Inilah Perubahan yang Bisa Dilakukan Oposisi

Inilah Perubahan yang Bisa Dilakukan Oposisi
Oleh: Chris Komari, Activist for democracy Rumah Demokrasi Modern (RDM) Perubahan politik tercepat (instan) adalah perubahan melalui partai politik di DPR dengan mengeluarkan Undang-Undang (UU) baru. Namun, hal itu sulit dilakukan oleh kelompok oposisi dan aktivis pergerakan yang ingin menuntut perubahan tetapi tidak memiliki kader partai politik yang duduk di DPR. Perubahan politik yang lambat dan perlu waktu perjuangan yang cukup panjang adalah melalui "gerakan masyarakat sipil" dari lapisan paling bawah untuk menyadarkan mereka akan pentingnya hak-hak konstitusionalnya dengan memahami makna kekuasaan dan kedaulatan tertinggi rakyat ada di tangan rakyat. Itulah perubahan yang bisa ditempuh dan dimiliki oleh kekuataan kelompok oposisi dan aktivis pergerakan. Perubahan yang bisa dilakukan tidak instan, perlu proses yang cukup panjang dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas karena kelompok oposisi dan aktivis pergerakan tidak memiliki partai politik dan tidak memiliki anggota yang duduk di DPR. Dengan tidak memiliki kendaraan partai politik dan tidak juga memiliki anggota yang duduk di DPR, tetapi berharap perubahan politik secara instan itu tidak masuk akal. Itu namanya nafsu politik yang tidak rational. It's not going to happen. Inilah kelemahan kelompok oposisi dan aktivis pergerakan, selain tidak sabar, selalu ingin perubahan secara instan, tidak bersatu, mudah dipecah belah, mereka punya agenda politik masing-masing, punya self-vested interest masing-masing dan merasa paling senior dan paling berjasa. Ormas-ormas besar agama dan non-agama juga memiliki agenda masing-masing, tidak bersatu, mudah dipecah belah, mudah diadu domba sehingga 87% suara umat Islam tidak solid dalam satu suara, satu tekad dan satu tujuan. Yang ada hanya demo dengan kumpul-kumpul di jalan sana-sini sambil membawa banner yang besar dan teriak-teriak di microphone kepada para pejabat negara dan anggota DPR yang tidak memiliki rasa malu terhadap rakyat, rai gedek, berjiwa sengkuni dan berotak makelar. Mereka tidak lagi peduli dengan demo-demo konvensional seperti itu. Demo yang berhasil hanyalah long term demo minimal 3 bulan berturut-turut untuk menciptakan tekanan politik dan tekanan ekonomi, sehingga penerimaan APBN jeblok dan kurs rupiah nyungsep untuk sementara. Hanya dengan cara itu tuntutan demo akan diperhatikan pejabat pemerintah pusat dan anggota DPR, ketika isi dompet oligarki politik dan oligarki ekonomi yang menjadi target demo. Tetapi sayang, kelompok oposisi dan aktivis pergerakan mayoritas tidak tahan dan tidak siap menghadapi kesulitan perjuangan yang ada, tidak siap berkorban selama 3 bulan hingga 1 tahun demi tercapainya tuntutan perubahan politik. Maunya perubahan secara instan dengan demo kumpul-kumpul di jalan sambil membawa baliho yang besar dan teriak-teriak di microphone. Itu terlalu buruk. Tidak pernah berhasil dalam 10 tahun terakhir pada masa pemerintahan raja lip service alias raja hoax. Untuk memulai gerakan masyarakat sipil itu harus dimulai dari kesadaran diri kita sendiri masing-masing untuk berubah cara berpikir kita (paradigma dan mind set) dan kemudian mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Kesuksesan besar dimulai dari langkah kecil. Kesadaran politik akan dua hal di bawah ini sangat penting: 1) Bahwa kedaulatan tertinggi itu ada di tangan rakyat, bukan di tangan presiden, pemerintah pusat, DPR atau ketua umum partai politik. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi harus memiliki satu mekanisme untuk bisa mempertahankan kedaulatan tertingginya dengan hak recall dan recall election. 