Jumat, 26 April 24

Surat Terbuka dari Kaum Ibu Untuk Sukmawati

Surat Terbuka dari Kaum Ibu Untuk Sukmawati
* Sukmawati Soekarnoputri

Catatan Sederhana dari Seorang Ibu dari Sudut Desa di Yogyakarta

 

Kepada

Ibu Sukmawati

 

Kami kaum ibu, di sudut terpencil Yogyakarta Hadiningrat telah meenyimak puisi ibu. Kami mencoba mencerna apa sekira pesan makna di balik puisi tentang ibu Indonesia.

 

Sejarah mengajarkan kepada kami kaum ibu, bahwa negara ini tegak karena para pendahulu kami, yang sebagian mereka para pahlawan sekaligus sosok para ibu. Dari Cut Nya’ Dien, Dewi Sartika, hingga Kartini. Semua menyuarakan tentang pentingnya aktualisasi diri seorang perempuan yang notabene juga seorang ibu. Perjuangan mereka penuh elegan tanpa perlu menyudutkan pihak lain semisal hal sensitif berupa SARA. Karena cita mereka hanya satu tegaknya martabat bangsa di atas kesatuan semua unsur anak negeri.

 

Guru kami juga mengajarkan makna tentang Bhineka Tunggal Ika yang bermakna bahwa kita di bumi pertiwi tercinta ini telah menyadari bahwa kita berasal dari suku  daerah, logat, warna kulit,bahasa dan agama yang beraneka warna, namun kita sepakat bahwa kita disatukan dengan satu cita yang sama, NKRI yang kan kita jaga bersama.

 

Namun kini kami menyaksikan, bahwa bahtera NKRI itu hampir tenggelam, terkoyak, hingga layar2 penyatu arahnya tercabik robek dan lusuh. Dan sayangnya, puisi panjenengan bu Sukma bagai buldozer yang turut meremukkan bahtera kita.

 

Puisi yang teramat tendensius, penuh kekusaman cara berpikir. Puisi yang disemangati rasa kebencian membuncah terhadap agama yang justru dengan itu bangsa ini dulu tegak mengangkasa.

 

Rupannya panjenengan bu Sukma, telah mematikan sejarah bangsa. Atas nama apakah nuranimu hingga beku membiru tiada bekas kearifan yang kau tampilkan. Jauh dari elegan seorang putri biologis bapak proklamator.

 

Kepada panjenengan bu Sukmawati, setahu saya, sosok ibu itu hendaknya mengayomi, membuat rasa tenteram pada lingkungan dan masyarakatnya. Namun anda melakukan satu hal yang teramat menyinggung rasa berkebangsaan.

 

Kami tidak akan menanyakan apa agamamu, bahkan tak beragamapun kami tiada peduli, karena bukankah itu urusan privatmu. Akan tetapi di saat panjenengan gegabah di ranah publik menyampaikan pesan puisi yang teramat menyakiti ibu Indonesia yang lain, yang tidak sepakat dengan puisi anda, maka saksikanlah kami siap menjaga kehormatan agama ini.

 

Kami mewakili ibu Indonesia di sudut terpencil tidak menuntut panjenengan untuk minta maaf, buat apa? Sedangkan kepada Tuhan pun, Anda permainkan.

 

Sekian catatan kami bu Sukmawati, semoga Allah SWT menolong agama ini tegak di bumi pertiwi.

 

Ibu ndeso

Fahima Indrawati

Bantul, 2 April 2018

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.