Depresiasi Rupiah Peluang Bagi Penguatan Fundamental Perekonomian dan UKM-Koperasi Indonesia

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2020 mencapai 64 juta unit. Dan angka UMKM ini merupakan 99,9 persen dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia. Kategori UMKM pada umumnya didasarkan pada besaran modal usaha saat pendirian. Apabila modal usahanya mencapai maksimal Rp1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), maka dikategorikan sebagai kelompok Usaha Mikro. Sedangkan yang bermodal usaha lebih dari Rp1-5 miliar termasuk kelompok Usaha Kecil, dan yang modal usahanya lebih dari Rp5-10 miliar termasuk Usaha Menengah. Sejak awal tahun 2024, kecenderungan nilai tukar Rupiah telah menunjukkan depresiasi terhadap US dollar, pergerakannya berkisar diantara Rp15.700-16.000 per US$1. Namun, pada bulan Mei-Juni 2024 nilai tukar kurs mata uang US dollar terhadap Rupiah telah menembus angka Rp16.145. Dan, pada tanggal 19 Juni 2024 telah mencapai Rp16.455 dan jika tidak ada pengendalian yang serius dari otoritas moneter, khususnya Bank Indonesia, maka nilai tukar Rupiah berpotensi merosot menuju angka Rp17.000 lebih diakhir bulan Juni atau awal bulan Juli 2024. Meskipun demikian, fluktuasi nilai Rupiah terhadap US dollar tak memiliki pengaruh langsung pada UMKM, bahkan dalam masa krisis ekonomi dan moneter sekalipun justru sektor ini menjadi tulang punggung penyelamat perekonomian nasional. Hanya saja, perhatian pemerintah pada kelompok UMKM ini masih setengah hati, apalagi dalam hal mengembangkan dan memajukan Koperasi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari mandat Pasal 33 UUD 1945. Padahal, kontribusi kelompok UMKM bagi pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2023, mencapai 61% terhadap PDB Indonesia, ditambah serapan tenaga kerja 97% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Bahkan, jumlah pelaku usaha UMKM telah tercatat sejumlah 67 juta unit atau meningkat sejumlah 3 juta unit dibandingkan angka pada tahun 2020 atau tumbuh sebesar hampir 5 persen. Dukungan Pembiayaan Diperluas Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada tahun 2020 masih terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia tersebut belun memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank. Atas fakta inilah, maka hambatan pembiayaan yang dialami oleh kelompok UMKM harus segera diatasi oleh pemangku kepentingan (stakeholders). Persoalan inj harus menjadi landasan kuat bagi Pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan lainnya, antara lain melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), tidak hanya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh perbankan. Skema pembiayaan yang dapat dijangkau (akses) oleh kelompok UMKM memang telah secara bertahap mengalami perbaikan sejalan dengan berkembangnya tingkat bisnis masing-masingnya. Sejak 19 Januari 2022, skema KUR telah terdiversifikasi yaitu terdiri dari KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus, dan KUR PMI. Malahan, khusus untuk KUR Super Mikro dan KUR Mikro tidak diperlukan agunan tambahan, walaupun dalam prakteknya harus terus diamati dan dievaluasi konsistensinya atas adanya keluhan (komplain) para pelaku UKM tersebut. Padahal batas pinjaman (kredit) yang dapat diajukan hanya kisaran Rp500 juta-1 miliar dibandingkan kelompok usaha besar yang memperoleh kredit triliunan. Disamping itu, perkembangan kredit UMKM juga terus meningkat dan kredit bermasalah atau Non Performing Loannya terus terjaga stabil. Jumlah penyaluran kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai Rp1.275,03 triliun atau tumbuh 16,75% secara tahunan (year on year/yoy). Dan, NPL atau kredit bermasalahnya tetap terjaga pada kisaran 4%, yangmana posisi terakhir pada Maret 2024 menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya sebesar 3,98% saja. Tingkat NPL ini lebih rendah dibanding angka tahun 2022 yang mencapai 4,38%, namun tetap lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 2021 yang berada ditingkat 4,41%. Jumlah kontribusi ekspor UMKM juga mengalami peningkatan, yaitu dari 14,37% pada tahun 2020 menjadi 15,69% pada tahun 2021. Salah satu faktor yang mempengaruhi kontribusinya adalah meningkatnya daya saing UKM di pasar ekspor atau internasional. Pertumbuhan dan perkembangan bisnis UKM dengan memanfaatkan peluang integrasinya ke dalam pasar global melalui Global Value Chain (GVC) maupun Global E-Commerce (GEC). Integrasi UKM ke dalam GVC dapat dilakukan dalam beberapa tahap dan perlu program pendampingan yang berkelanjutan agar nilai tambahnya (added value) diperoleh secara langsung. Dengan demikian, tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders antara lain berkaitan dengan dukungan pembiayaan yang harus diperluas. Hal ini dapat digunakan bagi peningkatan inovasi dan teknologi bagi produksi barang dan jasa mereka. Selain itu, literasi digital, perbaikan produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal juga harus dilakukan secara paralel. Depresiasi nilai tukar Rupiah atas US dollar atau mata uang asing lainnya tidak akan berpengaruh signifikan bagi UMKM sejauh fundamental dan kebijakan pemihakan (affirmative policy) pemerintah berjalan. Oleh karena itulah, depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US dollar ini menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk tmendorong peningkatan kinerja UMKM nasional melalui strategi penerapan kebijakan pembiayaan yang lebih luas dan memadai. Hanya melalui cara inilah peningkatkan daya saing UKM di pasar dalam negeri dapat lebih optimal dalam persaingan. Sebagai konsumen, rakyat Indonesia sangat siap untuk mencintai dan membeli produk-produk UKM sebagai bagian dari gerakan memandirikan perekonomian nasional. Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin yang pro rakyat harus menuntaskan kebijakan perluasan pembiayaan UMKM dan Koperasi ini sebagai warisan (legacy) yang baik bagi purna tugas kepemimpinannya. []