Kontroversi Seputar Proyek Ibu Kota Baru Indonesia: Sebuah Analisis Kritis

Oleh: Rano Titanika M.Arch IAI, Arsitek-Perencana Kota, UCLA, California Pengembangan ibu kota baru Indonesia (IKN) telah memicu banyak perdebatan yang mengungkap berbagai masalah politik, sosial, dan logistik. Tulisan ini mencoba memahami banyaknya kritik dan mendalami janji-janji dan tindakan seorang tokoh politik kunci, kelayakan logistik perpindahan ke IKN, pertimbangan etis, dan respons publik terhadap proyek IKN. Janji Politik dan Komitmen Presiden Poin perdebatan utama adalah komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk lebih mudah mengelola wilayah metropolitan Jakarta (Jabodetabek) jika berpindah menjadi presiden daripada sekadar seorang gubernur DKI. Namun, kritik berpendapat bahwa pergeseran fokusnya ke IKN bertentangan dengan komitmen ini, mencampuradukkan akuntabilitas politiknya dan memprioritaskan masalah nasional di atas masalah regional. Kelayakan Logistik dan Masalah Manajemen Proyek Pernyataan Prabowo Subianto bahwa proyek IKN adalah usaha jangka panjang yang memakan waktu 20-30 tahun sangat kontras dengan ambisi Jokowi untuk merelokasi ibu kota pada Agustus 2024, di akhir masa jabatannya. Perbedaan pendapat ini menunjukkan kesalahpahaman atau miskomunikasi prinsip-prinsip manajemen proyek yang benar. Secara realistis merelokasi ibu kota memerlukan perencanaan yang matang, pengembangan infrastruktur, dan koordinasi pemangku kepentingan yang ekstensif, yang tidak bisa tergesa-gesa tanpa risiko kegagalan proyek. Laporan dari menteri ATR tentang adanya 2.086 sengketa tanah di wilayah IKN, banyak yang melibatkan tanah adat, semakin memperumit proyek ini. Perintah penggusuran paksa dari pejabat tinggi memperburuk ketegangan, menyebabkan pengunduran diri dua tokoh kunci dalam otoritas IKN secara bersamaan karena dilema etis dan potensi pelanggaran hak asasi manusia terkait proyek ini. Tantangan Etis dan Investasi Pencampuran ruang publik kepemerintahan dan proyek investasi di IKN dikritik karena mengutamakan kepentingan komersial daripada martabat nasional dan integritas ideologis. Fondasi ideologis awal kepindahan ibu kota yang berdasarkan prinsip TRISAKTI tampaknya terabaikan oleh perubahan pendekatan proyek yang akhirnya menjadi sekadar proyek real estat biasa. Mundurnya investor besar seperti SoftBank dan ketidaktertarikan dari China, negara-negara Arab, dan Uni Eropa menunjukkan kurangnya kepercayaan pada kelayakan proyek ini. Keputusan investasi kontroversial, seperti lebih memaksa investor lokal untuk terjun di berbagai fasilitas di IKN karena kosongnya investasi asing, menggambarkan iklim investasi yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini ditandai oleh janji-janji regulasi yang tidak ditepati kepada investor besar seperti Hyundai Motor, menciptakan lingkungan investasi yang tidak bersahabat bagi masa depan di Indonesia. Karena itu, Elon Musk dan Google lebih memilih Malaysia sebagai destinasi investasi mereka. Kurangnya Diskusi Publik dan Transparansi Legislatif Salah satu masalah paling mencolok adalah pengabaian proses legislatif terkait IKN tanpa debat publik yang memadai atau kajian akademis yang komprehensif. Kemajuan cepat menuju pengesahan undang-undang IKN tanpa melalui regulasi dan Undang-Undang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi dan pemerintahan yang demokratis. Pernyataan Ridwan Kamil yang meremehkan kompleksitas pembangunan gedung yang masih berbentuk rangka beton, dengan hanya cukup dipasangkan kaca, semakin menggambarkan pengabaian standar arsitektur dan regulasi yang kritis, terutama proses sertifikasi Laik Fungsi Bangunan. Respons Publik dan Legislatif Penggunaan propaganda agresif, mengingatkan pada metode propaganda ideologi rezim fasis dalam sejarah masa lalu di Eropa, untuk menghipnotis publik agar menerima kebijakan IKN tanpa harus kritis. Bahkan pejabat tinggi seperti ketua DPR, yang awalnya acuh tak acuh, mulai mempertanyakan transparansi pemerintah mengenai kemunduran dua pejabat OIKN. Skeptisisme yang tumbuh dalam badan legislatif menunjukkan kekhawatiran mendalam tentang legitimasi dan kelayakan proyek ini. Kesimpulan Proyek IKN, sejak awal, tampak penuh dengan kesalahan strategi, dilema etis, kontroversi politik, dan pengabaian terhadap ekologi. Kegagalan untuk menyelaraskan janji politik dengan tindakan, tenggat waktu proyek yang tidak realistis, penanganan etis terhadap sengketa tanah, dan kurangnya diskusi publik yang transparan berkontribusi pada potensi kebencanaan proyek ini. Penanganan isu-isu multifaset ini akan menjadi krusial bagi kesuksesan IKN. (***)