Melihat Konflik Manusia Masa Kini Lewat Teater “Aduh” yang Berusia Setengah Abad

Melihat Konflik Manusia Masa Kini Lewat Teater “Aduh” yang Berusia Setengah Abad
Obsessionnews.com - Nama Putu Wijaya telah familiar di kalangan pencinta sastra. Seniman asal Bali itu dikenal sebagai seorang penulis yang produktif, mencakup esai, cerpen, naskah teater, hingga penyutradaraan. Pengaruhnya dalam dunia seni juga terlihat melalui Teater Mandiri, kelompok teater yang dipeloporinya.     Baca juga: FOTO Aksi Panggung Guernica Quartet di Teater Salihara, Jakarta Selatan         Terbaru Putu Wijaya kembali mempertunjukkan salah satu naskah ikoniknya, “Aduh”, yang pernah meraih penghargaan dalam Lomba Penulisan Lakon Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada 1974. Pementasan ini menjadi bagian dari rangkaian acara perayaan "Aduh" Setengah Abad yang diselenggarakan di Salihara pada tanggal 10-12 Mei 2024. Selain pertunjukan teater, acara ini juga akan menampilkan pembacaan fragmen karya-karya Putu Wijaya oleh alumni Kelas Akting Salihara serta diskusi dengan tokoh sastra terkemuka, Goenawan Mohamad. Hendromasto, sebagai Kurator Teater Komunitas Salihara, menjelaskan dalam pernyataan tertulisnya bahwa "Aduh" adalah salah satu karya penting dalam karier Putu Wijaya. Dari naskah ini, Putu mulai memperkenalkan unsur absurditas manusia dan menjauh dari realisme. Hendromasto juga menjelaskan, bahwa cerita dalam naskah ”Aduh” terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan individu. Secara umum ”Aduh” menggambarkan tokoh-tokoh tanpa nama yang merasa menderita di tengah kerumunan orang. Meskipun ada perdebatan tentang memberikan pertolongan atau tidak, tokoh-tokoh ini tidak pernah benar-benar bertindak, bahkan saat orang yang sakit akhirnya meninggal. Mereka panik dan dengan susah payah membuang mayat yang sakit ke dalam sumur. Namun, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang terperangkap di dalam sumur dan meminta tolong. Sekali lagi, mereka berdebat apakah harus menolong atau tidak, tanpa benar-benar mengambil tindakan, sampai suara itu hilang bersama-sama dengan kematian. Hendromasto menyatakan, bahwa naskah ”Aduh” masih relevan dengan situasi di Indonesia saat ini, di mana banyak orang hanya berbicara tanpa bertindak, bahkan dalam situasi yang genting. Selain pementasan ”Aduh” oleh Teater Mandiri, publik juga diajak untuk mengeksplorasi naskah Telegram dan Aduh yang akan didiskusikan secara mendalam oleh tokoh-tokoh seni dan sastra seperti Goenawan Mohamad dan Cobina Gillitt. (Agnes)