Biaya Kuliah Berat, Anak Orang Melarat Jadi Sekarat

Obsessionnews.com - Kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim yang menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi negeri hingga sebesar 400 - 500 persen, dikeluhkan mahasiswa terutama anak orang tidak mampu. Kenaikan UKT yang drastis ini dirasa sangat berat bahkan mencekik bagi mahasiswa dari kalangan keluarga miskin. Akibat kenaikan UKT yang brutal dan ugal-ugalan ini, kalangan mahasiswa melakukan aksi protes keras. Di antaranya Ketua BEM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Maulana Ihsanul Huda dalam keluhannya di depan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi X DPR RI, Kamis (16/5/2024), memprotes kenaikan UKT di Unsoed mencapai 500 persen. Tampaknya, kenaikan UKT secara serempak di berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memicu protes dari elemen mahasiswa. Sejumlah aksi demo mahasiswa yang memprotes kenaikan UKT pun digelar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia. Advokat Ahmad Khozinudin SH menilai, kenaikan UKT tidak lagi terkategori tinggi tapi sudah dalam klasifikasi memeras. Pasalnya, sampai ada kampus berbadan hukum menaikkan UKT hingga menyentuh Rp164 juta dan Rp200 juta. Suatu keadaan ironi, yang semestinya memantik simpati bahkan empati kepada mahasiswa, malah ada yang menanggapinya secara sinis. Kenaikan ini, sampai dianggap sebagai karma dan kutukan kepada mahasiswa, karena selama ini dianggap bungkam terhadap berbagai kezaliman rezim Jokowi kepada rakyat. "Rasain lu mahasiswa, lu baru tahu rezim ini zalim. Selama ini lu kemana aja? Kenapa lu hanya demo soal UKT? Saat rezim Jokowi berulang kali zalim, lu bungkam. Sekarang lu kena karma. Rasain!" sindirnya. Semua huru-hara di bidang pendidikan ini, menurutnya, tidak lepas dari kesalahan perspektif ideologi kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini, yang memandang segala persoalan dari kacamata materi. Sehingga pendidikan dipandang sebagai sektor jasa yang bisa dikomersialisasi untuk tujuan keuntungan materi. Akhirnya, lanjut dia, pendidikan (hingga pendidikan tinggi) yang merupakan hajat asasi (basic need), yang menjadi hak rakyat dan menjadi kewajiban dan tanggungjawab negara, berubah menjadi komoditi yang bersifat sekunder bahkan tersier, dan diserahkan pemenuhannya pada mekanisme pasar. Akhirnya, pengelolaan pendidikan tinggi oleh negara (Perguruan Tinggi Negeri), mengikuti pola pengelolaan swasta, yang menjadikan pendidikan sebagai komoditi untuk mendapatkan keuntungan materi. Negara juga memandang pendidikan bukan lagi sebagai investasi bagi masa depan bangsa, yang berapapun biayanya akan ditanggung dan dipenuhi. Negara, memandang pendidikan an sich sebagai beban (cost/bea), sehingga negara berusaha melimpahkan beban pendidikan itu kepada rakyat, dengan mekanisme komersialisasi pendidikan, dimana hanya rakyat yang mampu menanggung bea pendidikan yang boleh mendapatkan akses pendidikan. Jadi, tegas dia, sebenarnya ini kesalahan negara, kesalahan presiden, kesalahan kementerian pendidikan, kesalahan DPR. Mereka inilah, yang membuat sulit akses pendidikan, dengan mengomersialiasi pendidikan. Jangan melimpahkan kesalahan dan kemarahan pada mahasiswa. "Corak mahasiswa yang hedonis dan permisif, hanya mengejar gelar untuk tujuan modal mencari kerja, juga akibat sistem pendidikan yang materialistis. Lagi-lagi, fenomena mahasiswa yang tidak peduli pada masalah sosial dan politik, hanya asyik ngampus dan tak lagi kritis, juga dampak dari orientasi pendidikan yang materialistis. Itu semua juga akibat kebijakan pemerintah," ungkapnya. Oleh karena itu, tutur Khozinudin, saat ini waktunya kita membersamai mahasiswa. Bukan membiarkan