OJK Terbukti Tidak Mampu Awasi Bank, Real Estate Developers, Real Estate Brokers dan Perusahaan Asuransi

Obsessionnews.com - Banyak kasus bank, real estate dan asuransi yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan regulator di DPR. Banyak bank di Indonesia memiliki aturan pemberian kredit rumah (home loans) yang kurang flexible dan kurang menguntungkan publik dengan aturan yang sedikit tidak masuk akal. Hal demikian, menurut Activist for democracy Chris Komari disebabkan berikut ini. Pertama, debt to ratio mereka tidak begitu peduli, tetapi umur dijadikan patokan kredit, hanya memberikan kredit maximum hingga umur 65 atau 67 max, sehingga masa kredit yang diberikan mayoritas dibawah 10 tahun. "Jarang yang berani memberikan kredit rumah di atas 20 tahun," ungkap aktivis demokrasi yang kini berada di Amerika Serikat, Selasa (16/7/2024). Chris Komari memaparkan, di AS semua bank memberikan kredit rumah long term hingga 30 tahun asal ada bukti income, tidak peduli dengan umur dan status sudah pensiun. Kedua, lanjutnya, refinancing kredit rumah, KPR, dan lain-lain, bukannya diberikan bunga lebih rendah, tetapi malah dikenakan otomatis kenaikan bunga 1%, plus biaya refinancing, sehingga cicilan lebih tinggi. "Jadi refinancing kredit rumah di bank Indonesia itu tidak masuk akal," tegasnya. Diungkapkan pula, meskipun ada bank yang memberikan cicilan bulanan lebih rendah sedikit dengan memperpanjang masa kredit beberapa tahun, tetapi dikenakan biaya (cost of refinancing), dengan bunga yang hampir sama dan biaya-biaya lainnya yang begitu besar, keuntungan refinancing itu tidak ada, malah rugi waktu dan pembiayaan. "Plus ada bank yang nakal, semua total bunga berjalan yang belum waktunya dibebankan kepada peminjam waktu refinancing, sehingga nilai plafon pokok kredit membengkak begitu besar karena ditambah bunga berjalan yang belum waktunya pada saat refinancing," tambahnya. Ia menilai, tindakan malpractice bank di Indonesia seperti itu begitu banyak dan begitu sering saat refinancing kredit rumah yang sudah berjalan 3, 4 atau 5 tahun dan sangat merugikan publik dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak mampu mengawasi dan meregulasi Bank nakal seperti itu. "Direksi Bank dan pegawai bank yang melakukan tindakan malpractice dan kerugian konsumen perlu dipecat dari jabatannya dan dikenakan sanksi hukum," bebernya. "Kalau perlu bank swasta yang nakal seperti itu perlu ditutup dan dicabut izinnya," tuturnya pula. Ketiga, jelas dia, banyak bank di Indonesia melakukan malpractice, tetapi OJK tidak mau bertindak meskipun sudah mendapatkan laporan dan bukti-bukti. "Prosesnya juga bertele-tele harus minta BAP dulu dari polisi (Bareskrim) sebelum OJK bertindak," tandas Chris Komari. Terus buat apa ada OJK bila tidak mampu mengambil direct action (tindakan langsung) terhadap perusahaan yang menjadi bawahannya untuk dikoreksi, diregulasi, dikontrol dan ditindak guna melindungi konsumen? "Karena menurut rumor di luar sana, orang OJK juga bermain dengan orang bank," jawabnya pula. Keempat, lanjut Chris, banyak real estate properties (rumah, tanah dan commercial buildings) dengan kredit macet, karena Bank tidak berani memberikan long term loans, supaya cicilan kredit lebih kecil dan affordable. Ia pun mengungkapkan, banyak bank dan pegawai ank yang nakal melakukan tindakan "malpractice" dengan mewajibkan peminjam kredit rumah harus beli asuransi rumah (home insurance) + dan juga harus membeli asuransi jiwa (life insurance), sehingga biaya kredit (cost of loan dan cost of refinancing) sangat besar dan mahal. Menurutnya, untuk asuransi rumah (home insurance) masuk akal, tetapi mewajibkan membeli asuransi jiwa (life insurance) itu tidak masuk akal dan tidak wajib karena sertifikat rumah itu sudah dijadikan collateral (jaminan) di Bank, bukan jiwa orangnya yang dijadikan collateral. Chris mengemukakan, kita tahu tujuan Bank mengapa publik diwajibkan untuk membeli asuransi jiwa (life insurance), tetapi itu hanya menguntungkan Bank karena memiliki 3 proteksi terhadap kredit rumah yang diberikan kepada publik: 1). Jaminan sertifikat rumah. 