NU Keluar dari Masyumi
PADA tanggal 1-2 Dzulhijjah 1364 bertepatan dengan 7-8 November 1945, melalui Kongres Umat Islam, seluruh komponen umat Islam bersepakat mendirikan wadah perjuangan politik kaum Muslimin: Partai Masyumi yang dipimpin oleh Hadratus Syaikh K.H.M. Hasjim Asj’ari sebagai Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Partai) dan Dr. Soekiman Wirjosandjojo sebagai Ketua Pengurus Besar.
Dua pemimpin itu, baik di Majelis Syuro maupun di PB, didampingi oleh tokoh-tokoh dari berbagai ormas Islam seperti AII, Muhammadiyah, NU, PUI, dan SI.
Sayang kebersamaan umat itu tidak berlangsung lama. Pada 1947 SI kembali menjadi partai politik, PSII. Pada 1952 giliran NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri sebagai Partai NU.
Mengenai keluarnya NU dari Masyumi, Mr. Jusuf Wibisono dalam biografinya yang ditulis oleh Soebagijo I.N., Jusuf Wibisono Karang di Tengah Gelombang, Jakarta, 1980, menuturkan bahwa menjelang pembentukan Kabinet Wilopo-Prawoto Mangkusasmito di kalangan PB Masyumi terjadi diskusi hangat mengenai posisi kursi Menteri Agama. Pendapat yang cukup kuat menghendaki agar kursi Menteri Agama diserahkan kepada tokoh dari Muhammadiyah. Tokoh yang digadang-gadang ialah K.H. Faqih Usman. Alasannya: sudah tiga kabinet berturut-turut (Hatta, Natsir, dan Soekiman) kursi Menteri Agama diberikan kepada tokoh NU, dalam hal ini K.H.A. Wahid Hasjim.
Halaman selanjutnya