Pagar Laut Ilegal Sepanjang 30,16 Km di Tangerang Rugikan Nelayan, Negara Jangan Diam

Obsessionnews.com –Pagar laut sepanjang 30,16 km di Tangerang berdampak pada 16 desa di 6 kecamatan, termasuk Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga yang masuk dalam kawasan pemanfaatan umum sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2023. Negara diminta hadir menyikapi pagar bambu yang hingga kini masih berdiri.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS Riyono Caping menginspeksi lokasi pada Rabu (8/1). Dia juga melakukan dialog dengan para nelayan kecil yang terganggu dengan adanya pagar laut. "Saya ingin tahu langsung, siapa yang membuat pagar ini? Mengapa tidak ada tindakan nyata dari pihak terkait? Itu yang menjadi inti diskusi kami di pinggir pantai," ujar Riyono.
Pagar laut ilegal di Tangerang turut dikritisi warga net. Akun @ruhulanakgaul mencurigai cukong-cukong sudah mulai mengkavling laut. Sebab pagar laut didirikan tanpa izin.
Laut kita sudah mulai dikapling oleh cukong-cukong bekingan mulyono. Tampak, Pagar sepanjang 30 Km lebih sudah dipasang. Gak mungkin yg kayak gini kerjaan nelayan sederhana.
—ruhulmaani (@ruhulanakgaul) January 9, 2025
Lawan!! pic.twitter.com/om2yUV3mBk
Wilayah ini masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang diatur oleh Perda Nomor 1 Tahun 2023. Kawasan ini meliputi berbagai zona penting seperti zona perikanan tangkap, pelabuhan perikanan, hingga zona pariwisata dan pengelolaan energi.
Menurut Riyono, ribuan nelayan kecil yang bergantung pada one day fishing kini resah akibat pemagaran wilayah pesisir laut oleh pihak tak bertanggung jawab. Kondisi ini sudah berlangsung selama lima bulan terakhir tanpa ada solusi nyata, meski Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten telah melakukan inspeksi sejak 2024 namun hingga kini, pagar bambu itu tetap berdiri kokoh di Laut Tangerang.
Riyono menyebut, berdasar data DKP Provinsi Banten, terdapat 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya di kawasan tersebut. Jika dihitung dengan rata-rata jumlah anggota keluarga, maka sekitar 21.950 jiwa terkena dampak ekonomi akibat pemagaran laut ini.
“Belum lagi kita bicara soal dampak ekologis. Pemagaran ini tidak hanya mengganggu akses nelayan, tetapi juga berpotensi merusak habitat biota laut. Jika nantinya ada reklamasi tanpa izin yang sah, maka kerugian ekologis akan semakin besar,”tutur Riyono.
Dirinya juga menyoroti pentingnya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) bagi pihak-pihak yang memanfaatkan ruang laut lebih dari 30 hari. "Jika izinnya ada, kenapa tidak disampaikan secara transparan? Jika tidak ada, jelas ini pelanggaran serius yang harus diusut tuntas. Negara harus hadir untuk membela hak nelayan," kata dia.
Riyono mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini. “Nelayan kita tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Mereka adalah tulang punggung ekonomi pesisir, dan negara wajib memberikan perlindungan nyata bagi mereka," pintanya. (Erwin)