Akhirnya Politik Saling Serang

Akhirnya Politik Saling Serang
Oleh: As'ad Bukhari, S.Sos., MA, Analis Politik Independen Musim kampanye dalam pesta demokrasi akan memberikan nilai budaya politik dan sosial politik yang terus berubah. Bila tidak mampu melakukan filterisasi terhadap serangan lawan maka akan terkena implikasi, apalagi bila lawan sangat kuat dan sangat dekat bahkan cenderung masih berafiliasi dengan kekuasaan. Maka siapa pun penantang akan selalu kena getah dan mentahnya bila tidak mampu menyaring suatu serangan baik serang darat ataupun udara. Salah satu strategi yang dimainkan ialah dengan isu melalui propaganda politik dengan alat media. Sebab dengan begitu akan mudah memunculkan reaksi, polemik dan diskursus agar dapat menyerang lawan serta mencari keuntungan dukungannya. Tentu bagi yang memiliki pengaruh besar pada media, ia akan memenangkan narasi dan isu politiknya secara monopolitik dan hegemoni politik media. Sehingga informasi tidak akan seimbang serta cenderung sangat subjektif, emosional, dan nepotisme. Hal yang menarik ialah ketika para tim sukses bermain isu dalam kampanye selalu dengan mengurusi rumah tangga lawan, dalam arti selalu menyerang dengan cara nyinyir yang bukan kapasitas serta urusan internalnya. Sehingga memunculkan kegaduhan isu politik yang kemudian diframing oleh media yang berkepentingan, khsususnya bagi media yang memiliki masalah emosional terhadap tokoh politik atau politisi yang kritis terhadap narasi media yang terkadang secara temporer tidak objektif.   Juru bicara tim sukses harus memiliki integritas dan kapabilitas, jangan hanya asal suara dengan modal vokalitas melalui ajang narsisme politik dengan metode gimik ataupun sloganistik semata. Sebab itu sama saja menjadi politik kosong sesuai pepatah tong kosong nyaring bunyinya ketika nantinya mulai aksi saling klarifikasi dan saling serang dengan mempertahankan argumentasi mana yang pada akhirnya memiliki dasar pengetahuan politik dan mana yang tanpa dasar pengetahuan politik sebatas citra parpol. Diskurus yang terbaik ialah dengan mengangkat persoalan dan problematika paling krusial seperti ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan seni baik skala lokal, regional, nasional dan internasional. Sehingga tidak terjebak pada narasi narsisme yang memunculkan dramatulogi yang sangat remeh temeh tidak substantif. Pada akhirnya politik saling menyerang pun dimulai, akibat dari permainan propaganda politik yang kemudian ditambahkan oleh media sekaligus dibumbui oleh suara-suara aktivis, tokoh, dan artis baper, narsis maupun sensional. Maka tambah ruwet dan rumitlah suatu isu yang akhirnya pun menjadikan bangsa sangat lemah, sangat kosong, sangat jauh dari esensi kebangsaan dalam berpolitik integritas. Semua hanya menjadi bahan untuk viralisasi pribadi agar mendapatkan banyak pengikut dan followers semata. Tak menjadi masalah bila jalannya benar, jujur, adil, arif, sehat, tegas, dan bertanggung jawab. Akan tetapi menjadi salah kiblat, salah referensi bila dimainkan oleh oknum, kelompok atau orang yang hanya mementingkan keuntungan bersifat oportunis dan pragmatis semata. Saling lapor melapor yang tidak substantif akan mengakibatkan bangsa semakin rendah moralitas dan semakin tinggi imoralitas atau amoralitas, sehingga logika akan mati dan anomali akan tumbuh subur. Apalagi situasi hukum dan penegakan hukum masih sangat labil dan lemah mudah terinfeksi dan terintervensi oleh kekuatan yang menguasai. Politik saling menyerang ide, gagasan, program, narasi, dan diskursus jauh lebih substansial ketimbang hanya bermain dengan isu-isu sentimen agama, sentimen privasi atau pribadi, sentimen masa lalu, sentimen emosional dan sentimen perkara ego. Sebab bila terus begitu, maka politik saling buka kartu as, buka kasus, buka kejahatan masa lalu akan terus dimulai, pada akhirnya politik hanya bermain bullying dan intimidating semata. Bagi orang-orang yang kategori anak kemarin sore, atau pahlawan kesiangan bila belum merasakan dalamnya dunia politik serta panggung media politik setidaknya tidak menuai kontra atau melakukan hal-hal hampa, kosong sekaligus destruktif hanya karena ingin selalu berada dalam panggung media politik. Sehingga menghemat ongkos iklan partai politik dan iklan personal branding untuk mencapai kepentingan politik. Memberikan edukasi politik sesuai dengan kultur dan tradisi kebangsaan keindonesiaan haruslah dijaga secara filosofis bukan hanya sekadar simbolis dan iklan di mulut saja. Banyak hal yang jauh lebih penting daripada sekadar mencari kesalahan lawan yang tidak ada kaitanya dengan etika politik dan budaya politik. Para politisi dan seluruh elemen jaringannya jangan lagi memainkan politik saling serang kasus. Sebab semua politis itu semuanya pasti memiliki kartu as, memiliki catatan hitam, memiliki arsip kesalahan, memiliki kenagan dosa terhadap lawan politiknya sendiri apalagi dalam politik antara kawan dan lawan akan berseberangan itu sangat mungkin hanya masalah waktu dan situasi saja. Saling lempar melempar isu yang mustahil akan sampai pada jalur hukum itu sama saja dengan mempermainkan aspek hukum sebagai bentuk pengkhianatan bangsa dalam aspek keadilan serta penegakan hukum. Karena sama saja tidak menjadi bangsa yang progresif melainkan bangsa yang evolutif dan agresif pada kerusakan dan kehancuran semata.   Permainan elite politik ini pun tentu tidak membika jalan bagi para politisi kloningan, politisi baperan, politisi pemimpi, politisi pahlawan kesiangan, politisi anak ingusan dan politisi anak tadi sore. Sebab besar kerusakan justru pada level bawah dan level dasar politik yang berusaha merebit panggung politik baik di hadapan media konvensional maupun media online. Politik saling menyerang itu hal yang wajar dan menjadi tidak wajar bila hanya melahirkan dan menghasilkan kegaduhan, kekosongan narasi, serta persoalan atau problematika lainnya sehingga isu persoalan dan problematika yang esensial dan substansial justru ternggelam, tertutupi, dan terhapus di ranah publik pada permukanaan. Maka dari itu kesadaran membangun bangsa yang besar ialah dengan kepeduliannya melalui pandangan optimis untuk menyelesaikan problematika bangsa yang dihadapi sehinga mencari jalan alternatif dan solutif serta tidak bermain kambing hitam, apalagi hanya mampu salah menyalahkan bila gagal dan hanya mampu kliam mengkalim bila berhasil. []