Dewi Tenty: Presiden Baru Harapan Baru untuk Koperasi dan UMKM

Dewi Tenty: Presiden Baru Harapan Baru untuk Koperasi dan UMKM
Obsessionnews.com - Pemerhati koperasi Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, S.H., M.H., M.Kn, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kurangnya perhatian dari para pasangan calon (paslon) presiden terhadap isu koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam kontestasi politik. Menurutnya, selama kampanye tak satu pun dari pasangan calon presiden menunjukkan kekuatan dalam mengangkat isu koperasi dan UMKM. "Dalam kontestasi politik, sayangnya tak ada satu pun paslon yang sangat kuat mengangkat isu koperasi dan UMKM. Yang paling kita harapkan adalah komitmen dari mereka pada saat itu. Bagaimana komitmen mereka jika terpilih menjadi presiden. Itu yang kita tunggu-tunggu. Menurut saya sebagai pemerhati pesan tersebut kurang tersampaikan dengan jelas," ujar Dewi dalam wawancara dengan obsessionnews.com beberapa waktu lalu. Dewi menekankan bahwa saat ini ia hanya bisa berharap agar ada calon presiden yang sangat peduli terhadap UMKM. Isu koperasi dan UMKM, menurutnya, sangat penting dalam membangun ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. Pernyataan Dewi ini menyoroti kurangnya fokus dari para kandidat presiden terhadap sektor UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini, pemilih dan pengamat politik mulai menyoroti bagaimana para calon presiden akan menanggapi tantangan dan memberikan solusi konkret untuk mendukung pertumbuhan dan pengembangan UMKM di masa depan. Presiden Baru, Harapan Baru Untuk koperasi, apakah kali ini saatnya datang cahaya terang yang dapat menuntun langkah koperasi menuju era gemilang. Dalam perjalanannya beberapa pemilu berlalu, gagap gempitanya pemilu tidak ada pengaruhnya pada keberadaan koperasi. ”Alih-alih bicara tentang kemajuan yang ada keberadaannya makin terdegradasi, tak terurus seperti menunggu mati,” ucap Dewi. Menurut dia, para punggawa koperasi sepertinya kelelahan menjaga marwah koperasi sebagai soko guru perekonomian indonesia karena yang mereka jaga saat ini hanyalah jargon belaka. Pemerintah sibuk dengan mengejar angka pencapaian sebagai negara dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia suatu prestasi yang berbanding terbalik dengan pemasukan negara (GDP) yang masih berkutat di 5% suatu teka teki yang belum dapat terpecahkan pada era pemerintahan kapanp un menjadi suatu pertanyaan tersendiri, Bila negara sejahtera melalui koperasi menjadi kenyataan? Koperasi selama ini berjalan seperti pendekar mabuk, oleng ke kiri, ke kanan tidak ajeg. Ketidakajegan itu salah satu penyebabnya adalah tidak adanya road map untuk koperasi, maka tak heran setiap masalah yang terjadi diberi solusi instan yang sering kali mencerminkan ketidakpahamannya tentang prinsip koperasi. Gagal bayar pada koperasi simpan pinjam (KSP) yang menimbulkan kerugian masyarakat sebesar Rp 25 T tidak di sikapi secara cepat dan cepat, tapi malah sibuk mencari aturan baru dengan dalih belum ada peraturan tentang penanganan gagal bayar pada KSP. Alih alih membuka PP 9/95 tentang Pengawasan malah mendorong KSP untuk dipailitkan. Begitu pula pada konsep koperasi modern, koperasi penerapan digitalisasi pada koperasi yang tanpa pengawasan menjadi ladang subur bagi tumbuhnya fintech abal abal berkedok KSP. Dewi menyitir kalimat Yudi Latief dalam artikelnya,“Manusia boleh berkehendak tapi semesta mempunyai perhitungannya sendiri “. Pemilu sudah berlalu,  siapa pun pemenangnya keberadaan koperasi bergantung pada komitmen dari pemimpin negara. Komitmen yang jelas keberpihakan kepada koperasi sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan koperasi di Indonesia. Membawa Indonesia sejahtera melalui koperasi pada sektor produksi, konsumsi, pertanian dan sektor riil lainnya. Bukan malah menjadi ceruk bertumbuhnya KSP yang konsepnya jauh sekali dari awal mula koperasi dibawa oleh Bung Hatta ke Indonesia yang berharap koperasi menjadi suatu bahtera yang bisa membawa Indonesia sejahtera untuk rakyatnya. Harapannya ke depan selain komitmen yang jelas dari pemimpin negara juga kebijakannya dilaksanakan melalui menteri yang betul mengerti apa itu koperasi. "Jangan beri kami menteri yang asal ada, atau hasil dagang sapi dari para tokoh politik. Berilah kami menteri yang betul-betul bisa mengembalikan semangat koperasi dan menjadikannya tumpuan dan harapan bahwa koperasi di Indonesia bisa berjaya,bukan sekadar asa," ujar Dewi. (Poy)