Jumat, 26 April 24

Gus Sholah: Saya NU yang Masyumi

Gus Sholah: Saya NU yang Masyumi
* Gus Sholah dan penulis. (Foto: dok. pribadi Lukman Hakiem)

Dalam percakapan di kediamannya pada 1 Juli 2019, Gus Sholah menuturkan kisah yang sangat dramatis.

Muktamar NU di Palembang pada 1952, akhirnya memutuskan NU keluar dari Masyumi, menjadi partai politik yang berdiri sendiri, dan menunjuk Gus Wahid menjadi Ketua Umum Partai NU.

Sekembalinya di Jakarta, menurut Gus Sholah, orang pertama yang ditemui oleh  ayahandanya adalah Ketua Umum Masyumi, M. Natsir. Gus Wahid meminta maaf kepada Natsir karena tidak bisa menolak takdir perpisahan itu, dan mengajak Natsir untuk membangun kerja sama antara NU dengan Masyumi.

Kerja sama itu diwujudkan seperti digambarkan dalam tulisan Anwar Harjono di atas.

Natsir juga menjalin kerja sama dengan tokoh NU yang lain, seperti K.H. Masjkur.

Saat menjadi Perdana Menteri, menghadapi protes  pemimpin dan rakyat Aceh yang statusnya diturunkan dari provinsi yang berdiri sendiri menjadi bagian dari provinsi Sumatera Utara, Natsir mengajak Kiai Masjkur menemui pemimpin Aceh, Tengku M. Daud Beuru-eh.

Suatu hari di tahun 1989, Kiai Masjkur bermaksud menemui M. Natsir di kantor Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Setibanya di pelataran parkir, Kiai Masjkur meminta putranya, Sjaiful Masjkur, untuk lebih dulu melihat apakah masih banyak tamu yang mengantri untuk bertemu dengan M. Natsir.

Setelah ternyata tamu masih banyak, Kiai Masjkur membatalkan rencananya bertemu Natsir. “Lain kali saja,” ujarnya kepada Sjaiful.

Natsir yang dilapori oleh sekretarisnya, Misbah Malim, tentang kedatangan putra Kiai Masjkur, sesudah tamu terakhir diterima, segera meluncur menuju kediaman sahabatnya itu. “Jika Kiai Masjkur datang, pasti ada soal penting yang akan dibicarakan,” kata Natsir kepada Misbah.

Demikianlah, dengan segala  perbedaan di antara mereka, tokoh-tokoh NU dan Masyumi tidak pernah memutus tali silaturrahim. Sebagaimana Natsir yang biasa mengunjungi kediaman Masjkur, Kiai Masjkur juga tidak sungkan  bertandang ke rumah Natsir.

Adik Gus Wahid, K.H.M. Jusuf Hasjim (Pak Ud), juga tidak canggung datang dan bertemu dengan Natsir. Yang khas dari Pak Ud, dia selalu mencium tangan Natsir.

Seakan mengikuti jejak pendahulunya, pada 10 Januari 2020, Gus Sholah datang ke kantor Dewan Da’wah di Jl. Kramat Raya 45, untuk membicarakan pembuatan film tentang kekejaman komunis di Indonesia. Gus Sholah hadir bersama budayawan Taufiq Ismail, dan mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Agustadi.

Halaman selanjutnya

Pages: 1 2 3 4 5

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.