Selasa, 30 April 24

Menggunakan OCB untuk Menjawab Tantangan AI

Menggunakan OCB untuk Menjawab Tantangan AI
* KRMT Roy Suryo. (Foto: Edwin B/Obsessionnews.com)

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika, Multimedia Sekaligus AI dan OCB,  Lulusan Prodi S3 IM-UNJ dengan Predikat ” Summa Cum Laude” 2024

 

Seminggu lalu, Selasa (23/01/2024), Alhamdulillah Prodi S3 Ilmu Manajemen Universitas Negeri Jakarta telah menganugerahkan Predikat “Doktor Summa Cum Laude” kepada saya atas Disertasi yang berjudul “Pengaruh Pemberdayaan dan Kecerdasan Emosional terhadap Inovasi serta Implikasinya pada OCB” di sebuah institusi. Sementara kemarin, Senin (29/1/2024), berlangsung sebuah diskusi yang membahas tema “AI dan Keberlanjutan Media”. Kedua topik ini sangat berhubungan, di mana OCB (Organizational Citizenship Behavior) dapat menjadi solusi untuk menjawab tantangan AI (Artificial Intelligence) tersebut.

 

Sebagaimana dibahas kemarin, AI adalah sebuah keniscayaan, suka atau tidak, cepat atau lambat, Penggunaan teknologi kecerdasan buatan ini akan semakin masuk dan mengambil peran, untuk tidak menggunakan istilah “menggerogoti” tugas-tugas yang biasa dilakukan oleh manusia. Bagaimana tidak, mulai dari maraknya ChatGPT yang digunakan oleh awak media, sampai benar-benar tampilnya presenter AI (Anya, Devano, Nadira, Sasya, Jhoni dkk) sudah mulai menjadi “santapan sehari-hari” masyarakat, sehingga mulai muncul kekhawatiran dan berbagai pertanyaan: Akankah di suatu saat peran manusia benar-benar tergantikan oleh teknologi bahkan kesemuanya diambil alih oleh robot-robot cerdas semacam ini?

 

Pertanyaan ini tentu tidak bisa disalahkan, karena meski sampai saat ini AI atau robot masih dikatakan “belum memiliki emosi”, namun sedikit banyak sudah muncul konsep Humanoid (gabungan manusia dan robot, dimulai dengan era Cyborg) yang sedikit demi sedikit bisa menggunakan Algoritma bernuansa emosional tersebut. Sehingga kalau dulu AI atau robot ini masih terlihat “letterlijk” alias kaku sesuai dgn apa-apa program yang diisikan ke dalamnya, mendatang mereka sudah akan benar-benar bisa belajar jauh lebih humanis dibandingkan dengan AI atau robot-robot zaman awal terdahulu. Sehingga meski manusia menjadi lebih dimudahkan di era Society 5.0, namun era disrupsi teknologi ini pasti menimbulkan ancaman bagi sebagian masyarakat, terutama yang gagap terhadap kecanggihan tersebut

 

Oleh karena itu apakah kita sebagai insan manusia yang dibekali kemampuan untuk berpikir oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, akan “menyerah” begitu saja seperti pada film Terminator yang akhirnya bumi dikuasai makhluk-makhluk yang semula buatan manusia sendiri tersebut? Tentu saja tidak. Meski harus diakui bahwa sangat banyak sisi positif penggunaan AI atau robot ini di masa depan, namun sisi negatifnya jangan dilupakan. Apalagi memang ada orang-orang yang sengaja mau memanfaatkannya untuk tujuan tersebut, misalnya penyalahgunaan AI untuk politik seperti saya contohkan kemarin (menghidupkan kembali mantan Presiden Indonesia untuk kampanye politik atau memanipulasi suara ketum partai dan capres tertentu).

