Rabu, 1 Mei 24

Tak Ada Aturan Pimpinan KPK Harus Dari Jaksa dan Polisi

Tak Ada Aturan Pimpinan KPK Harus Dari Jaksa dan Polisi
* Chandra M Hamzah.

Jakarta, Obsessionnews – Sikap pihak Komisi III DPR RI yang mengharuskan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ada dari unsur Kejaksaan dam Kepolisian dipertanyakan publik. Diantaranya, Mantan Wakil Ketrua KPK Chandra M Hamzah juga mempersoalkan adanya keharusan Latar Belakang dan unsur Kejaksaan sebagai pimpinan KPK.

“Selama saya mengikuti kegiatan dalam Tim Persiapan Pembentukan Komisi Anti Korupsi, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada 2000, tidak pernah dibicarakan keharusan adanya unsur jaksa atau unsur kepolisian sebagai Pimpinan KPK,” ungkap Chanmdra Hamzah, Kamis (26/11/2015).

Oleh karena itu, tegas Chandra, dalam Pasal 21 ayat (4) UU KPK dinyatakan bahwa Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Pasal ini untuk mengantisipasi apabila ada keadaan luar biasa dimana mengharuskan Pimpinan KPK untuk melakukan penyidikan dan atau penuntutan sendiri.

Sedangkan mengenai ketentuan Pasal 29 huruf d yang menyatakan persyaratan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus: “berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan;” dilatarbelakangi pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dengan pendekatan hukum saja, melainkan diperlukan keahlian di bidang lain, yaitu ekonomi, keuangan, atau perbankan.

“Mengenai apakah calon-calon Pimpinan KPK memenuhi syarat tersebut atau tidak, silakan DPR yang menilainya,” tutur Mantan Wakil Ketua KPK.

Jurubicara Panitia Seleksi (Pansel) KPK Betty Alisjahbana juga menegaskan, tidak ada ketentuan yang mengharuskan Capim KPK harus ada dari unsur Kejaksaan seperti yang dipersoalkan oleh Komisi III DPR. “Sepengatahuan saya tidak ada rumusan norma pimpinan KPK harus berasal dari jaksa dan polisi,” tandasnya.

Menurut Betty, tidak ada unsur pimpinan KPK dari Jaksa bukan karena Pansel tidak berbuat apa-apa. Ia mengaku sejak awal sudah melakukan komunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung, dan meminta agar ada pihak Jaksa yang ikut mendaftar. Namun, kenyataan tidak ada yang mau mendaftar. “Kita sudah melakukan upaya persuasif agar penutut umum mendaftar menjadi Capim KPK,” tuturnya.

Selain itu, Betty juga mengatakan dalam UU KPK pasal 43 dan ayat 3, hanya menyebut Capim KPK terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Menurutnya tidak ada kejelasan ‎secara sepesific yang mengatur tentang kewajiban dari Jaksa. “Jadi sebenarnya tidak ada alasan, bila Komisi III menolak 8 Capim KPK,” jelasnya. (Ars)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.