2) Partai politik itu pun tidak ada artinya apa-apa bila tidak didukung oleh suara rakyat (votes). Ketika masyarakat luas sudah sadar bahwas yang mengudeta kedaulatan tertinggi rakyat adalah partai politik dan kemudian secara luas tidak lagi mendukung dan memilih partai politik dalam setiap Pemilu,  Pileg,dan Pilkada. Maka partai politik itu tidak lagi memiliki kader partai yang terpilih menjadi anggota DPR/DPRD. Dengan tidak lagi memiliki kader yang duduk menjadi anggota DPR/DPRD, partai politik itu tidak lagi memiliki kekuasaan dan tinggal gigit jari. Itulah perubahan jangka panjang secara konstitusional tetapi solid yang bisa dilakukan oleh kelompok oposisi dan aktifis pergerakan. Perubahan secara konstitusional hanya bisa dilakukan lewat partai politik, DPR dan pemilu. Di luar itu adalah perubahan inkonstitusional yang akan menunjukkan chaos, turmoil dan bloodshed bahkan perpecahan bagi kesatuan dan persetujuan NKRI. Secara singkat inilah yang harus kita lakukan mulai dari sekarang: 1) Sadarilah, menuntut perubahan politik di luar jalur partai politik, DPR dan pemilu sudah sangat sulit dilakukan, it's almost impossible. 2) Karena semua aturan, UU dan UUD sudah diarahkan untuk melindungi kepentingan partai politik. 3) Berharap perubahan politik yang kita harapkan dari pemerintah pusat, dari para oligarki politik dan oligarki ekonomi juga sudah sangat sulit. 4) Karena mereka sudah terlalu nyaman menikmati partai-krasi yang mereka ciptakan sehingga semua oligarki politik memiliki ekses kekuasaan, jatah kursi di kabinet kementerian, BUMN, keuntungan finansial, mahar politik, gaji bulanan, fasilitas negara, dana operational, kehormatan dan penghormatan yang dibiayai oleh APBN. Tidak mungkin mereka mau berubah dan menyerahkan semua keuntungan itu. 5). Perubahan yang masih bisa ditempuh dan dilakukan oleh kelompok oposisi dan aktivis pergerakan adalah melawan partai politik dengan menuntut agar kedaulatan tertinggi rakyat dikembalikan ke tangan rakyat dengan memberikan hak recall dan recall election kepada rakyat. Itu pun partai politik akan melawan dan menolak untuk melakukan hal itu. Di sinilah pertempuran politik yang besar, mendasar dan yang fundamental antara kelompok oposisi dan aktivis pergerakan melawan tipu daya partai politik yang telah mengudeta kedaulatan tertinggi rakyat dengan mengunakan perangkat politik dan produk politik di DPR berupa Undang-Undang (UU MD3). Sekarang apakah kelompok oposisi dan aktivis pergerakan mampu menyadarkan masyarakat luas di lapisan paling bawah untuk melawan politik tipu-tipu partai politik dengan tidak lagi mendukung dan memilih partai politik dalam setiap Pemilu, Pileg, dan Pilkada? Tuntutan kelompok oposisi dan aktivis pergerakan hanya dua saja: 1). Batalkan UU MD3. 2). Berikan hak recall dan recall election kepada rakyat untuk mempertahankan kedaulatan tertinggi rakyat. Hak recall dan recall election akan digunakan oleh rakyat untuk mencabut mandat rakyat di tengah jalan dengan mencopot  pejabat daerah dan anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD) bila dianggap perlu oleh rakyat (konstituen) di masing-masing daerah pemilihan (dapil) dengan mengikuti aturan, proses, prosedur dan mekanisme recall election yang akan ditentukan. Kami dari RDM siap untuk memberikan solusi, penjelasan, aturan, proses, prosedur dan mekanisme recall election ditanah air, selama kami diberikan "empowerment" untuk melakukannya. Hak recall dan recall election sudah dijalankan di banyak negara maju, bahkan di negara bagian California (State of California) hak recall dan recall election sudah dijalankan selama 111 tahun mulai tahun 1913. Tidak ada alasan dan excuses recall election tidak bisa dijalankan di Indonesia. []