Nasionalisme, Solidaritas Global dan Arah Generasi

Nasionalisme, Solidaritas Global dan Arah Generasi
Obsessionnews.com - Dialog Peringatan Kebangkitan Nasional bertema "Nasionalisme, Solidaritas Global dan Arah Generasi" yang digelar di Hotel Ambhara Jakarta, 20 Mei 2024, muncul sindiran bahwa di era rezim sekarang ini NKRI malah dilanda "Kebangkrutan Nasional" bukan "Kebangkitan Nasional". Dialog yang digelar Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Sabang Merauke Circle (SMC) ini menghadirkan pemantik diskusi Dr. Syahganda Nainggolan (Pendiri SMC), Dr. Hasto Kristiyanto (Sekjen PDI-P), Jumhur Hidayat (Ketum KSPSI), Rocky Gerung (PMKI), Cania Citta, dengan moderator Salsabila Syaira. Ada 10 Catatan Pemikiran hasil iskusi Hari Kebangkitan Nasional sebagai berikut: 1. Nasionalisme Indonesia berkembang dari nasionalisme berbasis etnik (Jawa) menjadi bersifat nasional sejak era Budi Utomo didirikan dan terus berkembang dalam berbagai gerakan nasional. Semua kesadaran nasionalisme itu berbasis pada budi luhur, cita-cita negara paripurna dan kepemimpinan bangsa yang patriotik. Selama era Jokowi ini, nasionalisme dibangkrutkan dan didegradasi hanya untuk kepentingan nepotisme keluarga, kepentingan segelintir konglomerat dan berjayanya kapitalisme di Indonesia. 2. Pembangunan nasionalisme bangsa yang dicetuskan pendiri bangsa, Sukarno, Hatta, Syahrir, Hasyim Asyari, Natsir, Cokroaminoto dan Tan Malaka, serta banyak lainnya, didasari oleh pertarungan pemikiran yang kokoh. Pemikiran kontra pemikiran. Itu kemudian menghasilkan arah bangsa dan konstitusi. Sementara saat ini di kepala elite nasional hanyalah uang dan uang dalam membajak kekuasaan untuk kepentingan kekuasaannya saja. Semua ini semakin buruk ketika Jokowi bernafsu serakah membangun politik dinasti. 3. Nasionalisme suatu bangsa akan tumbuh berkembang jika bangsa tersebut menjadi bangsa produsen bukan konsumen. Kasus penyerahan kedaulatan data, seperti penyimpanan data pemilu di luar negeri dan sempurnanya "penghambaan" pada Elon Musk dan Starlink baru-baru ini, menunjukkan mental jongos pemimpin bangsa. Dalam "techno- nasionalism" semua negara beradab mempertahankan kedaulatan data dan informasi mereka dengan melakukan berbagai langkah2 proteksionis aktif. 4. Kata kunci keberhasilan sebuah bangsa dalam membangun nasionalisme adalah memperkuat daya saing, melalui sains, dan teknologi. Untuk itu peran negara pada riset dan pendidikan tidak diserahkan pada "free market". Negara harus mengontrol itu. 5. Peranan perempuan dalam membangun nasionalisme nantinya harus diutamakan. Selama ini dengan dominasi laki-laki dalam politik dan elite-elite nasional terjadi kemerosotan bangsa. Berbagai institusi politik dan sosial, khususnya media massa, harus memberikan dukungan atas munculnya dominasi perempuan dalam semua sektor dan tingkat sosial. 6. Nasionalisme Indonesia hanya bisa berjaya jika kita kembali keajaran Tri Sakti Bung Karno, khususnya berdikari dalam bidang ekonomi. Untuk itu pembangunan semesta harus diatur di mana oligarki mengambil peran secara adil, berbagi dengan BUMN dan Koperasi. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian harus diberikan porsi mengendalikan sektor-sektor ekstraktif, seperti hutan, laut, tambang, migas dan semua kekayaan alam lainnya. 7. Solidaritas global merupakan tulang punggung nasionalisme. Artinya ada pengakuan atas eksistensi Indonesia secara kokoh di dunia. Satu hal yang bersifat monumental adalah ketika Bung Karno menggalang negara-negara Asia-Afrika dalam sebuah front bersama melalui konfrensi internasional. Melalui konfrensi ini Bangsa Indonesia diakui peranannya dalam membangun kemandirian bangsa yang baru merdeka. 8. Tanggung jawab kaum tua saat ini adalah melengkapi generasi Z dan kaum muda lainnya dengan berbagai upaya untuk mereka mempunyai jangkar nasionalisme. Digital identity sebagai keniscayaan global saat ini dapat memberi bias pada atau menggerus kesadaran kebangsaan kaum muda, karena digital life membawa meraka pada "free location life style", yang bermuara pada kealfaan kebangsaan. Meski demikian, kita harus mengakui peranan kaum muda, khususnya, generasi millenial, dalam membangun kesadaran anti " Establisment", seperti gerakan "No Viral, No Justice" dan berbagai perjuangan kemanusiaan berbasis digital. 9. PDIP, menurut Hasto, tetap merupakan partai ideologis berbasis ajaran Sukarno. Selama ini PDIP berusaha melawan dominasi kapitalis di pemerintahan Jokowi. PDIP sesungguhnya tidak menginginkan adanya UU penindas seperti UU Omnibus Law Ciptaker. Landasan ideologis Megawati ada pada kaum buruh dan petani ketika berkuasa. Hal mana pernah seperti arahan Megawati pada eks Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwawea, dahulu, adalah "berpikir seperti buruh, bertindak seperti penguasa". Jadi meski berkuasa tapi atas kesadaran kepentingan rakyat. Pada soal demokrasi, Megawati juga komitmen, antara lain dengan sikap Mega menghadang keinginan Jokowi 3 periode maupun perpanjangan jabatan presiden tahun lalu. 10. Semua hasil diskusi ini akan diberikan kepada PDIP, melalui Sekjen PDIP yang hadir sebagai pemantik diskusi, untuk dijadikan bahan pda Rakernas PDIP, 24-26/5/24 di Jakarta. Bahan-bahan diskusi ini diharapkan dapat mendorong PDIP menjadi oposisi nasional yang mampu mengembalikan arah kehidupan berbangsa dan bernegara kelak. (Red)