Sabtu, 27 April 24

NU dan Masyumi Berpisah tetapi Tetap Kompak

NU dan Masyumi Berpisah tetapi Tetap Kompak
* Buku biografi “Jusuf Wibisono Karang di Tengah Gelombang” yang ditulis oleh Soebagijo I.N. tahun 1980.

 NU Keluar dari Masyumi

PADA tanggal 1-2 Dzulhijjah  1364 bertepatan dengan 7-8 November 1945, melalui Kongres Umat Islam, seluruh komponen umat Islam bersepakat mendirikan wadah perjuangan politik kaum Muslimin: Partai Masyumi yang dipimpin oleh Hadratus Syaikh K.H.M. Hasjim Asj’ari sebagai Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Partai) dan Dr. Soekiman Wirjosandjojo sebagai Ketua Pengurus Besar.

Dua pemimpin itu, baik di Majelis Syuro maupun di PB, didampingi oleh tokoh-tokoh dari berbagai ormas Islam seperti AII,  Muhammadiyah, NU, PUI, dan SI.

Sayang kebersamaan umat itu tidak berlangsung lama. Pada 1947 SI kembali menjadi partai politik, PSII. Pada 1952 giliran NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri sebagai Partai NU.

Mengenai keluarnya NU dari Masyumi, Mr. Jusuf Wibisono dalam biografinya yang ditulis oleh Soebagijo I.N., Jusuf Wibisono Karang di Tengah Gelombang, Jakarta, 1980, menuturkan bahwa menjelang pembentukan Kabinet Wilopo-Prawoto Mangkusasmito di kalangan PB Masyumi terjadi diskusi hangat mengenai posisi kursi Menteri Agama. Pendapat yang cukup kuat menghendaki agar kursi Menteri Agama diserahkan kepada tokoh dari Muhammadiyah. Tokoh yang digadang-gadang ialah K.H. Faqih Usman. Alasannya: sudah tiga kabinet berturut-turut (Hatta, Natsir, dan Soekiman) kursi Menteri Agama diberikan kepada tokoh NU, dalam hal ini K.H.A. Wahid Hasjim.

Halaman selanjutnya

Pages: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.