Presiden Negara ataukah Perusahaan?

Oleh: As'ad Bukhari, S.Sos., MA, Analis Kajian Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik Negara yang besar tentu memiliki sumber daya alam berlimpah tuah serta banyak. Namun apakah sebanding dengan sumber daya manusia yang ada di dalamnya atau justru tidak sebanding pula. Negara memiliki banyak komponen, instrumen dan institusi serta perusahaan di dalamnya yang semua memberikan manfaat maupun keuntungan dengan tujuan akhirnya ialah untuk kesejahteraan rakyatnya. Negara akan kuat atau lemah juga tergantung pada pemimpinnya dan pada presidennya sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan tertinggi tentunya. Peran negara harus lebih besar dari peran lainnya, hal ini agar negara menjamin hak sekaligus kehidupan setiap rakyat yang dipimpinnya terlepas itu pemilihnya atau tidak, yang mendukung ataupun tidak, yang menjadi pecintanya atau pembencinya semua mesti harus dilindungi sesuai dengan konstitusi. Karena pemimpin sebuah negara dalam hal ini presiden adalah representasi rakyat, karena rakyatlah yang memilihnya dan kedaulatan itu hanya ada ditangan rakyat yang juga sebagai alat legitimasi negara. Namun apakah negara jauh lebih berdaulat ataukah justru perusahaan sebagai korporasi yang meguasai pasar yang lebih kuat melangkahi peran negara. Ataukah justru negara adalah perusahaan bagi rakyat yang mengambil wewenangnya, semua menjadi diskursus yang krusial dan esensial untuk dikaji sedalam mungkin. Jangan sampai negara menjadi perusahaan atau perusahaan menjadi negara, karena keduanya itu berbeda arahnya. Perusahaan tentu mencari keuntungan dan memberikan manfaat bagi negara bila prosedurnya benar sesuai dengan undang-undang. Akan tetapi bisa menjadi masalah besar bila menjadi alat kekuasaan serta alat hukum yang ditransaksionalkan untuk mendapatkan hegemoni profit atas nama negara dna hukum. Terkadang negera menjadi kecil bila peusahaan mengambil banyak peran dalam sepak terjang politik yang akhirnya mengerdilkan posisi negara yang akan dipimpin oleh manusia-manusia berjubah korporasi. Cenderung negara akan berjalan di tempat dan akan terkuras persediaannya dalam hal ini kas negara maupun aset-aset negara. Sehingga perusahaan bagaikan bayangan pada sebuah negara yang menjadi pengarah kekuasaan dibalik layar sebagai bagian yang privat. Bila melihat konteks hari ini, apakah presiden sebagai presiden negara ataukah sebagai presiden perusahaan di dalam negara. Tentu tidak semudah yang dibayangkan dalam merumuskannya, sebab presiden tugasnya sangat luas dikarenakan negara yang begitu besar. Menjadi problematika sekaligus dinamika bangsa ialah ketika presiden ternyata lebih banyak berperan sebagai presiden perusahaan atas aset-aset yang dimiliki oleh negara. Entah itu untuk mendapatkan keuntungan, mencari kepentingan atau menutup segala hutang pinjaman yang memang menjadi prioritas kebijakan presiden sehingga membutuhkan banyak pundi-pundi dana segar dalam mengalokasikan anggaran sekaligus membelanjakannya demi kebutuhan-kebutuhan pembangunan sebagai kebijakan utamanya. Lantas seberapa besarkah manfaatnya untuk kepentingan rakyat kecil bukan pada rakyat elit atau wakil rakyat atau dewan rakyat tentunya. Terkesan remeh temeh dan sedehana namun indiaksi serta implikasinya sangat besar bagi negara. Hal yang menjadi perhatian sebagai rakyat yang kritis demi merekonstruksi negara ialah sebuah kritik bahwa presiden dalam hal ini haruslah benar-benar menjadi presiden negara, meskipun divsekitarnya adalah orang-orang perusahaan yang berkepentingan dalam aset-aset negara serta agenda korporasi yang dibalut dengan politik etis dan politik jasa asal tuan senang maupun asal tuan terbalaskan budi. Sebab bila presiden hanya berputar-putar dan berkutik dengan urusahan yang lebih prioritas pada hal perusahaan dan korporasi, maka sudah dapat dipastikan bahwa negara tidak memberikan kesejahteraan rakyat, tidak memberikan kepastian hukum dan tidak memberikan perlindungan pada rakyat. Justru sibuk dalam urusan kepentingan perusahaan yang akhirnya menjadi presiden perusahaan dengan baju, kostum, atribut negara serta mengatasnamakan rakyat melalui media sebagai tempat membangun pencitraan. Karena sesungguhnya presiden negara itu adalah memberikan jaminan atas rakyat dan mempertahankan aset negara yang merupakan manifestasi rakyat serta alamnya dan tanahnya. Kepemimpinan yang berkeberpihakan pada rakyat kecillah yang harusnya menjadi prioritas negara untuk hadir dan memberikan jaminan kesejahteraan. Jangan sampai negara justru menjadi alat permainan senda gurau, lucu-lucuan, guyonan dan canda tawa namun disisi lain ketika urusan perusahaan dan korpirasi malah seriusnya bukan main, fokusnya sangat besar, konsentrasinya tinggi dan bila perlu media, pinjaman, hutang dam semua apapun dilakukan bahkan dibela-belain. Akan tetapi bila urusan-urusan kenegaraan, kebangsaan, kerakyatan malah cengar-cengir, tawa lebar, senyum langit diatas penderitaan rakyat. Namun emosi memuncak bila dikritik, bila diluruskan dan sebagainya. Menandakan bahwa suatu bangsa kehilangan pemimpin negara yang dari masa ke masa merosot karakter, kehilangan integritas dan hancur etika. Negara harus kembali menjadi bangsa yang bermartabat, sehingga semua yang dapat merusak, mengganggu, mencuri, menghancurkan dapat dicegah dan diatasi dengan baik. Yakinlah bahwa masa depan bangsa akan cemerlang ditangan-tangan para pemimpin yang bertanggung jawab, berani, jujur, ikhlas, beribawa dan berketuhanan tentunya. []