Pusat Data Nasional Terbobol: Luka Lama Kembali Menganga, Bukti Lemahnya Keamanan Siber Nasional?

Pusat Data Nasional Terbobol: Luka Lama Kembali Menganga, Bukti Lemahnya Keamanan Siber Nasional?
Oleh: Rizqi Awal, Pegiat Sosial Media dan Pemerhati Kebijakan Publik Serangan siber yang melumpuhkan Pusat Data Nasional (PDN) pada 23 Juni 2024 bagaikan luka lama yang kembali menganga. Tragedi ini bukan hanya melumpuhkan layanan publik, tetapi juga memicu pertanyaan mendasar: mengapa kita masih rentan terhadap serangan siber besar seperti ini? Kasus ini mengingatkan kita pada serangan terhadap Bank Syariah Indonesia (BSI) di tahun 2023. Kala itu sistem perbankan BSI lumpuh total. Nasabah banyak tak mampu akses keuangannya, baik via ATM maupun digital. Ironisnya, alih-alih belajar dari pengalaman pahit tersebut, PDN kembali menjadi sasaran empuk. Kelompok peretas LockBit 3.0 yang bertanggung jawab atas serangan PDN menuntut tebusan Rp 131 miliar. Jumlah ini fantastis, menunjukkan besarnya potensi kerugian yang bisa ditimbulkan dari serangan siber. Terlepas dari upaya pemerintah untuk memulihkan layanan PDN, beberapa kritik perlu disuarakan: Pertama, lemahnya koordinasi dan kesiapsiagaan Terkesan tidak ada pelajaran yang diambil dari kasus BSI. PDN, sebagai infrastruktur vital negara, seharusnya memiliki sistem keamanan yang jauh lebih kuat. Kedua, kurangnya investasi dalam teknologi keamanan siber Pemerintah perlu mengalokasikan dana yang memadai untuk memperkuat infrastruktur keamanan siber, termasuk melatih tenaga ahli dan menerapkan teknologi terkini. Ketiga, Perlunya pemahaman soal Keamanan Siber Semua pihak perlu memahami bahaya serangan siber dan cara melindunginya. Kampanye edukasi yang masif dan berkelanjutan sangatlah penting. Untuk menjawab keraguan dan membangun kembali kepercayaan publik, langkah-langkah berikut perlu diambil: Pertama, audit menyeluruh terhadap sistem keamanan PDN dan infrastruktur siber nasional lainnya. Hal ini untuk mengidentifikasi kelemahan dan celah yang dapat dieksploitasi peretas. Kedua, formulasi strategi nasional keamanan siber yang komprehensif. Strategi ini harus mencakup aspek pencegahan, deteksi, respons, dan pemulihan. Ketiga, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan siber. Hal ini untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat dari ancaman di masa depan. Serangan terhadap PDN adalah pengingat pahit bahwa keamanan siber bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Kita harus belajar dari kesalahan dan mengambil langkah nyata untuk memperkuat pertahanan siber nasional. Masa depan digital Indonesia bergantung pada kemampuan kita untuk mengamankan datanya dari para peretas. Hendaknya kita bisa menjadikan tragedi PDN sebagai titik balik untuk membangun ekosistem siber yang lebih tangguh dan aman bagi semua. []