Sistem Politik di Tanah Air Dibayangi Kebusukan Oligarki

Sistem Politik di Tanah Air Dibayangi Kebusukan Oligarki
Oleh: Chris Komari,Activist for democracy Rumah Demokrasi Moderen (RDM) Dari 24 partai politik yang ada di tanah air, partai apa yang benar-benar menghormati kedaulatan tertinggi rakyat, dan menjamin, menjunjung tinggi serta membela kedaulatan tertinggi rakyat untuk tetap berada ditangan rakyat? Jawabannya: tidak ada...!! Tidak ada satu pun partai politik di tanah air yang menghormati, menjamin, menjunjung tinggi dan membela kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia untuk tetap berada di tangan rakyat. Kalau sudah tahu begitu, mengapa masih memilih partai politik? Kalau sudah tahu begitu, mengapa masih mendukung partai politik? Kalau sudah tahu begitu, mengapa mau saja menjadi kader partai politik? Ada 2 masalah yang sangat nyata di Indonesia: 1) Rakyat Indonesia sudah kehilangan kedaulatan tertingginya, karena dikudeta oleh partai politik dengan UU MD3. 2) Rakyat Indonesia tidak memiliki mekanisme untuk mempertahankan kedaulatan tertingginya. Itu 2 masalah yang harus dikoreksi! Saya tidak percaya seorang prajurit TNI yang besar di luar negeri, menjalani pendidikan militer di dalam dan di luar negeri, menjadi Jenderal TNI dan komandan Kopasssus yang menjunjung tinggi jiwa Sapta Marga, memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, kemudian membiarkan negara lain, khususnya RRC mencaplok dan menguasai NKRI ketika dirinya menjadi seorang Presiden. That notion is highly unlikely akan terjadi under his watch. Saya tidak percaya bila perubahan itu akan terjadi bila Indonesia dipimpin oleh mantan cebonger dan bukan seorang cebonger baru. What is the significance between the two, antara seorang mantan cebonger dan cebonger baru? Mereka sama-sama bunglon politik, hanya beda warna. It's the same old lies and tricks. Kebencian, rasa prejudice dan racism terhadap diri orang lain membutakan mata hati dan pikiran untuk bisa berpikir secara rational, fair dan adil. Saya sudah katakan berkali-kali bahwa selama kita masih terpesona dengan sosok politisi, figure-oriented, person-oriented dan partai politik oriented, kekecewaan itu akan datang kepada kita, cepat atau lambat. Seharusnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan pemilih (voter), memenangkan "perubahan" jauh lebih penting daripada memenangkan seorang KANDIDAT. Siapa pun pemenang Pilpres 2024 masih akan terikat oleh kontrak sosial dan perjanjian politik dengan para petinggi partai pengusung, dengan bohir-bohir politik yang ikut membiayai Pilpres 2024 dan juga terikat dengan para oligarki politik yang menguasai DPR. Selama Presiden Indonesia tidak diberikan HAK VETO, selama itu pula Presiden baru terpilih akan takut dengan kekuasaan DPR yang dikuasai oleh para ketua umum partai politik. Sehingga Presiden baru harus membuat koalisi partai politik pro pemerintah di DPR dengan bagi-bagi jabatan di Kementrian kabinet dan BUMN. Sistem politik di tanah air sudah dimanipulasi, pelakunya korup dan budaya politik mereka adalah bagi-bagi kue APBN dan kekuasaan, ingin merampok uang rakyat dan SDA bangsa secara berjamaah, sudah menjadi fenomena baru di tanah air. Status quo seperti inilah yang harus disadari oleh seluruh lapisan masyarakat di tanah air, harus dilawan dan di angkat terus ke permukaan. Jangan berhenti untuk mengekpose kebusukan oligarki politik dan oligarki ekonomi yang sok suci di depan rakyat. []