Kampus ITB di Jalan Ganesha, Bandung, Jawa Barat, adalah kampus yang indah dan unik. Banyak bangunan heritage yang dibangun pada zaman Belanda sejak tahun 1920. Sebut saja Aula Barat, Aula Timur, Gedung Teknik Sipil, Gedung Fisika, Gedung Teknik Lingkungan, dan Gedung LFM. Semuanya adalah bangunan tua dengan atap berupa kayu sirap. Dua tahun lagi, pada tahun 2020 ITB genap berusia 100 tahun.
Bangunan baru di dalam kampus dibuat kompatibel dengan bangunan lama. Salah satu unsur yang dipertahankan pada bangunan baru adalah pilar-pilar bulat yang tersusun dari batu kali dan direkat dengan semen sehingga tampak alami. Pilar-pilar itu menyangga atap bangunan. Pilar-pilar itu ada yang dibuat berpasangan kiri dan kanan sehingga membentuk lorong. Kalau kita berjalan di dalam lorong itu, kita seakan-akan menapaki perjalanan sejarah.
Di bawah ini adalah lorong dengan pilar-pilar penyangga di Gedung Teknik Sipil yang terletak di belakang Aula Barat. Ketika anda melewati lorong Teknik Sipil ini, seakan-akan anda menapaktilasi langkah kaki Soekarno ketika dia berjalan di lorong yang sama saat kuliah di sini pada tahun 1920-an. Ya, Soekarno adalah alumni Teknik Sipil ITB tahun 1920-an. Waktu Soekarno kuliah tahun 1923 di ITB hanya ada beberapa gedung saja, antara lain Aula Barat, Teknik Sipil, dan Gedung Fisika. Praktis Soekarno bolak-balik kuliah ke gedung-gedung tersebut melewati lorong ini.
Berjalan terus dari lorong ini ke arah utara kita melewati lorong di Gedung Fisika. Lantainya adalah marmer jadul, dan di sebelah kiri adalah dinding atau tembok untuk menempel pengumuman nilai ujian Fisika. Mahasiswa menyebut tembok ini sebagai tembok ratapan. Pilar-pilar yang sama seperti di Aula Barat dan Gedung Teknik Sipil berdiri diam membisu. Pilar-pilar itu sudah berdiri di sana sejak tahun 1920-an.
Terus berjalan lagi ke utara, kita akan melewati lorong yang menghubungkan Gedung Fisika dengan Gedung Labtek V. Gedung LabTek adalah gedung yang relatif baru usianya, yaitu dibangun tahun 1994. Namun, gedung ini dibuat sedemikian rupa sehingga tetap mewarisi aura atau “ruh” Aula Barat. Pilar-pilar batu berdiri dengan anggunnya seakan menyapa kita yang melewatinya.
Gedung LabTek V, VI, VII, dan VIII serupa bentuknya. Bangunan berlantai 4 itu disangga dengan pilar-pilar batu. Saat berjalan di lorong yang berjejer dengan pilar-pilar batu itu saat kampus sedang sepi, dari ujung ke ujung, kita seolah berjalan menuju sebuah titik yang konvergen.
Semua pilar-pilar batu di dalam kampus dihiasi dengan kembang stepanut yang menjalar dan bergelayutan. Pada Bulan Agustus, bunga-bunga yang berwarna oranye dari kembang stepanut bermekaran dengan indahnya.
Semua lorong di dalam kampus berawal dari pintu gerbang utara, dan berakhir di gerbang selatan. Setiap gedung dari utara ke selatan terhubung oleh lorong-lorong dengan pilar batu yang artistik dan alami, sehingga tidak ada alasan mahasiswa kehujanan untuk mencapai gedung manapun di dalam kampus. (Rinaldi Munir, Dosen Teknik Informatika ITB)
Baca Juga:
Tragedi Danau Toba yang Memilukan
Rujak Sayur Buah dan Bubur Hanjeli khas Orang Sunda Kala Bulan Puasa
Rahasia Sehat dan Umur Panjang PM Mahathir Muhammad
Mengapa Nasi Goreng Tek-tek Lebih Enak Daripada Nasi Goreng di Hotel?