Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi

Oleh: Chandra Purna Irawan, Ketua LBH Pelita Umat
Apabila DPR akan mengambil Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia pencalonan gubernur dan bupati, maka itu adalah salah langkah. Putusan MA terkait Uji Materiil terhadap Peraturan yang berada di bawah undang-undang dengan batu ujinya adalah undang-undang. Sedangkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Judicial Review terhadap Undang-Undang dengan batu uji Konstitusi. Sehingga apabila undang-undang yang menjadi rujukan MA telah diubah atau dibatalkan oleh MK, maka secara otomatis Putusan MA telah kehilangan objek dan batu ujinya.
Semestinya dari sini saja cukup mudah untuk dimengerti, jangan sampai terkesan mengadu Putusan MA dan Putusan MK. Mestinya Putusan MK dihormati dan ditaati, sebagaimana pernyataan Presiden terkait Putusan MK ketika Pilpres.
Sepertinya negara ini terkena gejala rezim otoriter electoral, sebagaimana pendapat Andreas Schedler, ahli politik Center for Economic Teaching and Research di Mexico City, menelaah gejala Electoral authoritarianism. Andreas menyatakan electoral authoritariania yaitu rezim yang menyelenggarakan pemilihan umum, tetapi Pemilu hanya jadi alat terus berkuasa. Pemilu dimanipulasi sedemikian rupa agar penguasa ini terus punya pengaruh. Rezim membunuh demokrasi dengan cara-cara demokratis kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut (power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely), aturan formal dimanfaatkan untuk melegitimasi penyelewengan kekuasaan. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya ruang kompetisi yang seimbang (uneven playing field).
Tahun 2017 saya pernah menulis buku yang berjudul “DIKTATOR KONSTITUSIONAL”, maksudnya adalah upaya untuk mengubah regulasi untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, agar tindakan atau kebijakan yang sebelumnya dianggap tidak sesuai regulasi maka menjadi sesuai atau legal.
Menyedihkan dan malu melihatnya, karena ditampakkan secara vulgar tanpa rasa malu.