Pengamat UNAS Nilai Airlangga Tunduk pada Kemauan Penguasa, karena Tersandera Kasus Minyak Goreng

Pengamat UNAS Nilai Airlangga Tunduk pada Kemauan Penguasa, karena Tersandera Kasus Minyak Goreng
Obsessionnews.com – Airlangga Hartarto mendapat amanah menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar pada 2017. Di bawah kepemimpinannya partai berlambang pohon beringin ini menduduki peringkat kedua dengan  memperoleh 85 kursi DPR RI pada Pemilu 2019. Perolehan kursi ini turun 6 kursi dari sebelumnya 91 kursi pada Pemilu 2014. Sedangkan yang menempati posisi teratas adalah PDIP yang memperoleh 128 kursi.     Baca juga: Airlangga Mundur dari Jabatan Ketum Golkar       Golkar mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi) – Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019. Jokowi – Ma’ruf berhasil menaklukkan  duet Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Atas jasanya berhasil memenangkan Jokowi – Ma’ruf tersebut Airlangga diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekekonomian periode 2019 – 2024. Sebelumnya ia menjabat Menteri Perindustrian periode 2016-2019.   Airlangga terpilih lagi menjadi Ketum Golkar dalam Musyawarah Nasional (Munas) 2019. Salah satu Keputusan Munas adalah Airlangga menjadi capres pada Pemilu 2024.   Pemilu Legislatif dan Pilpres 2024 digelar serentak. Dalam Pemilu Legislatif Golkar berhasil memperoleh 102 kursi DPR atau atau naik 17 kursi dari Pemilu 2019. Golkar menjadi runner-up, sedangkan yang menduduki peringkat pertama adalah PDIP yang memperoleh 110 kursi. Sementara itu untuk Pilpres Airlangga tak menjalankan Keputusan Munas Golkar 2019. Dia tidak maju sebagai capres. Golkar justru mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo sebagai capres yang berpasangan dengan putra Presiden Jokowi dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Golkarlah yang pertama kali mengusung Gibran sebagai cawapres untuk mendampingi Prabowo.   Dinilai sukses membawa Golkar berjaya pada Pemilu 2024 Airlangga mendapat dukungan dari ormas-ormas sayap Golkar, yakni Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Pimpinan Pusat (PP) Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG), dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) untuk kembali maju sebagai Ketum pada Munas Desember 2024.   Namun, di tengah hujan dukungan dari ormas-ormas tersebut, tiba-tiba terjadi kejutan. Airlangga menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai Ketum Golkar melalui video yang ditujukan kepada kader Golkar dan diterima wartawan pada Minggu (11/8/2024). Dalam video berdurasi sekitar 3 menit, Airlangga mengaku sudah resmi mundur sejak Sabtu (10/8). “Dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. Pengunduran diri ini terhitung sejak semalam yaitu Sabtu (10/8),” kata Airlangga. Ia mengaku mundur karena mempertimbangkan keutuhan Golkar sekaligus memastikan stabilitas transisi pemerintahan ke depan. Airlangga juga melanjutkan, DPP Golkar bakal menjalankan mekanisme organisasi sesuai AD/ART untuk menentukan ketum definitif. “Semua proses ini akan dilakukan dengan damai, tertib dan dengan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” kata dia. Sebelum menyatakan mundur, Airlangga sempat menepis isu Munas Golkar yang ditegaskannya bakal berjalan sesuai jadwal yakni Desember 2024. Dalam pidato pengunduran dirinya itu Airlangga tidak menyebut siapa pelaksana tugas (Plt) Ketum Golkar untuk menggelar Munas.   Pengamat politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Selamat Ginting mengatakan mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar itu mengagetkan banyak kalangan. Menurut Ginting, sebenarnya sudah ada tanda tandanya terjadi sesuatu di Golkar. “Sejak 6 Agustus yang lalu beredar di sejumlah media sosial bahwa Partai Golkar akan dicuri. Lalu pada  8 Agustus juga ada pernyataan dari Luhut Binsar Panjaitan yang mengatakan bahwa Golkar harus solid. Tidak ada yang salah dari Airlangga Hartarto karena dia bersama dirinya di kabinet dan membuat Golkar memperoleh hasil lebih baik pada Pemilu. Tidak boleh ada faktor eksternal yang mendongkelnya. Kira kira itu kalimat Luhut terhadap kepemimpinan Airlangga pada tanggal 8 Agustus. Nah, tentu semua dibikin kaget ketika pada hari Minggu sekitar pukul 11 WIB ternyata ada pernyataan mundur dari Airlangga di tengah kuatnya dukungan dari ormas pendiri dan ormas Golkar untuk meminta kembali Airlangga memimpin Golkar pada Munas Desember 2024,” kata Ginting kepada obsessionnews.com, Senin (12/8).   Ginting mengungkapkan, media massa ramai memberitakan sebelum Pilpres 2024 Airlangga diperiksa sebagai saksi dalam dugaan kasus korupsi kelapa minyak sawit atau minyak goreng oleh Kejaksaan Agung pada Juli 2023. Ia diperiksa sekitar 12 hingga 13 jam. Dari kasus itu Ginting menilai status Airlangga berpotensi ditingkatkan menjadi tersangka. Ini yang membuat Airlangga tersandera, sehingga dia harus tunduk kepada kemauan penguasa.   Ginting mengemukakan tidak semua kader puas dengan kepemimpinan Airlangga. Ketua ketua Golkar provinsi dan kota/kabupaten tidak diusung menjadi calon kepala daerah. Misalnya Ketua Golkar Sumatera Utara (Sumut) yang juga Wakil Gubernur Sumut tidak diplot menjadi calon gubernur atau calon wakil gubernur Sumut pada Pilkada 2024. Nasib yang sama juga dialami Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar.  Namanya tidak muncul sama sekali dalam pencalonan Pilkada Jakarta, baik untuk gubernur maupun calon wakil gubernur. Justru yang muncul dalam bursa cawagub adalah Jusuf Hamka atau yang dikenal dengan nama Babah Alun. Siapa Babah Alun itu? Tentu menjadi pertanyaan kenapa tiba-tiba orang baru itu dimunculkan.   Mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar, menurut Ginting, tidak bisa dilepaskan dari kasus yang menjeratnya dalam kasus minyak goreng. Rumor yang berkembang pekan lalu sudah ada panggilan bagi Airlangga untuk kembali diperiksa di Kejaksaan Agung. “Bahkan kalau kita lihat jadwal di persidangan di Pengadilan Negeri di Jakarta sudah ada agenda pada 12 Agustus ini Airlangga akan diperiksa,” kata Ginting.   Ginting menilai penguasa sengaja memilih Airlangga sebagai Ketum Golkar pada 2017 dan 2019 karena lemah di grassroot, sehingga akan mudah digergaji. (arh)