2). Jaminan asuransi jiwa (life insurance) 3). Jaminan asuransi rumah (home insurance) "Itu tidak fair bagi konsumen dan hanya mengutungkan Bank dan perusahaan asuransi," tegasnya. Ditambahkan, kasus-kasus malpractice pegawai Bank dan pegawai perusahaan asuransi di Indonesia terlalu banyak, dan OJK tidak banyak berfungsi, tidak membantu dengan decisive, tidak mampu mengawasi dan meregulasi bank dan perusahaan suransi untuk memberikan perlindungan yang cukup terhadap konsumen. Kelima, ungkap Chris, banyak orang yang mengaku sebagai real estate developer dan real estate broker yang tidak memiliki "broker license", sehingga ketika ada kasus real estate mangkrak, real estate developer dan brokernya pada lepas tangan dan kabur. Keenam, lanjut dia, khususnya di Bali, hampir semua hidung jualan tanah menjadi broker real estate, tetapi tidak memiliki basic education untuk menjadi seorang broker, hanya ingin mendapatkan komisi penjualan tanah, rumah dan commercial buildings. "Banyak juga real estate developers di Bali yang nakalan, bikin rumah baru diatas tanah yang belum dilunasi dan masih menjadi konflik," paparnya. Dibeberkan, ketika publik sudah memberikan DP untuk membeli rumah dan tanah, bahkan sudah ada yang lunas lunas, tahu-tahunya belakangan diketahui real estate developernya masih punya banyak utang kepada pemilih tanah, belum lunas dan pembagunan rumah macet, pemberian tanah macet bertahun-tahun dan publik dirugikan besar berupa investasi macet, kerugian waktu dan uang. "Kasus seperti itu di Bali membludak, banyak sekali dan OJK tidak mampu berbuat apa-apa, untuk melindungi konsumen," ungkapnya. Solusinya, menurut dia, harus diselesaikan di pengadilan. Kalau di bawah di pengadilan, tutur dia, konsumen mesti keluar biaya untuk membayar pengacara (lawyer) dan pembeli rumah dan pembeli tanah ogah melakukan itu. "Karena kalau toh menang di pengadilan, belum tentu dapat rumah baru yang belum selesai karena developers dah bangkrut," pungkasnya. Ketujuh, jelas Chris, dunia asuransi di Indonesia juga begitu, banyak perusahaan asuransi dan pegawai asuransi yg kurang memahami produk-produk asuransi dengan baik. Ketika memberikan publik presentation terhadap produk asuransi, sengaja tidak disclosing info penting yang harus diketahui publik seperti limitation, exclusion dan exception. Ketika terjadi kasus, lanjut dia, pegawai asuransi selalu berlindung pada the fine prints dalam kontrak yg tidak dipahami publik dengan baik, tidak dijelaskan dengan baik oleh pegawai perusahaan asuransi di saat melakukan presentation, akhirnya publik mengalami kerugian. Oleh karena itu, Chris menyarankan berikut ini. 1). Semua direksi dan pegawai bank yang melakukan tindakan malpractice yang merugikan publik, harus dipecat seketika untuk memberikan effect jera terhadap Bank dan pegawai Bank lainya. 2). Dunia real estate di Indonesia perlu dibenahi di bawah Departement of Real Estate, bukan oleh OJK. 3). Begitu juga dunia asuransi, perlu dibenahi di bawah Department of Insurance, bukan di bawah OJK. 3). OJK cukup regulasi dunia banking saja. "Karena OJK terbukti tidak mampu mengawasi, membuat regulasi yang cukup dan executing re-enforcement terhadap dunia real estate developers, real estate brokers dan perusahaan Asuransi untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen," bebernya. (Red)