Jumat, 26 April 24

Umroh “Astaghfirullah”

Umroh “Astaghfirullah”

Oleh: A. Bajuri, pengurus APTM (Asosiasi Pengusaha Travel Muslim)

Hari ini, saya baca diskusi teman-teman jamaah umroh travel FT, yang dicabut ijinnya. Katanya, FT tidak jelek semua. Ada sisi positifnya juga. Karena banyak orang yang bahagia dan senang telah diberangkatkan umroh dengan harga murah. Kendati juga diakui, bahwa ada puluhan ribu yang gagal umroh.

Berdasarkan dugaan polisi, bahwa travel itu menggunakan uang dengan skema ponzi. Semacam money game dengan cara, pendaftar umroh pertama memakai uang jamaah berikutnya. Sehingga bila tidak ada pendaftar umroh lagi, maka keberangktan umroh terhenti. Maka, Bila benar travel FT menggunakan cara itu, berarti ada “tangis dan tawa” dalam program umrohnnya. Ada yang tertawa karena sudah berangkat, dan ada yanmg menangis karena gagal berangkat.

Muncul sebuah pertanyaan besar. Bagaimana hukumnya umroh dengan biaya atau uang milik orang lain tanpa izin? Sahkah umroh mereka? Bagi mereka yang sudah berangkat umroh dan tahu ternyata FT memutar uang dengan “cara itu”, kalimat apa yang patut diucapkan, alhamdulillah ataukah astaghfirullah?

Meskipun jamaah berkelit bahwa dosa dan kesalahan itu yg menanggung adalah pemilik travelnya, namun di hati kecil para jamaah yg sudah berangkat itu pasti ada perasaan “merasa bersalah. Paling tidak, umrohnya merasa ada yang “cacat”, mengandung barang “syubhat”, apalagi kalau terbukti memutar uang dengan skema ponzi, maka memenuhi unsur ghoror (menipu), yang dalam fikih dinyatakan jual belinya “tidak sah”. Bila transaksinya tidak sah, maka mungkinkah umrohnya bisa mabrur?

Umrah “cacat fikih” itu pun masih meninggalkan masalah: bolehkah mengucapkan alhamdulillah karena sudah diberangkatkan? Ataukah harus mengucapkan astaghfirullah karena mereka tahu bahwa banyak saudaranya sesama muslim yang menangis dan merasa “ditipu” oleh travel tersebut. Atau bolehkah dengan mengatakan, “Semua itu sudah takdir”. Karena memang terbukti ada banyak jamaah yang sudah diberangkatkan.

Mmg ada jalan tengah, yaitu mengucapkan: alhamdulillah, lalu astaghfirullah, kemudian mendoakan agar mereka yang belum berangkat, bisa segera diberangkatkan umroh dengan cara apapun. Tapi apapun, bertaubatlah dan berdoalah semoga umroh yang telah dilakukan itu diterima Allah. Memang itulah salah satu risiko mengikuti umroh “paket astaghfirullah”. Harganya “astaghfirullah”, fasilitasnya “subhanallah”.

Sebuah pembelajaran berharga bagi masyarakat. Jangan hanya mencari harga termurah untuk ibadah tanpa mempedulikan unsur keabsahan dalam jual beli. Karena diterima dan tidaknya sebuah ibadah itu juga ditentukan oleh prosesnya. Melakukan perbuatan yang baik, harus dengan cara yang baik. Seperti melakukan sholat, tidak boleh dengan memakai baju atau sarung hasil mencuri.

Harga umroh yang normal dan masuk akal, “paket ekonomi” adalah sekitar Rp20 juta. Bila ada paket umroh dengan nama “super murah, super promo, harga banting, harga subsidi” dan sejenisnya, apalagi di bawah Rp15 juta, maka patut diduga ada “something wrong” dalam penggunaan uangnya. Karena biaya tersebut tidak cukup untuk membayar tiket pesawat PP dan akomodasi hotel, dua komponen terbesar dalam pembiayaan umroh.

Bagi pemilik travel, kasus “umrah astaghfirullah” ini juga hrs dijadikan sebuah pembelajaran istimewa. Pemilik travel haji-umroh harus seorang muslim, yang bertaqwa (takut kpd Allah), memahami ilmu agama (fikih), dan benar-benar sadar bahwa uang jamaah itu adalah amanah Allah. Apabila tidak benar cara penggunaannya dan cara penyalurannya, mk kelak di akhirat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Sebuah introspeksi untuk kita (saya).

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.