Muhaimin Cawapres Anies, Skenario atau Justru Bahayakan Jokowi?

Prediksi siapa bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) pada Pilpres 2024 Anies Baswedan dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS, ditambah Partai Ummat, akhirnya bikin geger konstelasi politik di Indonesia. Karena dari perkiraan ada tiga nominasi bakal cawapres pendamping Anies yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Khofifah dan Gatot Nurmantyo, akhirnya bikin geger ternyata dideklarasikan pasangan Anies-Muhaimin Iskandar oleh Nasdem dan PKB di Hotel Majapahit, Surabaya, pada 2 September 2023. Berarti PKB masuk KPP, meski Partai Demokrat uring-uringan karena AHY gagal menjadi bakal cawapres. Namun, sehari setelah penetapan Muhaimin menjadi cawapres pendamping Anies ada hal yang lucu. Yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung memanggil Muhaimin untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Kemenakertras tahun 2012 dan kasus lainnya. Kalau kasus itu benar mengandung unsur korupsi atau gratifikasi, mengapa diendapkan selama 11 tahun dan kini baru diungkit lagi? Sebelumnya Anies juga mau ditersangkakan oleh KPK terkait event Formula E yang belum jelas buktinya. Anies dan Muhaimin adalah bakal capres dan cawapres yang diusung Nasdem dan partai oposisi, bukan Istana. Kelucuan KPK ini tentu saja dipertanyakan publik. Siapa yang menyuruh KPK untuk "mengotak-atik" capres dan cawapres dari koalisi "oposisi" tersebut? Mengapa KPK baru usut Muhaimin setelah dideklarasikan sebagai cawapres Anies? Apakah karena Presiden Jokowi ikut cawe-cawe soal pilpres? Sebab apa? Calon jagoan Jokowi adalah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Terkesan bahwa KPK diperalat untuk "kriminalisasi" Muhaimin. Selama ini publik menerka, setelah Revisi UU KPK ada Dewan Pengawas (Dewas) KPK di bawah Presiden. Mungkin bisa jadi cawe-cawe presiden untuk mengganggu capres-cawapres Anies-Muhaimin dengan menggunakan KPK. Sehingga muncul tudingan bahwa KPK telah digunakan menjadi alat politik Istana. Apakah ini cara Istana berpolitik untuk mengganggu dan menghancurkan lawan-lawan politiknya? Maka, wajar ada tuntutan bubarkan KPK, karena telah digunakan penguasa untuk kendaraan politik "habisi" oposisi. Yang jelas, yang bisa memanfaatkan dan memainkan KPK adalah rezim penguasa dan oligarki yang duitnya tak berseri. Meski demikian, Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) menyatakan, kriminalisasi terhadap Muhaimin oleh KPK tidak bisa menghentikan pencapresan Anies. Publik pun ada yang menilai, duet Anies-Muhaimin hanya jebakan Presiden Jokowi untuk menjegal Anies dari pencapresan. Muhaimin bakal segera ditersangkakan sehingga Anies gagal menjadi capres. Sebelumnya ada upaya “kudeta” Partai Demokrat oleh Kepala Staf Istana Kepresidenan untuk menjadikan KPP tidak memenuhi ambang batas syarat presidential threshold (PT) 20 persen sehingga gagal usung capres Anies. Hampir pasti, pencapresan Anies bisa jalan terus, meski Muhaimin “dikriminalisasi” kasus korupsi. Karena pencapresan Anies tidak tergantung dari status Muhaimin. Karena, pencapresan Anies didukung oleh selain PKS, juga Nasdem dan PKB yang sudah memenuhi persyaratan PT minimal 20 persen. Kalau Muhaimin “dikriminalisasi” kasus korupsi, maka Nasdem dan PKB hanya perlu mengganti cawapres pendamping Anies. Mungkin PKB akan menunjuk calon pengganti dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Semua ini hanya masalah teknis. Tidak sulit. Itu pun kalau KPK dan pengadilan bisa mendakwa dan vonis Muhaimin. sampai inkracht (memiliki kekuatan hukum tetap) sebelum pendaftaran capres dan cawapres berakhir pada 25 November 2023. Apakah KPK dan pengadilan mampu? Menurut Anthony, selama belum ada putusan inkracht dari pengadilan, maka Muhaimin masih memenuhi syarat sebagai cawapres. Karena, kenapa selama ini kasus dugaan korupsi Muhaimin, kalau memang ada, tidak pernah diproses? Kenapa, baru sekarang mau diperiksa, ketika Muhaimin dipasangkan sebagai cawapres Anies? Oleh karena itu, “kriminalisasi” kasus korupsi kepada Muhaimin akan memicu kemarahan publik secara luas. Khususnya kemarahan para pendukung PKB. Karena Jokowi, atau KPK, atau aparat penegak hukum, akan dituduh mempermainkan hukum untuk kepentingan kekuasaan dan kepentingan kelompoknya. Kali ini, publik mungkin akan melawan dengan keras, karena menyangkut kepemimpinan bangsa masa depan. Publik akan menggeruduk KPK, Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri, menuntut semua aparat penegak hukum membongkar semua kasus dugaan korupsi yang masih "dipetieskan". "Kriminalisasi" Muhaimin tidak menggugurkan pencapresan Anies, karena PKB bisa menunjuk kader PKB, dan yang bagus adalah Khofifah. Meski Khofifah sedang diacak-acak KPK karena moncer bintangnya sebagai cawapres dari pihak oposisi, Anies. Yang bisa menyetir atau mengendalikan KPK adalah pihak yang paling berkuasa di Indonesia bersama oligarki yang duitnya tak berseri. Benarkah penetapan Muhaimin menjadi cawapres Anies skenario Istana yang untungkan Presiden Jokowi? Tapi, mengapa malah KPK diminta usut Muhaimin begitu menjadi cawapres Anies, capres yang diduga tidak dikehendaki Istana, kecuali Ganjar dan Prabowo. Namun, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan, duet Anies-Muhaimin akan memengaruhi posisi Presiden Jokowi. Pasalnya, Muhaimin kini lebih leluasa setelah keluar dari ketidakpastian Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), dan kemudian masuk kepastian Surya Paloh. Muhaimin yang menerima pinangan capres Koalisi Perubahan Anies sebagai cawapres berpotensi menambah kekuatan duet tersebut. "Kalau misalnya Anies makin kuat dan tidak mungkin lagi Muhaimin dikendalikan oleh Istana itu berbahaya," tandas Rocky. Menurut Rocky, Muhaimin bisa saja membahayakan posisi Presiden Jokowi. Alasannya, Muhaimin memposisikan dirinya sebagai oposisi lantaran kekuatan bersama Anies makin kokoh. Sebab Muhaimin bisa tiba-tiba berbalik arah menjadi oposan Jokowi. Hal ini mungkin saja karena karakter Muhaimin itu gembira saja dalam berpolitik. (ObsessionNews/Red)