Sabtu, 27 April 24

Asia Baru di bawah Xi, Modi dan Jokowi Kian Nyata

Asia Baru di bawah Xi, Modi dan Jokowi Kian Nyata

Usai berpidato tanpa teks selama 13 menit di forum CEO Summit APEC, di Beijing, Senin (10/11), Jokowi langsung diserbu kerumunan besar pengusaha Tiongkok yang ingin bersalaman. Jokowi seolah jadi bintang panggung. Pidato internasional pertama Presiden Jokowi itu sekaligus menandai lengkapnya trio raksasa baru Asia yang kini menjadi sorotan dunia: China, India, dan Indonesia.

Di ketiga negara ini, pada saat yang hampir bersamaan telah terpilih sosok pemimpin baru yang diyakini akan membawa perubahan. Ketiganya sama-sama menganut paham nasionalis modernisasi. Ketiganya bukan hanya memimpin wilayah di mana duapertiga penduduk dunia tinggal di dalamnya, tetapi juga kelompok negara dengan pertumbuhan terpesat di dunia saat ini.

Di China, Presiden China Xi Jinping berhasil memusatkan kekuatan China pada level yang luar biasa. Pendahulunya, Hu Jintao, membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk mencapai tingkat yang sama dibanding Xi. Xi mulai membangun konsensus nasional yang mampu mengatasi kepentingan yang menentang perubahan, termasuk kebijakan pembubaran monopoli, regulasi pasar yang lebih baik, meningkatkan transparansi, dan reformasi pajak.

Jika kebijakan PM India Narendra Modi dan Presiden Jokowi sejalan dengan Presiden Xi dalam memacu pertumbuhan ekonomi, bisa dipastikan ketiganya akan mendominasi Asia lebih cepat dari yang dibayangkan.

Sebagaimana Xi, Modi pun berani mengambil risiko politik demi mempercepat kemajuan negerinya. Pernyataannya, “India needs toilets more than temples” adalah indikasi kuat bahwa India akan berubah di bawah kepemimpinannya. Sebagaimana Xi dan Modi, Jokowi pun fokus pada pembangunan ekonomi. Komitmen mereka untuk sebuah perubahan besar bagi rakyatnya, diyakini akan membawa ketiga negara ini menjelma menjadi raksasa ekonomi yang sesungguhnya.

Kalangan analis sudah melihat bahwa trio pemimpin baru ini adalah sebuah kekuatan dinamis baru yang akan meredefinisi dan menulis ulang identitas ekonomi Asia. Dengan catatan, mereka mampu bersatu dan bekerjasama dalam memacu ekonomi Asia, dan mengesampingkan kasak-kusuk politik dan persengketaan teritorial di antara mereka.

Para analis menyebutkan, dengan terus tak berdayanya institusi-institusi ekonomi global, seperti Putaran Doha dan kekacauan finansial global, maka para pemimpin Asia seolah terpanggil untuk bersatu dan bekerjasama dalam memacu ekonomi Asia, sekaligus mejaga momentum pertumbuhan Asia terhadap risiko-risiko dari luar kawasan. Tantangan yang diharap ketiga pemimpin baru saat ini ialah bagaimana mencari jalan untuk berkolaborasi dalam penyeimbangan kekuatan ekonomi baru sambil mengatur strategi untuk mencegah persengketaan antara mereka.

Selama ini Asia telah mengalami suatu periode ketidakstabilan dan polarisasi politik, baik dalam negara maupun regional. Hal ini merupakan tantangan signifikan terhadap ketahanan ekonomi negara bersangkutan dan merusak prospek ekonomi regional secara keseluruhan. Dengan munculnya pemimpin-pemimpin baru ini, maka negara-negara ini mulai berada di ambang ekonomi yang lebih stabil dan politik yang berfungsi lebih baik jika mereka konsisten mengabulkan tuntutan rakyat untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan menggenjot pertumbuhan lebih tinggi.

Dalam menghadapi pelambanan pertumbuhan di AS dan Eropa, para pemimpin baru ini memilih kebijakan-kebijakan untuk merevitalisasi ekonomi regional. Mulai dari konsep “Likonomics” di China, “Modinomics” di India, hingga “Jokowinomics” di Indonesia.

Dilatar-belakangi malaise ekonomi di AS dan Eropa, negara-negara Asia umumnya mulai menjauhi Barat dengan mencoba menjalin perdagangan lebih erat antara mereka. Pasar-pasar Barat berangsur-angsur ditinggalkan. Contoh yang paling nyata, ialah pembentukan AFTA China-ASEAN yang memiliki potensi pasar mencapai 1,9 miliar konsumen dan nilai transaksi sekitar $4,5 triliun di seluruh Asia Tenggara. Sementara Kemitraaan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang menghubungkan ASEAN dengan Tiongkok, India, Jepang, Korsel, Australia dan Selandia Baru, adalah contoh FTA regional lainnya.

Antusiasme para CEO negeri Tiongkok terhadap Jokowi, yang sebelumnya didahului pertemuan Jokowi dengan kalangan pengusaha Tiongkok, kian memperkuat tanda-tanda bahwa identitas baru Asia kian nyata dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pul

Related posts