Diskusi Kelompencapir ke-46 Angkat Tema Arbitrase pada Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Obsessionnews.com - Penyelesaian sengketa dan kasus-kasus yang berkaitan dengan tanah pada umumnya dilakukan melalui lembaga peradilan formal yang telah ada, baik dalam kasus-kasus pidana, sengketa perdata maupun sengketa tata usaha negara. Secara umum lembaga peradilan telah berusaha menyelesaikan banyak sengketa pertanahan yang diajukan kepada lembaga tersebut. Namun terkadang lembaga itu tidak mampu untuk melakukan penyelesaian sengketa yang terjadi secara tuntas termasuk dalam memberikan rasa keadilan kepada para pihak yang berperkara. Dalam perkembangannya penyelesaian sengketa pertanahan mulai mengarah ke penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu melalui arbitrase yang dapat diterapkan pada objek sengketa perdata tanah. Kemudian bagaimanakah mekanisme dan prosedur arbitrase dalam perkara pertanahan? Dan seberapa efektifkah putusan Arbitrase dalam sengketa pertanahan? Hal tersebut yang melatarbelakangi tema diskusi Kelompencapir ke -46 dengan mengangkat tema Arbitrase pada Penyelesaian Sengketa pertanahan, yang dilaksanakan secara online zoom pada Selasa (14/11/2023).
Diskusi menghadirkan Narasumber Prof. Dr. Nia Kurniati, S.H.,M.H dan Dr. Dody Safnul, S.H.,M.Kn. Bertindak sebagai moderator adalah Dr. Dewi Tenty Septi Artiany, S.H.,M.H.,M.Kn Dikutip dari siaran pers yang diterima Obsessionnews.com arbitrase muncul sebagai reaksi atas penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang berjalan lamban, mahal, dan terkadang tidak dapat dieksekusi. Arbitrase dengan sifatnya yang informal, tertutup, biaya terukur, dan efisien diharapkan mampu menyelesaikan sengketa secara lebih memenuhi harapan para pihak. Nilai tambah mediasi-arbitrase pada penyelesaian sengketa pertanahan, yaitu sebagai berikut:
Konsepsi penyelesaian sengketa pertanahan secara damai di uar pengadilan/wasit/arbitrase dalam perspektif hukum adat. Sengketa yang terjadi antar individu maupun antar kelompok dalam pandangan masyarakat hukum adat adalah tindakan yang mengganggu kepentingan bersama. Oleh karena itu harus cepat diselesaikan secara arif dengan menggunakan pola penyelesaian adat. Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat diidentifikasikan dalam bentuk upacara-upacara ritual, bertujuan mendapatkan dari supernatural dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu ketulusan hati para pihak untuk duduk bersama untuk menyelesaikan sengketa difasilitasi oleh tokoh adat merupakan kehendak dari Yang Maha Kuasa. Nilai spritualitas dari ritual yang dilaksanakan menandakan penyelesaian sengketa mendapat persetujuan dan pemantauan dari supernatural, maka para pihak tidak leluasa untuk kembali bertikai setelah sengketa mereka diselesaikan melalui pola adat. Arbiter/wasit dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan, menyandang amanah, yaitu: - Candra: bulan yang menyinari segala tempat yang gelap. - Tirta: air yang membersihkan segala tempat yang kotor. - Sari: bunga yang harum baunya sehingga hawa sekelilingnya menjadi gelap. - Cakra: dewa yang mengawasi berlakunya keadilan di dunia ini. Pada masyarakat adat penyelesaian perselisihan di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit analo dengan arbitrase. Tokoh adat/arbiter orang yang punya kharisma yang memahami dan menguasai norma/kaidah hukum adat dengan pola kekeluargaan serta menegakannya dalam kehidupan masyarakat. Kesimpulan

- Putusan final dan mengikat. Arbiter memiliki kewenangan penuh membuat perjanjian yang bersifat final dan mengikat.
- Hemat waktu dan biaya. Mediasi dan arbitrase ada dalam 1 tahapan yang berurutan dan terpisah, sehingga lebih efektif dan biaya menjadi terukur meskipun proses mediasi tidak membuahkan hasil.
- Fleksibel. Mediasi-arbitrase bersifat luwes sehingga memungkinkan prosesnya dibuat cocok untuk menyelesaikan sengketa.
- Sebagai alternatif. Meskipun belum tentu semua sengketa pertanahan dapat ditempuh melalui mediasi-arbitrase, tapi setidaknya dapat menjadi alternatif, tetapi setidaknya dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa pertanahan.

- Pada sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah yang menimbulkan keresahan sosial yang timbul sebagai ekses penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan dapat diselesaikan secara yudisial-non litigasi melalui media-arbitrase/proses silang dan/atau arbitrase.
- Nota kesepakatan yang dipersiapkan oleh mediator dalam proses mediasi-arbitrase secara khusus dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak, akan mengikat para pihak pada proses arbitrase yang akan menghasilkan putusan arbitrase yang final dan mengikat.
- Mediasi-arbitrase: kesepakatan dalam mediasi dituangkan dalam putusan Arbitrase yang bersifat final dan binding, arbitrase pertanahan (ad-hoc/terlembaga) dapat hadir.
- Mediasi-arbitrase dapat menjadi sarana penyelesaian sengketa yang memenuhi asas kepastian hukum, asas kemanfaatan dan asas keadilan.
- Kelemahan dari mediasi disempurnakan oleh arbitrse yang bersifat final dan mengikat dalam satu proses penyelesaian.
- Dengan perluasan arti terhadap objek sengketa dalam arbitrase yang antara lain meliputi aspek tanah, memberi celah bagi penyelesaian sengketa pertanahan melalui arbitrase, antara lain terbukti pada penyelesaian sengketa pertanahan oleh BANI dengan Putusan BANI Nomor 190/II/ARB-BANI/2004.
- Ada chapter penyelesaian sengketa pertanahan melalui Arbitrase, yang menerapkan pasal "Arbitrase Pertanahan" yang terlembaga dalam arti bukan "Ad Hoc". Karena marwah arbitrase dengan putusannya yang didasarkan pada kesepakatan para pihak yang timbul dari mata hati untuk menyelesaikan sengketanya secara damai, tidak ada yang merasa dimenangkan atau dikalahkan mencerminkan penyelesaian sengketa pertanahan yang final and binding, enforceable dan executable dan tentunya bersifat win-win solution.
- Menjabarkan indikator-indikator kelayakan kasus yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase dan BANI punya kompetensi untuk menyelesaikan.
- Membuka "Kamar Khusus Arbitrase Pertanahan di dalam BANI".
- Memuat pasal "Mediasi-Arbitrase" atau "Med-Arb" atau kombinasi antara mediasi dengan arbitrase sebagai salah satu mekanisme "Ajudikasi Non Litigasi" yang dipimpin oleh Arbiter sebelum para pihak masuk ke Arbitrase, ditawarkan mediasi dengan Arbiter yang sama tetapi fungsinya sebagai mediator. Ketika mediasinya berhasil dituangkan dalam putusan kesepakatan yang dicapai melalui mediasi oleh Majelis dituangkan dalam putusan Arbitrase yang final and binding, enforceable dan executable. (arh)