Mengenali Orang di Belakang Presiden

Mengenali Orang di Belakang Presiden
Oleh: As'ad Bukhari, S.Sos. MA., Analis Kajian Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik Selama ini publik hanya mengenali sosok presiden sebagai pemimpin negara pilihan rakyat dengan suara terbanyak. Kemudian mudah termakan oleh para juru bicara dan politisi partai yang memainkan isu sesuai kepentingan politik dan partainya. Presiden itu adalah pemimpin publik yang tugasnya sangat kompleks dan salah satunya ia realisasi program kerja melalui janji kampanye yang dulu dicanangkan dan disosialisasikan kepada rakyat.       Membandingkan presiden yang bekerja dengan tokoh lain yang bukan pejabat publik dan pemimpin publik adalah hal yang salah kaprah dan tidak intelektual. Ada tokoh nasional non pejabat atau mantan pejabat dan ada pula tokoh nasional yang memiliki jabatan atau sebagai pejabat publik. Tentu sebagai pemimpin publik harus menerima segala macam kritikan dari rakyat baik yang solutif, konstruktif, alternatif bahkan yang konfrontatif atau destruktif sekalipun. Itu adalah konsekuensi presiden sebagai pemimpin negara yang memegang kekuasaan dan menjadi pejabat publik.       Menjadi presiden prosesnya panjang dan tidak berkerja secara individu ataupun sendirian. Akan tetapi melalui mekanisme politik yang cukup kompleks melalui partai politik serta dinamika politik lainnya. Tentu presiden dapat memenangkan kontestasi politik karena adanya orang-orang kuat, besar, mapan, elite, besar yang berada di belakangnya. Orang-orang tersebut tentu jabatannya bukan paling atas atau paling strategis, namun mereka bisa mengisi di semua lahan-lahan basah, lahan empuk dan lahan profit yang sangat menguntungkan. Merekalah yang disebut sebagai back up presiden dalam menjalankan roda pemerintahan dalam menggunakan anggaran negara beserta segala kekuasaan, kewenangan dan kebijakan tentunya. Intervensinya bisa sangat kuat bila ia memiliki banyak partai koalisi pengusung yang ada di parlemen dan kabinet. Bukan berarti presiden bekerja sesuai keinginannya melainkan ada aturan yang lebih tinggi yakni undang-undang.       Mengenali orang di belakang presiden adalah satu hal yang sangat penting selain hanya membanggakan, menyukai, menginginkan dan mengharapkan presidennya. Akan tetapi siapa saja orang yang mempengaruhi, yang melindungi, yang mengawal, yang menasihati, yang mengelilingi sekitar presiden itu sangatlah penting. Sebab bisa saja kelompok mafia, koruptor, penjahat, preman, bandar, atau dari mana saja yang berbeda-beda latar belakangnya. Sejarah telah banyak mencatat dari presiden pertama sampai ketujuh saat ini, presiden akan lemah sehingga sangat kontroversial, otoriter, krisis karena orang-orang yang di belakang adalah para pengkhianat, perusak, pengacau dan penjarah aset bangsa. Orang yang dimaksud berada di belakang presiden itu antara lain yakni dari partai mana, siapa ketua partainya, apakah dia ketua partai, siapa penasihatnya, siapa dukungan korporasinya, siapa konsultan politiknya, siapa investor program pembangunannya, siapa yang mempengaruhi arah kebijakannya, siapa kawan dialog politik kesehariannya, siapa yang mengendalikan arah pemikirannya, siapa yang menjadi lawannya sekaligus musuhnya, siapa yang disejahterakannya, siapa yang dilindunginya dan sebagainya. Agar publik memiliki tanggung jawab dalam memilih presiden yang dimandatkan untuk amanah menjalankan pemerintahan secara keseluruhan dari hulu sampai hilir dari pendukung, simpatisan, pengusung, pengawal dan seterusnya harus diketahui dan dimengerti. Agar publik tahu akan ke mana arah kebijakannya diimplementasikan.         Jangan sampai hanya melihat dan meilih presiden hanya sekadar sloganistik dan simbolik atau pencitraan entah karena terlihat sederhana, merakyat, ndeso, mapan, religius atau sebagainya. Sehingga tidak otentik dan tidak bersifat original bahkan orisinalitasnya sangat kontradiktif terhadap arah kepemimpinannya. Presiden mau tidak mau pasti akan memegang ideologi partainya atau partai yang memandatkannya jika bukan seorang ketua umum partai. Memang dalam demokrasi siapa pun bisa menjadi presiden, akan tetapi memilih presiden yang ideal juga bagian dari demokrasi substansial. Menjadi presiden akan menjadi panutan sebagian rakyat dan publik. Model kepemimpinannya dan pemikirannya akan dilihat bahkan bila yang sangat minim intelektual akan terlalu mudah dan cepat menelan mentah-mentah apa pun yang dipraktikkan serta perlihatkan presidennya. Sebab presiden pun akan merasa berhutang budi terhadap seluruh komponen yang telah memperjuangkannya sampai menuju kursi tertinggi negara. Presiden pun akan mengambil agenda orang-orang yang berada di belakangnya yang telah menjadi back up tadi. Sebab biaya politik dalam sistem demokrasi itu tidak murah melainkan mahal, tidak mudah melainkan susah, tidak kecil melainkan besar, tidak sederhana melainkan kompleks dan sebagainya. Hal itulah yang menjadi kan semua menarik dalam perebutan kontestasi presiden.       Satu hal yang pasti ialah ingat selalu istilah jangan membeli kucing dalam karung atau jangan membeli barang tanpa mengenal produknya. Semua harus jelas, pasti, valid dan benar adanya sehingga tidak salah dalam memilih secara bijak dan benar. Karena presiden itu representasi dari rakyatnya dan pemimpin itu teladan bagi masyarakatnya. Bila ia saja sebagai orang nomor satu misalkan melanggar hukum dan aturan maka begitu juga rakyatnya, bila ia keras kepala dan anti kritik maka begitu pula rakyatnya begitu seterusnya. Maka memilih presiden harus bijak dan mengetahui selu beluk, bibit, bebet, bobot dan seluruh informasi pemimpin itu perlu dan penting. Rekam jejak, rekam pendidikan, rekam karier, rekam pemikiran, rekam digital dan rekam kehidupan lainnya. Agar memiliki presiden yang amanah, jujur dan menjadi teladan yang baik bagi rakyatnya. []