Kematian Akibat Gangguan Ginjal Akut Mencapai 133 Anak

Kementerian Kesehatan RI melaporkan gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) telah mencapai 241 kasus. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya, yaitu 206 kasus pada Selasa (18/10/2022). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, kasus itu sudah menyebar di 22 provinsi. Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi," kata Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/10/2022). Adapun jumlah kematian dari 241 kasus ini mencapai 133 orang. Dengan demikian tingkat kematian gangguan ginjal akut telah menembus 55%. Budi mengungkapkan, hal ini menjadi tak biasa. Sebab, kematian pada kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak melonjak tinggi dalam waktu cepat. "Jadi meninggal karena AKI selalu terjadi cuma jumlahnya kecilnya, nggak pernah tinggi. Kita melihat ada lonjakan di Agustus naik sekitar 36 kasus. Sehingga begitu ada kenaikan, kita mulai melakukan penelitian ini penyebabnya apa," paparnya. Pada 18 Oktober, jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. “Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin Covid-19 maupun infeksi Covid-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari enam tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata juru bicara Kemenkes dr Syahril. Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut. Kemenkes juga telah meminta kepada seluruh tenaga kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair/sirup. Instruksi ini disampaikan pada 18 Oktober 2022 melalui surat edaran kepada seluruh kepala dinas kesehatan provinsi dan direktur rumah sakit di Indonesia terkait kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal. Surat edaran tersebut juga ditujukan kepada seluruh apotek di Indonesia. “Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” sebut surat edaran yang ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, drg. Murti Utami. Surat edaran Kementerian Kesehatan dirilis setelah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menganjurkan para orang tua untuk tidak memberi obat sirup paracetamol kepada anak yang sedang mengalami demam sebagai langkah berjaga-jaga di tengah kemunculan kasus gagal ginjal akut. "Dugaan dari Gambia, Afrika, ada kandungan dietilen glikol dan etilen glikol pada sirup obat. Untuk kewaspadaan dini, hindari dulu obat sirup, sambil diawasi ada tidaknya obat itu di Indonesia," kata Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, dalam siaran langsung Instagram IDI, seperti dilansir Antara, hari Selasa (18/10/2022). Piprim menjelaskan saat ini sudah terlalu banyak produk obat antibiotik beredar di pasaran, termasuk yang mengandung paracetamol. Bahkan produk tersebut kerap menjadi jalan instan bagi orang tua dalam menurunkan demam anak. "Yang dihadapi sekarang adalah obat sirup paracetamol atau obat pilek batuk lain yang ada campuran dietilen glikol dan etilen glikol," ujar Piprim. Anjuran tersebut merupakan kewaspadaan dini yang bisa diterapkan para orang tua, dengan mengambil pelajaran dari kasus gagal ginjal akut di Gambia. "IDAI merekomendasikan ke Kemenkes agar hindari dulu konsumsi obat tersebut," katanya. Piprim menganjurkan pengobatan konservatif untuk menurunkan demam pada anak, salah satunya dengan memberikan waktu istirahat yang cukup dan tidak menggunakan antibiotik. "Pakai cara konservatif dulu, kecuali ada komorbid seperti asma, pneumonia. Itu butuh obat serius. Kalau batuk dan pilek karena cuaca, cukup istirahat, jangan gunakan antibiotik" ujarnya. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan penelitian terhadap kasus-kasus yang ditemukan belum mencapai hasil yang konklusif karena “ada banyak aspek yang harus diperiksa”. “Kan mesti mengecek riwayat obat yang diminum, kandungannya, dan perlu pemeriksaan lain seperti jenis virus sebagainya,” kata Nadia melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia. Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menyebut telah menerima 189 laporan kasus gagal ginjal akut dari 20 provinsi. Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyatakan bahwa empat sirup obat batuk asal India yang mengandung etilen glikol --dan diduga sebagai penyebab gagal ginjal akut di Gambia—tidak terdaftar di Indonesia. BPOM juga telah menetapkan persyaratan bahwa seluruh produk obat sirup untuk anak maupun dewasa tidak diberbolehkan menggunakan dietilen glikol dan etilen glikol. BBC telah mencoba menghubungi Kepal BPOM Penny Lukito terkait kemungkinan keempat sirup obat batuk itu didistribusikan secara informal, seperti yang diperingatkan oleh WHO sebelumnya, namun belum ada jawaban sampai berita ini ditulis. (BBCIndonesia/Red)