MK Hapus Presidential Threshold, Bukti Konstitusi Anti-nepotisme dan Politik Dinasti

Obsessionnews.com - Putusan progresif Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) sebagai syarat pencapresan membuktikan konstitusi kita antipolitik dinasti dan nepotisme politik. MK secara sporadis menunjukkan hal itu dalam sejumlah putusan terkait dengan pilkada dan pilpres.
Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, MK menunjukkan kesan tersebut dalam penghapusan pasal dinasti politik dalam pilkada. Pertimbangan yang disampaikan MK yakni menjaga hak konstitusional warga negara. Maka membatasi hak konstitusional warga karena hubungan darah dinyatakan MK bertentangan dengan hak asasi manusia.
Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Bagaimana Nasib Partai Koalisi Pemerintah?
"Dua dalil ini, dipergunakan oleh MK untuk mengabulkan permohonan pembatalan PT," kata Ray, di Jakarta, Jumat (3/1).
Menurut Ray, MK memberi penegasan kalau nepotisme dan dinasti politik dibolehkan dalam sistem pemilihan langsung oleh rakyat, sebagaimana sikap ketika menolak permohonan pembatalan Gibran sebagai cawapres. Konsekuensinya, MK menilai PT tak relevan untuk diterapkan hanya karena khawatir melubernya paslon capres-cawapres sehingga terjadi inefisiensi.
Baca Juga:
Pemerintah Hormati Putusan MK yang Menghapus Presidential Threshold
"Dinasti dan nepotisme boleh, masak banyak calon tidak boleh," tuturnya.
Ray menilai, keputusan MK menghapus PT merupakan konsekuensi logis dari banyaknya putusan MK sebelumnya. Termasuk ketika menguji syarat usia capres-cawapres dengan membuat ketentuan bersyarat. Dalam konteks ini, MK secara tersirat menunjukkan argumentasi open legal policy tak berlaku lagi.
"Sejak MK menerima permohonan koreksi batas usia capres dan cawapres maka sejak itu argumen open legal policy rontok," tuturnya.
Baca Juga:
MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Usung Capres-cawapres
Dia menganggap tidak sulit untuk memahami mengapa MK akhirnya menghapus ketentuan PT, yang sudah 30 diuji di MK dan baru kali ini dikabulkan. Ray menyebut, sejak kisruh putusan yang melanggengkan Gibran maju cawapres terdapat kesan MK ingin membuktikan diri sebagai benteng terakhir penegak konstitusi.
Baca Juga:
Putusan MK Hapus Presidential Threshold, Kado Tahun Baru Terbaik
"Pascasidang MK tentang batas usia capres dan cawapres, berembus angin politik di MK yang lebih kondusif. Ada nuansa di mana MK terlihat lebih bebas dan independen. Seiring itu, ada juga nuansa di dalam MK untuk benar-benar tampil sebagai benteng terakhir penegakan konstitusi kita," kata Ray.
"Maka, kita mulai menikmati putusan-putusab MK yang lebih progresif. Seperti pernah kita alami di awal-awal lahirnya MK ini di bawah kepeminpinan Jimly Asshiddiqie," sambungnya. (Erwin)