Soal Revisi UU TNI, Imparsial Tuntut Audiensi

Soal Revisi UU TNI, Imparsial Tuntut Audiensi
Obsessionnews.com - Imparsial menuntut adanya audiensi dengan sembilan fraksi di DPR, terkait pembahasan revisi UU TNI. Imparsial menilai terdapat persoalan serius di balik rencana merevisi UU No. 34/2004 yang dikhawatirkan bisa mengembalikan dwifungsi ABRI seperti era orde baru. Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengaku telah mengirim surat audiensi kepada sembilan fraksi di parlemen, pada Senin (10/6). Dirinya berharap DPR membuka ruang audiensi kepada masyarakat untuk turut memberi masukan.   Baca juga:Pengamat Usulkan Usia Pensiun TNI Idealnya 60-65 Tahun Setara Polri dan PNS   "Imparsial telah mengirimkan alternative policy revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI kepada sembilan Fraksi Partai Politik yang ada di DPR RI. Bersamaan dengan itu juga Imparsial telah mengirimkan surat permohonan audiensi," kata Gufron, di Jakarta, Selasa (11/6). Gufron menyebut, rancangan revisi UU TNI yang telah disahkan Baleg DPR pada 28 Mei yang lalu memuat pasal yang problematik. Antara lain, perluasan jabatan sipil yang dapt diduduki prajurit TNI aktif, yang diatur dalam Pasal 47 ayat (2) dengan menambahkan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”. Penambahan frasa tersebut membuka tafsir yang luas karena memberi ruang kepada prajurit TNI aktif untuk ditempatkan tidak terbatas pada 10 kementerian dan lembaga yang disebutkan di dalam UU TNI. "Dengan kata lain, presiden ke depan bisa saja membuat kebijakan yang membuka penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lain, seperti Kementerian Desa, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan lembaga-lembaga negara lainnya," keluhnya. Menurut Gufron, perubahan Pasal 47 ayat 2 UU TNI melegalisasi perluasan dwifungsi ABRI yang sudah dijalankan secara perlahan pada masa Jokowi. Terbukti dari data Babinkum TNI yang pada 2023 mencatat total 2.569 prajurit TNI aktif bertugas pada jabatan sipil. "Dengan adanya usulan perubahan (UU TNI) tersebut, jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif berpotensi lebih banyak lagi," kata Gufron. Selain potensi dwifungsi, Imparsial juga menyorot perubahan Pasal 53 ayat (2) UU TNI terkait masa pensiun prajurit menjadi 60 tahun. Ketentuan ini dianggap bisa memicu inefisiensi TNI dan menambah beban anggaran di sektor pertahanan dan membuat macetnya jenjang karir dan kepangkatan yang berpotensi menyebabkan surplus perwira TNI tanpa jabatan. Persoalan tersebut, ujar Gufron, sudah menjadi masalah lama yang seolah ingin dipangkas dengan menempatkan prajurit di luar institusi militer. Hal ini justru memunculkan masalah baru, bukan menjadi solusi. Imparsial meminta sembilan fraksi di DPR yang masa baktinya tak lama lagi bakal berakhir, memerhatikan prinsip partisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan. Artinya, DPR jangan memaksakan atau terburu-buru mengesahkan RUU TNI menjadi UU. "Usulan perubahan UU TNI sangat problematik karena tidak sejalan dan bertentangan dengan prinsip tata nilai negara demokrasi dan memundurkan reformasi TNI, khususnya kekhawatiran terkait kembalinya dwifungsi ABRI yang telah dihapus sejak awal Reformasi," tuturnya. (Erwin)