Sosialisasi 4 Pilar, Ridwan Hisjam: Doktrin Politik Pendiri Bangsa Patut Dicontoh

Obsessionnews.com – Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus anggota MPR RI Ridwan Hisjam mengajak kepada segenap masyarakat Malang Raya, Jawa Timur untuk tidak henti-hentinya meneladani apa yang telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa. Khususnya cara mereka dalam berpolitik.
Sikap teladan yang harus ditiru dari para pendiri bangsa, kata Ridwan adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan. Diakui para pendiri bangsa dalam perjalanannya juga punya banyak mengalami perbedaan pandangan dalam hal kenegaraan antara satu dengan yang lain. Namun mereka selalu bersikap bijaksana.
“Berbeda dengan kenyataan saat sekarang, di mana perbedaan memunculkan istilah kadrun, kampret, dan seterusnya. Padahal, para bapak dan ibu bangsa sudah memberikan keteladanan dalam menyikapi perbedaan, dan kemampuan membuat solusi dan kompromi untuk kemaslahatan bangsa dan negara,” ujar Ridwan.
Ridwan menyampaikan hal itu saat menggelar kegiatan sosialisasi empat pilar bersama ormas dan tokoh masyarakat di Aula Yayasan Al Maarif Singosari, Kabupaten Malang, pada Minggu 21 Mei 2023.
Ridwan menyampaikan saat itu, pidato tentang Pancasila sebagai dasar dan Ideologi negara pada sidang BPUPK 31 Mei- 1 Juni 1945 ini melahirkan dua poros ideologi besar, yaitu kebangsaan dan keagamaan Islam.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan kedua poros tersebut bukan saling membelah dan memisahkan. Sebab poros ideologi nasionalis kebangsaan maupun nasionalis religius ini justru berupaya menemukan kompromi, agar kebinekaan itu menghadirkan ketunggalikaan.
Selanjutnya, dibentuklah panitia kecil terdiri dari 8 orang. Pada 1 Juni, sesudah menyampaikan pidato tentang Pancasila, dibentuklah panitia 8 untuk merumuskan kesepakatan.
Ridwan menjelaskan Bung Karno mengubah keanggotaan panitia kecil yang dinilai tidak seimbang ini. Sebab dari 8 anggota panitia kecil, 6 di antaranya merupakan anggota poros ideologi kebangsaan dan hanya dua orang dari keagamaan.
“Bung Karno memperlihatkan kenegarawanannya, mengubah panitia delapan menjadi Panitia Sembilan dengan mengakomodasi semua kelompok. Ada empat orang poros ideologi kebangsaan. Yaitu, Soekarno, Hatta, Moh. Yamin dan A. Soebardjo, serta satu kelompok kebangsaan Nasrani AA. Maramis,” paparnya.
“Lalu empat orang dari kelompok kebangsaan Islam, terdiri dari dua ormas Islam, KH. Wahid Hasyim (NU) dan KH Kahar Muzakir (Muhammadiyah) serta 2 dari partai Islam H. Abikoesno Tjokrosoejoso dan H. Agus Salim. Kelompok Sembilan menghasilkan kompromi tentang Pancasila pada 22 Juni, dan dikenal sebagai Piagam Jakarta,” sambungnya.
Namun, hasil kompromi Pancasila 22 Juni itu diprotes oleh masyarakat Indonesia Timur. Ridwan mengatakan sesuai prinsip kenegarawanan yang mengedepankan maslahat terbesar, keberatan tersebut diterima sehingga lahir kesepakatan final Pancasila 18 Agustus dengan sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Inilah hikmah besar yang harus dipelajari dan diteladani dari para pendiri bangsa, dan oleh MPR maka dilahirkanlah Empat Pilar MPR RI. Agar dengan demikian pemahaman terhadap 4 pilar MPR RI selain mensejarah, melanjutkan keteladanan juga berkemampuan untuk mengawal dan mengawasi perjalanan kebangsaan,” ujarnya.
“Agar bila ada yang menyimpang bisa diluruskan. Agar bila ada masalah bisa dicarikan solusinya. Dan agar mampu menjawab tantangan dan peluang zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai Bangsa dan Negara Indonesia. Agar dengan demikian cita-cita proklamasi dan reformasi selalu dapat diperjuangkan dan diwujudkan” pungkasnya. (Al)