Ela Elo Makin Tampak Palsu, Kemkominfo Malah Makin Lucu

Oleh: Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen Sebuah perubahan signifikan tampak di tampilan situs elaelo.id mendekati akhir countdown timernya, bila kemarin selain lambang megara Garuda Pancasila dan lagu nasional "Garuda Pancasila" bisa diperdengarkan dengan mengklik icon speaker, ada tulisan besar "Ela Elo is Coming, Big Features will be Ready", "Iron Dome #Hmei-" dan paling bawah tertulis "Under Construction by Kominfo", kini tulisan paling bawah berganti menjadi "Under Construction by Democracy Fighter".
Pergantian kalimat paling bawah ini sekaligus menegaskan dan menjawab bahwa dugaan selama ini situs Ela Elo yang disebut-sebut dikeluarkan resmi oleh Pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo, terjawab sudah. Namun demikian kini pencantuman lambang negara Garuda Pancasila dan lagu nasional menjadi sangat layak dipertanyakan, karena tidak sepatutnya jika bukan resmi dari negara atau pemerintah, mencantumkan lambang negara dan lagu nasional tersebut. Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) - pun dulu sebelum menggunakan logo kementerian bergambar "Keong" dengan 3 - warna yang mencerminkan prinsip Komunikasi "3C" (Communication Infrastructure, Communication Information dan Communication Content) juga menggunakan lambang negara Garuda Pancasila ini pada awalnya, sehingga wajar kalau situs Ela Elo langsung dianggap "resmi" oleh netizen. Asal jangan kinerjanya selambat "Keong" saja. Kementerian yang tempo doeloe di zaman Orde Baru bernama Deppen (Departemen Penerangan) ini sempat sangat populer di bawah Menpen ke-22 Tan Sri H. Harmoko (1939-2021) yang dikenal dengan kepanjangan akronim namanya sebagai "Hari-hari Omong Komunikasi" (?). Dengan gedung berlokasi di Jalan Merdeka Barat, Deppen sempat dibubarkan zaman Presiden Gus Dur, menjadi LIN (Lembaga Informasi Nasional) dan dihidupkan kembali zaman Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi Kemkominfo yang awalnya singkatan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi. Oleh karenanya sebenarnya Kemkominfo wajib untuk memberikan penegasan apakah situs Ela Elo yang disebut-sebut "resmi pengganti platform X/Twitter" tersebut memang benar-benar resmi keluaran Pemerintah/rezim ini atau tidak. Sebab kalau membisu alias diam saja maka bisa dianggap melakukan pembiaran terhadap hoaX yang sekarang sedang ramai diperbincangkan masyatakat, utamanya netizen di dunia maya. Sebab kalaupun menterinya (mungkin) kudet, tidak mungkin tidak ada satupun staf di sana yang tidak tahu soal munculnya situs Ela Elo tersebut. Apalagi seiring dengan pemberantasan pornografi yang dijadikan alasan utama rencana penutupan platform X milik Elon Musk ini, pemberantasan judi online juga sedang digalakkan dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) No 21 Th 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian daring yang sudah diteken Jokowi semenjak 5 hari lalu, tepatnya Jumat (14/6/2024) minggu kemarin. Satgas melibatkan banyak pejabat negara dan dipimpin oleh Menko Polhukam Hadi Tjahyanto. Menkominfo Budi Arie Setiadi menurut pendapat mostly netizen tampak belum melakukan tindakan apa-apa yang berarti selain malah kementeriannya menampilkan "teka teki" kehadiran situs Elo Elo di atas. Kontroversi Ela Elo ini pun sudah saya tulis dalam dua artikel sebelumnya, mulai dari soal keamanan data pribadi yang belum dijamin serta siapa sosok di sebaliknya yang misterius karena bukan dari unsur pemerintah, tetapi menggunakan lambang negara dan lagu nasional, terlebih tanpa melalui proses tender selayaknya bila memang situs tersebut resmi keluaran Pemerintah. Seharusnya selaku Ketua Harian Bidang Pencegahan Judi Online, Menkominfo bisa mengefektifkan penggunaan mesin AIs berbasis AI (Artificial Intelligence) yang bisa melakukan crawling (penapisan) situs-situs judi online dan para penggunanya secara pintar, tak perlu lagi harus melakukan hal-hal yang konyol dan tampak malahan kurang pintar itu. Saya sangat berharap rezim ini benar-benar cermat dan cerdas dalam bersikap dan membuat kebijakan, jangan malah melakukan hal-hal di luar kepatutan dan menjadi tontonan yang tidak lucu bagi masyarakat. Ingat, mesin AIs yang pintar itu dibeli tahun 2017 dengan uang rakyat Rp200 miliar dan seharusnya digunakan dengan baik, bukan hanya jadi pajangan. Kembali pada perubahan signifikan tampilan situs Ela Elo yang semula bertuliskan "Under Construction by Kominfo" dan kini berganti menjadi "Under Construction by Democracy Fighter" barusan, apakah memang berarti jelas situs (palsu ?) ini bukan resmi dari Pemerintah? Namun mengapa Kemkominfo selaku institusi resmi dalam bidang ini malah hanya tampak gela gelo (diam saja, hanya tolah toleh kiri kanan) alias seperti komentar yang banyak muncul di medsos saat itu hanya "plonga plongo" tidak bersikap? Siapa itu "Pejuang Demokrasi" yang dimaksud oleh situs ini? Benar-benar memperjuangkan demokrasi atau malah nantinya membelenggu dan mengekang demokrasi seperti yang kini terjadi ? Kesimpulannya, jangan salahkan netizen dan masyarakat bila geram melihat sikap ambigu alias "plonga plongo" rezim ini, karena sama sekali tidak menunjukkan sikap dan kebijakan yang pro rakyat apalagi pro demokrasi. Saya masih menyebut sikap Kemkominfo ini makin lucu, di saat Ela Elo makin tampak palsu. Kalaupun disebut-sebut mau "membalas" prank-nya si Ela Elo Musk (karena hanya investasi minim, tidak sebanding karpet merah yang sempat digelar untuknya), harusnya membuat solusi yang lebih cerdas dan lebih bijak, dibanding membakar lumbung untuk hanya mencari tikusnya ... []