mahasiswa sendirian menghadapi persoalannya, apalagi ikut bersorak sorai atas nestapa yang dialami mahasiswa. Derita mahasiswa adalah derita orang tua mereka, derita rakyat. "Rezim ini memang pandai mengadu domba, memecah belah. Dengan kebijakan UKT ini, mahasiswa disibukan dengan urusan domestik kampusnya, tak sempat lagi berfikir tentang kesulitan yang menimpa rakyatnya." Lanjutnya, diserukan agar segenap elemen anak bangsa ikut prihatin dan berempati pada nasib yang dialami oleh mahasiswa, turut menyuarakan dan memperjuangkan nasib mereka. Kepada mahasiswa, ini juga waktunya untuk bersinergi dengan elemen masyarakat lainnya, untuk melawan seluruh kebijakan rezim yang zalim, yang bukan hanya menimpa mahasiswa, tetapi menimpa seluruh rakyat. Khozinudin pun mengajak segenap elemen anak bangsa, bukan hanya melawan kezaliman penguasa, tetapi juga melawan penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menyengsarakan ini, dengan perjuangan penerapan syariat Islam yang adil. Hanya syariah Islam, yang memastikan pendidikan adalah hak dasar setiap rakyat dan menjadi kewajiban dan tanggungjawab negara. Pendidikan bukan kebutuhan sekunder atau tersier. Pendidikan adalah kewajiban, bagi seluruh elemen rakyat, dari sejak buaian ayunan hingga liang lahat. Apakah pendidikan sengaja dikomersialisasi oleh rezim penguasa sekarang? Yang bisa menjawab adalah Presiden Jokowi sebagai "majikan" Mendikbud Nadiem Makarim. Apakah "pemerasan" kepada mahasiswa berbentuk mahalnya UKT ini akan diteruskan oleh pemerintahan baru Prabowo-Gibran nanti sebagai presiden-wapres jagonya Jokowi yang terpilih dalam Pemilu 2024? Sebagai catatan, janji capres Prabowo Subianto saat kampanye dulu akan menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa. Tentunya janji ini sangat bertentangan dengan fakta kebijakan Mendikbud pemerintahan presiden Jokowi yang menjagokan Prabowo-Gibran maju Pilpres 2024. Prabowo sebagai bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) ini dulu tercatat berjanji akan menggratiskan semua sekolah dan universitas negeri di seluruh Indonesia jika terpilih sebagai presiden. "Dan sekolah, universitas negeri benar-benar harus kita bikin kalau bisa semuanya enggak bayar," kata Prabowo di acara 'Sarasehan 100 Ekonom 2023' di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Prabowo selaku Presiden terpilih Pilpres 2024 juga berpandangan bahwa semestinya UKT di perguruan tinggi negeri (PTN) dijamin serendah-rendahnya oleh negara. Bahkan, negara semestinya menggratiskan biaya pendidikan bagi rakyatnya yang masuk PTN. Hal itu disampaikan Prabowo ketika ditanya dalam sebuah wawancara tentang tingginya biaya UKT yang dikeluhkan sejumlah mahasiswa di beberapa PTN. "Menurut saya harus tidak boleh ini, terutama di universitas negeri yang dibangun oleh uang rakyat uang APBN, itu tidak boleh biayanya tinggi. Kalau bisa, biayanya sangat minim dan kalau perlu ya gratis, pendidikan," kata Prabowo dikutip dari YouTube TV One News, Kamis (23/5/2024). Apakah janji kampanye Prabowo dulu sebagai capres jagoan Jokowi ini akan diwujudkan dengan (berani) menghapus kebijakan Mendikbud rezim Jokowi sekarang ini atau malah meneruskan kebijakan tersebut, kita lihat saja nanti setelah Prabowo dilantik jadi Presiden RI pada 20 Oktober 2024. Tapi Prabowo dalam pernyataannya di waktu kampanye akan meneruskan kebijakan pemerintah Jokowi alias program berkelanjutan. Yang jelas, kalau UKT tetap dibiarkan melonjak tinggi oleh pemerintahan baru Prabowo-Gibran, dalam arti ingkar terhadap janji kampanye "pendidikan gratis" maka mahasiswa terutama dari kalangan orang miskin bakal merasa berat. Akhirnya akibat biaya kuliah berat, anak orang melarat jadi sekarat? (Red)