilai putusan MK tersebut menjadi kado tahun baru terbaik bagi bangsa ini. Pengujian PT merupakan pertarungan panjang yang akhirnya MK mau mengabulkan dengan menghapus syarat tersebut.

Implikasi dari putusan MK, setiap partai memiliki hak untuk mengajukan paslon capres-cawapres, tanpa harus berkoalisi untuk memenuhi syarat 20 persen kursi parlemen partai atau gabungan partai memiliki suara sah nasional 25 persen.

"Ini kado indah tahun baru," kata Adi, kepada Obsessionnews, menyikapi putusan MK.

"MK mewakili kepentingan rakyat. Putusan ini banyak ditunggu rakyat sejak lama. Ke depan siapapun partai pesetta pemilu boleh jadi calon presiden tanpa ambang batas apapun," tuturnya. (Erwin)