Jangan Pertentangkan Pancasila dengan Islam

(Respons Mohammad Natsir terhadap Pidato Presiden Sukarno di Amuntai, 17 Januari 1953)
Oleh: Lukman Hakiem, Peminat Sejarah Perjuangan Umat PADA 17 Januari 1953 Presiden Sukarno berkunjung ke Kalimantan Selatan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Sukarno untuk bertemu dan berpidato di depan rakyat di Amuntai. Sebagai Kepala Negara, sesungguhnya menurut UUD 1950, Presiden Sukarno tidak boleh berbicara soal politik. Akan tetapi, Sukarno beralasan, dirinya bukan sekadar presiden konstitusional. Sukarno menganggap dirinya Bapak Bangsa Indonesia. Maka, jika dia berpidato di depan rakyat, itu untuk memenuhi kewajibannya sebagai Bapak Bangsa memberi bimbingan kepada bangsa Indonesia. Kelak Presiden Sukarno diberi gelar Pemimpin Besar Revolusi. Sukarno sendiri merasa dirinya sebagai "penyambung lidah rakyat Indonesia". Di Amuntai Sukarno berpidato mengenai Negara Nasional dan Cita-cita Islam. Pidato Amuntai itu segera saja mengundang polemik, baik dari substansi, maupun dari sisi prosedur ketatanegaraan. Dalam pidato di Amuntai itu, Presiden Sukarno mengajak rakyat untuk menegakkan Pancasila dan menolak Islam sebagai dasar negara. Reaksi keras diberikan oleh Ketua Masyumi Jawa Barat K.H.M. Isa Anshari dan anggota Majelis Syuro Partai Masyumi H.M. Saleh Suaidi. Kedua tokoh tersebut menganggap pidato Amuntai, baik dari sisi substansi maupun dari sisi prosedur ketatanegaraan sebagai masalah yang serius. Tanggapan yang lebih tenang disampaikan oleh Ketua Umum Masyumi Mohammad Natsir. Lawan polemik Sukarno pada 1930-an ini menganggap pidato Amuntai sebagai cermin ketidaktahuan banyak orang tentang ideologi Islam. Menurut Natsir, penamaan "Negara Nasional dan Negara Islam" hanya menambah kekusutan pikiran. Ia mengingatkan perlunya toleransi agama dan perlindungan terhadap agama. Bagi Masyumi, adalah kewajiban tiap Muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman terhadap Islam. Menurut Natsir, masalah pokok dalam pidato Sukarno di Amuntai adalah masalah penafsiran tentang Pancasila. Tidak seorang pun, kata Natsir, termasuk perumus Pancasila yang boleh memonopoli penafsiran terhadap Pancasila. Dan oleh sebab itu Natsir pun merasa berhak menafsirkan Pancasila. Dengan pangkal tolak seperti itu, dan membandingkan tiap sila dari Pancasila dengan ajaran Qur'an, Natsir bertanya secara retoris: bagaimana mungkin ajaran Qur'an yang: 1. Memancarkan tauhid dapat apriori bertentangan dengan ide Ketuhanan Yang Maha Esa? 2. Yang ajaran-ajarannya penuh dengan kewajiban menegakkan 'adalah ijtima'iyah apriori bertentangan dengan ide Keadilan Sosial? 3. Yang memberantas sistem feodal dan pemerintahan istibsad (diktator) sewenang-wenang bisa apriori bertentangan dengan dasar musyawarah dalam susunan pemerintah, dapat apriori bertentangan dengan apa yang dinamakan kedaulatan rakyat? 4. Yang menegakkan ishlahu bainannaas (perdamaikan sesama manusia) dapat apriori bertentangan dengan sila Kemanusiaan? Pandangan Natsir tentang Pancasila lebih jelas dikemukakannya dalam sidang Konstituante tahun 1957 ketika dia menolak penafsiran sekularistik terhadap Pancasila. Pancasila yang ditafsirkan secara sekuler itulah yang ditolak oleh Natsir dan seluruh partai Islam di Konstituante. Dalam pidato di Konstituante, Natsir terutama merujuk kepada pidato Presiden Sukarno di depan Gerakan Pembela Pancasila pada 27 Juni 1954 yang memberi kesan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan ciptaan manusia. Dihubungkan dengan pemikiran Sukarno yang menafsirkan Pancasila secara sekularistik, Natsir berkata: "Bagi seorang sekularis, soal Ketuhanan sampai kepada Ketuhanan Yang Maha Esa tidak ada hubungannya dengan wahyu;Baginya soal Ketuhanan adalah soal ciptaan manusia yang berganti-ganti. Bagi Natsir paham sekularisme tidak sejalan dengan jalan pikiran bangsa Indonesia yang beragama. Natsir juga menolak pendapat Sukarno bahwa Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa. Sebab golongan komunis tidak akan pernah setuju kepada Pancasila, terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sungguhpun di Konstituante mereka (kaum komunis) menyokong Pancasila. []