 

Jadi apa yang harus dilakukan oleh media (dalam diskusi kemarin) atau instansi tertentu (dalam disertasi saya) tersebut adalah pemanfaatan secara maksimal semua variabel yang bisa digunakan untuk mendorong OCB, di mana OCB merupakan konsep yang menekankan pada perilaku ekstra individu di dalam organisasi. OCB meliputi perilaku-perilaku seperti membantu rekan kerja, memegang tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan, dan mempromosikan suasana kerja yang positif. Perilaku ini tidak diwajibkan oleh deskripsi pekerjaan atau aturan organisasi, tetapi bertujuan untuk mempromosikan suasana kerja yang positif dan membantu organisasi mencapai tujuannya. OCB memiliki dampak positif pada hasil organisasi, seperti kinerja, produktivitas, dan moral karyawan. Dengan kata lain faktor humanis di sinilah yang dikedepankan sebagai keunggulan manusia (sementara ini) terhadap maraknya teknologi AI atau robot.

 

Beberapa faktor yang mempengaruhi OCB meliputi budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kondisi kerja. Kepemimpinan dapat mempromosikan OCB melalui pemahaman, dukungan, dan pengembangan budaya organisasi.

 

Pengukuran dan penilaian OCB dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan survei yang dapat mengukur perilaku seperti membantu rekan kerja, menunjukkan loyalitas, dan mempromosikan suasana kerja positif. Hasil dari pengukuran ini dapat digunakan untuk mempromosikan perilaku positif dan memperkuat budaya organisasi. Jadi dengan memahami definisi dan konsep OCB, organisasi dapat mempromosikan perilaku-perilaku positif yang membantu mencapai tujuannya dan memperkuat budaya organisasi disebuah media atau institusi tersebut.

 

Ada beberapa dampak positif yang dapat diterima oleh organisasi dari perilaku OCB dari karyawannya, antara lain kinerja organisasi, moral karyawan, kepuasan kerja, lingkungan kerja dan reputasi organisasi. Jadi di sini memang saya menekankan “perbedaan” sifat manusia dan mesin ini dapat menjadi peluang yang paling tepat saat ini untuk menjawab tantangan AI, meski tentu saja hal ini tidak bisa berlaku selamanya karena teknologi terus berkembang dan semakin canggih untuk benar-benar mendekati, menyamai atau bahkan melebihi dari manusia itu sendiri, Wallahualam. Demikian juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi OCB dari karyawan, antara lain adalah budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kondisi kerja, reward dan sanksi, konsep diri dan keterikatan organisasi yang saling berbeda-beda.

 

Hal lain yang masih bisa membedakan antara manusia dan mesin di sini termasuk adanya perbedaan  budaya dalam dalam OCB, karena budaya memegang peran penting dalam OCB karyawan. Beberapa perbedaan budaya tersebut Individualisme vs Kollektivisme, Masculinity vs Femininity, Individual Power Distance, Collectivism Power Distance. Artinya masing-masing perbedaan “khas manusia” ini yang justru dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan peran masyarakat dalam OCB perusahaan edia atau institusinya. Jadi di sinilah saat ini yang harus dimanfaatkan, termasuk oleh Pemerintah dalam hal membuat kebijakan atau peraturan-peraturan, misalnya BRIN yang menyusun Program Strategis Nasional 2022-2045 harus bisa melihat faktor-faktor perbedaan ini sebagai titik krusial untuk menjawab tantangan zaman agar kebijakan yang diterbitkan nantinya tidak malah kontraproduktif dengan kemajuan zaman itu sendiri.

 

Kesimpulannya, Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku ekstra yang dilakukan oleh karyawan yang tidak termasuk dalam tugas utama mereka, tetapi membantu meningkatkan hasil organisasi. Dalam hal ini tugas-tugas yang sementara belum dapat diambil alih sepenuhnya oleh teknologi robot atau AI. OCB dapat memengaruhi kesejahteraan karyawan, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan banyak faktor lain yang mempengaruhi hasil organisasi. Kepemimpinan memainkan peran penting dalam mempromosikan OCB dan budaya organisasi memengaruhi perilaku OCB karyawan. Organisasi harus memahami pentingnya OCB dan berusaha untuk mempromosikan perilaku positif karyawan agar dapat mencapai hasil terbaik. Di sinilah peran manusia masih benar-benar nyata dan memiliki marwah tersendiri untuk tidak begitu saja menyerah di hadapan teknologi AI, IoT dan Robot. Semoga … (*)

Jakarta, 30/01/2024 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.